17

89 21 1
                                    

"Enggak, Jess. Aku sayang sama kamu. Aku nggak mungkin salah sama apa yang aku rasain. Aku masih sayang dan cinta sama kamu!

Tubuh Jeffrey menegang saat samar-samar mendengar suara laki-laki dari dalam apartment Jesslyn.

Dan, dan kamu juga masih sayang sama aku Jesslyn. Kamu masih punya perasaan sama aku. Aku yakin!"

Namun gerakannya terhenti saat bisa mendengar dengan jelas bahwa itu adalah suara Jonathan. Padahal membiarkan Jonathan berduaan dengan Jesslyn adalah hal yang paling tidak ia inginkan karena bisa menimbulkan masalah seperti dulu. Tapi entah kenapa ia hanya bisa berdiri di depan pintu, terlebih setelah mendengar ucapan Jonathan barusan.

Jeffery sudah sangat menyesal pernah meragukan perasaan Jesslyn terhadapnya, tapi setelah mendengar penuturan Jonathan barusan, ia jadi penasaran soal apa yang sebenarnya Jesslyn rasakan saat ini.

Meskipun suara Jesslyn terdengar kecil, Jeffrey masih bisa mendengar semuanya dari balik pintu. Ia menyandarkan tubuhnya di pintu. Merasakan sakit dan bahagia dalam dirinya mendengar semua obrolan yang terjadi di dalam.

Hatinya serasa diremas karena lagi-lagi, perasaan menyesal telah meragukan perasaan Jesslyn terhadapnya kembali. Dari awal seharusnya ia sadar kalau Jesslyn benar-benar mencintainya. Tidak seharusnya Jeffrey termakan oleh perkataan Jonathan tempo lalu yang membuatnya meragukan perasaan kekasihnya itu.

Di sisi lain, dirinya benar-benar merasa bahagia. Bahagia karena pada akhirnya, Jesslyn bisa melepas dan berdamai dengan masa lalunya. Bahagia karena perasaan Jesslyn kepadanya adalah benar dan nyata.

Setelah tidak terdengar ada obrolan lagi di dalam, Jeffrey segera membuka pintu apartment. Ia sedikit terhenyak melihat Jesslyn yang sedang menyandarkan kepalanya di dada Jonathan, memeluk erat tubuh laki-laki itu. Tapi setelah melihat binar bahagia dimata Jesslyn saat melihat kearahnya, hati Jeffrey seketika luluh karena bisa membaca mata itu.

Jesslyn melepas pelukannya pada Jonathan dan menghambur ketubuh kekasihnya. Pelukan yang selalu sama, pelukan yang selalu membuatnya merasakan nyaman.

"Jeff, aku-"

"I know. I know. Maafin aku, Jesslyn." Jeffrey memotong ucapan Jesslyn karena tahu apa yang ingin di ucapkan kekasihnya.

Jesslyn melepas pelukannya, menatap wajah Jeffrey sambil tersenyum. Baru kali ini perasaannya kepada Jeffrey begitu membuncah. Karena kali ini ia sama sekali tidak meragukan perasaan yang ia miliki.

"I love you." Ucap Jesslyn lembut, mengusap pipi Jeffrey.

"I love you more." Balas Jeffrey, membungkam bibir Jesslyn dengan bibirnya. Ciuman yang meluapkan segala perasaan yang mereka miliki.

Tidak lama, karena tubuh Jesslyn tertarik menjauh dari Jeffrey. Tubuhnya menegang saat merasakan benda dingin dan runcing yang berada di lehernya. Mata Jeffrey pun langsung membulat melihat Jesslyn yang saat ini berada dalam pelukan Jonathan dengan pisau kecil yang mengarah di leher Jesslyn.

"J-Jo," Suara Jesslyn serak, tiap kata yang terlontar dari mulutnya membuat ujung pisau menyentuh lehernya.

"Jo, stop! Jangan gegabah!" Jeffrey berusaha menelan bulat-bulat ketakutannya, agar tidak menimbulkan kepanikan yang membuat Jonathan semakin gelap mata.

"Dia punya gue, Jeff!! Jesslyn punya gue!" Teriak Jonathan lebih mengeratkan pelukannya di tubuh Jesslyn.

"Akh!" Ujung pisau berhasil mengenai leher Jesslyn karena gerakan tangan Jonathan. Hanya tergores sedikit, tapi tetap membuat lehernya berdarah.

"Jo, stop! Jangan sakitin Jesslyn!" Suara Jeffrey sedikit meninggi, ia tidak tahan lagi karena saat ini Jesslyn sudah benar-benar terluka.

"J-Jo, please-e," pinta Jesslyn dengan air matanya yang mulai mengalir.

Jonathan mengecup puncak kepala Jesslyn, lalu turun ke pipinya, "Kamu milik aku, Jess. Kamu cuma punya aku."

Jeffrey maju selangkah, membuat Jonathan mengarahkan pisau ditangannya kearah Jeffrey. Jeffrey sedikit bernafas lega karena memang itu tujuan Jeffrey, agar pisau itu tidak berada di leher Jesslyn.

"Nggak ada yang bisa milikin Jesslyn selain gue! Dia punya gue, Jeff!!"

