DAWN

263 22 16
                                    

Suara deru air terdengar sangat nyaring ketika berulang kali Giyuu melancarkan jurusnya. Malam ini dia mendapatkan beberapa iblis sedang berkeliaran yang dengan sombongnya menantang Giyuu. Tentu dengan mudah Giyuu bisa menghabis para kroco Muzan itu. Hashira Air yang tangguh, meski tak setangguh Sanemi, Giyuu tentu juga kuat.
Ayunan nichirinnya bisa dengan mudah memenggal leher para iblis bulan bawah yang tak seberapa kuatnya itu. Dia yang sendiri itu tentu mampu dengan mudah mengatasi beberapa iblis.

Zrashh!

Kepala iblis itu tergelinding ke tanah, suara raungan iblis itu memekakkan telinga Giyuu. Dan dengan sangat perlahan kepala iblis itu mulai memudar berubah menjadi debu. Iblis itu kalah. Dia mati di tangan Giyuu.
Dengan tetap menenteng nichirinnya, Giyuu menghampiri kepala iblis yang baru saja ia penggal. Nampak tinggal setengah, selebihnya sudah menjadi debu. Giyuu menatap mata iblis itu yang tinggal satu. Mata iblis itu melotot menyiratkan kesakitan yang dia rasakan di waktu terakhirnya.
"Apa kau tau dimana Iblis yang menggunakan jurus pernapasan bulan berada?" Tanya Giyuu selagi masih sempat karena kepala iblis itu belum lenyap sepenuhnya. Masih berproses.
Dari gerakan mata iblis itu, dia nampak tersentak. Tentu saja dia tau siapa yang dimaksud Sang Hashira Air ini.
"K-Kokushibou. D-dia iblis bulan atas pertama." Jawab iblis itu dengan susah payah, sebentar lagi dia lenyap menjadi butiran debu.
"Dimana dia?" Tanya Giyuu lagi. Suaranya terdengar datar dan terasa begitu dingin.
"D-dia... Bersama Tuan Kami. Aku tidak tau dimana Tuan kami be---"

Belum sempat iblis itu menyelesaikan kalimatnya, dia sudah lenyap duluan. Kutukan Muzan, ketika ada iblisnya yang berusaha memberi tahu dimana posisinya berada, iblis itu akan dengan cepat mati dan lenyap. Menghilang jadi debu di depan mata Giyuu. Giyuu kembali kecewa, setiap iblis yang dia temui dan dia tanyai selalu seperti itu jawabannya. Kokushibou, tak tau ada dimana karena dia bersama Muzan.
Giyuu menghela napas lelah. Begitu dalam dan berat. Nyaris putus asa karena dia tak kunjung menemukan titik terang yang lainnya. Hanya jawaban yang sama dari setiap mulut iblis yang dia temui setelah dia penggal kepalanya.
Merasa sangat lelah, Giyuu menancapkan nichirinnya ke tanah. Dia kemudian terduduk dengan bertumpu pada nichirinnya.
"Sanemi-san." Lirihnya. Kepalanya tertunduk dalam. Kedua matanya menatap lelah bumi yang dia pijak ini. Walau Oyakata sudah memberitahu caranya, namun itu cukup lama. Jika ada cara yang jauh lebih cepat, Giyuu tentu sangat ingin mencobanya. Meski harus duel satu lawan satu dengan Kokushibou sekalipun dia merasa tak masalah asalkan iblis itu bisa membukakan portal untuknya menyusul Sanemi yang entah ada di dunia mana.

"Kenapa sulit sekali? Kenapa sulit sekali untuk menemukan jalan untuk mencarimu, Sanemi-san?" Tanya Giyuu entah pada siapa. Dia hanya berusaha untuk menguatkan dirinya sendiri dan mentalnya.
Giyuu kemudian mendongakkan kepalanya. Dia melihat ada Muichiro sudah berdiri di depannya. Menatapnya. Mereka memang sempat berpisah tadi. Tak janjian untuk saling mencari. Namun ternyata Muichiro yang mencari Giyuu.
Muichiro mengulurkan tangan mungilnya. Dan disambut baik oleh Giyuu. Tangan mungil itu membantunya untuk kembali berdiri.
"Terima kasih. Sesungguhnya kau tak perlu repot-repot untuk mencariku."
"Selagi Sanemi-san belum ditemukan, aku akan berusaha menemanimu. Karena hanya melalui aku lah jalan untuk menemukan Sanemi-san bisa diciptakan."
Anak yang baik bukan? Jiwa Muichiro yang acuh itu rupanya bisa berubah juga. Perlahan menjadi sosok yang peduli sekitar dan mulai belajar memahami perasaannya dan mengikuti kata hatinya.

...
Malam berlalu dengan kejadian yang berbanding terbalik antara Sanemi dan Giyuu. Di era modernya, Sanemi menghabiskan malamnya untuk mencoba tidur. Beberapa kali mencoba menyamankan diri di tempat tidur empuk itu namun Sanemi ternyata tetap kesulitan. Berjam-jam Sanemi mencoba, sempat berhasil ketika menjelang subuh, itu hanya sekitar satu jam memejamkan mata. Yang kemudian Sanemi kembali terbangun.
"Sial. Aku tidak terbiasa untuk tidur malam hari." Gerutunya. Dia kemudian memutuskan untuk bangun dari tempat tidurnya.
Sanemi mengingat sesuatu, seingatnya, tadi Kanae sempat menunjukkan ada sedikit baju di almari yang ada di kamarnya. Kata Kanae baju itu adalah baju yang iseng Kanae beli. Memang pakaian laki-laki, Kanae membelinya dengan alasan sederhana. Jika ada seseorang atau pasiennya yang membutuhkan baju ganti sedangkan keluarganya ada di tempat yang jauh, maka Kanae bisa memberi pasien itu baju ganti yang nyaman dan bersih.

SWORDSMANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang