Kanae Kochou, seorang perawat senior yang sudah bertahun-tahun bekerja di rumah sakit swasta di kotanya tinggal. Sosok cantik yang ramah dan lembut dengan siapa saja. Meski dia tinggal sendirian, dia tidak pernah mengeluh soal apapun, orang tuanya sudah lama tidak ada, dia yatim piatu di kota ini. Berkat kecerdasannya dia mendapatkan beasiswa untuk bersekolah di bidang kesehatan dan setelah lulus benar-benar mengabdi menjadi seorang perawat. Hasil kerja kerasnya membuahkan banyak hal, selain menjadi perawat tetap di rumah sakit tersebut, gaji Kanae juga cukup besar dan lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mampu membeli apart dan mobil adalah pencapaian terbesarnya. Hidup mandiri dan berkecukupan membuat Kanae sangat bersyukur kepada Tuhan.
Kala mengikuti mobil ambulans yang membawa Sanemi ke rumah sakit malam itu, Kanae mengemudikan mobilnya dengan perasaan harap-harap cemas dan banyak pertanyaan bermunculan di kepalanya. Di jok sampingnya terlihat ada nichirin milik Sanemi. Nichirin itu dia tarik paksa dari genggaman Sanemi sebelum paramedis datang untuk mengevakuasi Sanemi. Entah kenapa Kanae merasa pedang itu sangatlah penting bagi Sanemi, karena Kanae melihat Sanemi menggenggam erat pedang itu bahkan dalam keadaan tidak sadar sekalipun. Dan memang membutuhkan perjuangan untuk bisa merebut nichirin itu dari genggaman Sanemi. Kanae berniat saat Sanemi sudah sembuh nanti, dia akan mengembalikan pedang itu pada Sanemi.
Siapa sangka, bagi Kanae, pemulihan Sanemi sangatlah pesat. Bahkan untuk seukuran pasien dengan luka parah bahkan sampai tak sadarkan diri seperti itu, Sanemi bisa membaik dengan cepat. Agak aneh pikir Kanae, tapi dia berusaha berpikir sepositif mungkin.
Berbeda dengan pemikiran Sanemi, dia menganggap pemulihannya sangatlah lambat. Berbanding terbalik dengan pemikiran dan analisa Kanae. Dia ingat samar-samar pernah terluka lebih parah dari ini dan hanya butuh waktu beberapa hari untuk kembali pulih dan beraktifitas. Namun kenapa saat ini dia merasa tubuhnya justru melemah?
Kedua mata Sanemi kemudian tertuju pada selang infus yang masih menempel di tangan kirinya. Cairan bening itu masih diusahakan untuk masuk ke tubuhnya. Katanya sih agar segera sembuh. Remeh sekali, begitulah pikir Sanemi. Pangkal selang kecil itu justru perlahan berubah jadi kemerahan samar, namun lama kelamaan menjadi merah pekat. Yap, itu darah Sanemi yang malah naik ke selang infusan. Sanemi sih cuek aja, tapi tidak dengan Kanae."Sanemi-san, jangan banyak gerak dulu." Pinta Kanae sambil memeriksa infusan Sanemi dengan sigap. Sanemi kembali tak menjawab, dia hanya memperhatikan Kanae yang sibuk melihat infusan di tangannya.
"Apa kau setiap hari selalu seperti ini?" Tanya Sanemi. Sedikit penasaran akan pekerjaan Kanae yang bisa-bisanya setiap hari merawatnya.
"Hm? Maksud Sanemi-san, merawat orang sakit?"
"Ya."
"Sanemi-san, yang namanya perawat memang seperti ini pekerjaannya. Aku sudah melakukan pekerjaan ini bertahun-tahun. Jadi memang selalu seperti ini keseharianku dengan pekerjaanku." Jawab Kanae.
"Aku... Entah kenapa aku merasa aneh disini." Ucap Sanemi.Kanae memang sosok yang peka, dia melihat perubahan ekspresi di wajah Sanemi. Nampaknya pria itu kembali kebingungan. Padahal sebenarnya Kanae juga sama bingungnya. Ada banyak pertanyaan untuk Sanemi, namun Kanae belum berani untuk bertanya langsung pada Sanemi. Sanemi kemudian menyampaikan kegundahannya. Dia juga menyatakan beberapa hal yang familiar dalam pikirannya yang berkabut itu. Seperti dia merasa familiar dengan sosok Kanae, dan juga Sanemi merasakan perasaan aneh dalam hatinya. Ada perasaan yang mengganjal namun tak tahu apa penyebabnya. Gundah? Mungkin saja.
"Ntah bagaimana mengatakannya, aku merasa seperti kosong." Ucap Sanemi.
"Sanemi-san merindukan seseorang?" Tebak Kanae.
"Rindu? Mungkin. Aku hanya ingat perawakannya, namun ntah kenapa aku tidak bisa mengingat wajahnya."
Tanpa disangka, tebakan asal Kanae barusan justru sebuah kebenaran.
"Memangnya seperti apa perawakannya, Sanemi-san?"
Sanemi nampak menatap kedua mata Kanae. Kemudian salah satu tangan Sanemi terulur untuk menarik lembut beberapa helai rambut hitam Kanae.
"Rambutnya hitam panjang, tinggi, dan kulitnya putih."
KAMU SEDANG MEMBACA
SWORDSMAN
Fiksi PenggemarSaat bertarung dalam hidup dan mati, sesuatu hal terjadi dan membuat sebuah ikatan perasaan itu terpisahkan. Menjatuhkan dan menjauhkan hubungan yang semulanya dekat. Akan kah Tomioka Giyuu bisa kembali meraih kasihnya?