Jeffrey merentangkan kedua tangannya ke depan, membuat gerakan agar Jonathan berhenti bertindak gegabah. Namun semakin dekat Jeffrey melangkah, semakin Jonathan membawa Jesslyn untuk mundur sambil tetap mengibaskan pisaunya di hadapan Jeffrey.

Jesslyn menggeleng dalam pelukan Jonathan, meminta Jeffrey untuk berhenti melangkah.

"Stop, Jeff!" Dalam satu gerakan tangan, Jonathan berhasil mengibaskan pisaunya kearah Jeffrey, mengenai pipi bagian kanan laki-laki itu.

"Argh!" Jeffrey terduduk sambil memegangi pipinya yang kini sudah mengeluarkan banyak darah.

Saat Jeffrey lengah, Jonathan segera menarik Jesslyn menuju balkon, mengunci pintu itu sebelum Jeffrey berhasil menyusulnya.

"J-Jo, please stop! Jangan sakitin Jeffrey, please!!" Kaki Jesslyn yang sudah lemas membuat perempuan itu terduduk dilantai sambil memohon di kaki Jonathan.

Jonathan berlutut dihadapan Jesslyn dan meraih dagunya, "Kamu punya aku, Jess! Selamanya cuma punya aku!!"

Jesslyn mengangguk, satu-satunya yang bisa membuat Jonathan tenang adalah dengan menuruti kata-katanya. "I-iya, aku cu-cuma punya kamu, Jo."

Jonathan melumat bibir Jesslyn dengan kasar dan menggebu, tidak mengindahkan Jeffrey yang sedang berusaha membuka pintu balkon.

Jesslyn hanya bisa pasrah sambil menangis. Saat Jonathan melepas ciumannya, Jesslyn bisa melihat dengan jelas kilat marah di mata Jonathan. Sama seperti saat Jonathan sedang dikuasi oleh emosi dulu.

Dengan sisa tenaga yang ia miliki, ia berusaha menahan Jonathan yang sudah berdiri dan menatap nyalang kearah Jeffrey. Jesslyn tahu kalau Jonathan tidak segan-segan menghabisi Jeffrey saat ini.

Tenaganya tentu tidak sebanding dengan tenaga Jonathan, terlebih laki-laki itu sedang marah saat ini. Tanpa pikir panjang, Jesslyn berdiri dan menyandarkan tubuhnya di tralis balkon. Kedua kakinya sudah naik ke pijakan tralis, membuat pantatnya menduduki tralis itu.

Jeffrey semakin memukul dengan kencang pintu kaca balkon. Sedangkan Jonathan masih terdiam karena terlalu terkejut dengan tindakan tiba-tiba dari Jesslyn.

"Je-Jess," sekarang suara Jonathan yang serak, tindakan Jesslyn seakan membuat kewarasannya kembali.

"Jangan sakitin Jeffrey lagi, aku mohon." Nafas Jesslyn makin tersengal-sengal karena tangisnya yang semakin deras.

Jonathan membuang pisaunya, berusaha berjalan dengan pelan kearah Jesslyn. "Turun sayang, aku nggak akan nyakitin siapa-siapa."

Jesslyn memejamkan matanya, rasanya ia sudah tidak bisa lagi mempercayai ucapan Jonathan. "Kamu bohong!" Jesslyn semakin memundurkan tubuhnya.

"E-enggak, Jess, aku janji nggak akan sakitin Jeffrey. Turun sayang, pegang tangan aku." Jonathan mengulurkan tangannya, berharap Jesslyn menyambut tangan itu.

Saat Jesslyn membuka mata, pandangannya tertuju pada Jeffrey yang masih meraung di dalam sana. Air mata kekasihnya sudah luruh, sama seperti dirinya. Pintu kaca balkon banyak akan bercak darah dari pipi Jeffrey yang tadi sempat laki-laki itu pegang dengan tangannya.

Jeffrey semakin menggila disana, ia meraih kursi dan menghantamkan kursi itu ke pintu kaca. Tidak langsung pecah dalam sekali pukulan, tapi Jeffrey tidak menyerah dan terus melakukan itu.

Jonathan mungkin sudah tidak dipenuhi oleh amarah, tapi Jeffrey lah yang saat ini sudah dipenuhi oleh amarah itu. Jadi saat pintu kaca itu pecah, Jeffrey yang akan berbalik untuk menghabisi Jonathan. Dan perkelahian itu tidak akan ada habisnya, Jesslyn meyakini hal itu.

"I'm sorry." Ucap Jesslyn lirih, sambil memandang kearah Jeffrey.

Jeffrey yang bisa membaca gerak bibir dan raut wajah Jesslyn semakin panik dan mengerahkan seluruh tenaganya untuk berusaha memecah pintu kaca itu.

Bersamaan dengan pintu kaca yang berhasil pecah dan Jonathan yang menoleh kearah pintu tersebut, Jesslyn menjatuhkan tubuhnya melewati tralis balkon.

- - -

Gila ya, dicerita ini aku bisa nulis 1000+ kata, tapi di BECAK nggak bisa sebanyak itu, haha

The Way I Loved YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang