Scalpel 18

3 0 0
                                    

Tiba-tiba, seorang perawat muda bernama Nina, yang juga merupakan bagian dari tim medis, masuk ke dalam tenda. "Dokter Zaki, kami mendapat laporan tentang beberapa korban baru. Mereka membutuhkan bantuan segera di lokasi yang terdekat!" katanya dengan wajah cemas.

Zaki langsung merespon. "Baik, kita harus pergi. Ayo, kita perlu membawa peralatan medis yang cukup," katanya sambil bergegas mengumpulkan alat-alat yang diperlukan.

Nina ikut membantunya, dan sementara mereka mempersiapkan, Zaki bisa merasakan ketegangan kembali menggelayuti pikirannya. "Nina, kau tahu di mana lokasinya?" tanyanya.

"Ya, sekitar sepuluh menit dari sini. Tapi kita harus hati-hati. Suara ledakan semakin dekat," jawab Nina, terlihat tegas.

Mereka segera berangkat, melangkah cepat menuju lokasi yang disebutkan. Saat berjalan, Zaki bisa merasakan berat langkahnya. Pikiran tentang pasien yang membutuhkan pertolongan menghantui benaknya. "Kita harus berusaha sebaik mungkin untuk menyelamatkan mereka," katanya pada Nina.

"Benar. Kita harus terus maju, meskipun situasinya berbahaya," jawab Nina, menguatkan semangat Zaki.

Sesampainya di lokasi, pemandangan mengerikan menyambut mereka. Banyak orang terluka tergeletak di tanah, dan suara tangisan memenuhi udara. Zaki merasakan hatinya bergetar. "Kita harus bekerja cepat," katanya sambil mengarahkan perhatian pada beberapa pasien yang tampak paling parah.

Salah satu pria berusia pertengahan, terlihat kesakitan dan terluka parah di kakinya. "Tolong! Saya tidak bisa bergerak!" teriaknya dengan suara lemah.

Zaki segera mendekat. "Tenang, Pak. Kami di sini untuk membantu," ucapnya sambil mulai memeriksa luka di kaki pria itu.

"Lukanya dalam, kita perlu menghentikan pendarahan," kata Nina, juga membantu dengan sigap.

Zaki bekerja cepat, berusaha menstabilkan pria itu. "Nina, ambil perban dan antiseptik. Kita harus membersihkan luka ini," perintahnya sambil fokus pada tindakan.

Dalam beberapa menit, mereka berhasil menghentikan pendarahan dan merawat luka pria tersebut. Setelah selesai, Zaki beralih ke pasien berikutnya. Namun, saat itu, suara ledakan mendekat semakin keras, membuat semua orang terkejut.

"Kita harus cepat, Zaki!" Nina berteriak, terlihat ketakutan.

Zaki merasakan adrenaline mengalir dalam tubuhnya. "Kita perlu memindahkan pasien ke tempat yang lebih aman. Bantu aku mengangkat mereka!" serunya, dan mereka bekerja sama untuk mengangkat pasien-pasien yang terluka ke tempat yang lebih aman.

Namun, saat sedang berusaha memindahkan seorang anak yang tidak berdaya, ledakan lain terdengar sangat dekat. Zaki merasa bumi bergetar di bawah kakinya, dan tanpa peringatan, sepotong puing-puing besar jatuh dari langit.

"Zaki! Hati-hati!" Nina berteriak, tetapi semua terjadi terlalu cepat.

Zaki hanya bisa merasakan kepanikannya saat sepotong puing itu meluncur ke arah mereka. Dalam sekejap, segalanya terasa lambat. Ia melindungi anak itu, tetapi ledakan terjadi, mengakibatkan semuanya menjadi gelap.

Saat Zaki terbangun, ia merasa pusing dan lelah. Suara tangisan dan teriakan terdengar di sekitarnya. Dengan susah payah, ia membuka matanya dan melihat sekeliling. Banyak orang terluka terbaring, dan kebisingan membuatnya sulit untuk berpikir.

"Nina!" serunya, berusaha mencari rekan kerjanya.

"Di sini, Zaki!" Nina muncul dari balik reruntuhan, wajahnya penuh debu dan keringat. "Kau baik-baik saja?"

"Ya, aku...," Zaki menjawab, berusaha bangkit. Namun, rasa sakit di kakinya membuatnya terhuyung. "Tapi kita perlu membantu yang lain!"

Dengan kekuatan yang tersisa, mereka mulai mengevakuasi orang-orang yang terjebak. "Ayo, kita perlu bekerja sama. Siapa pun yang bisa berdiri, bantu kami!" Zaki berteriak, mengumpulkan orang-orang untuk membantu.

Behind the White CoatWhere stories live. Discover now