Freya, seorang murid baru yang ceria dan mudah tersenyum, baru saja pindah ke sekolah 48School, sekolah yang terkenal dengan geng-geng kuatnya dan reputasi berandalnya. Di sekolah ini, puncak kekuasaan dikuasai oleh Shani, seorang murid kelas 3 yang...
Freya duduk di tribun lapangan bersama para petinggi FreyaNation, memperhatikan pertarungan yang akan segera dimulai. Di tengah lapangan, Gracie dan Greseel bersiap untuk duel mereka yang telah lama dinantikan. Sorakan murid-murid lainnya semakin keras, menunjukkan betapa besar minat mereka pada rematch ini.
Gracie, pemimpin The Rabbits, berdiri tegap dengan tekad membara. Dia menantang Greseel bukan sekadar untuk gengsi, tetapi karena ada luka lama yang belum terobati. Di masa lalu, Greseel pernah mengalahkan Gracie dalam pertarungan singkat yang membuat Gracie merasa belum menunjukkan kemampuan sebenarnya. Kali ini, dia ingin membuktikan bahwa dia lebih kuat dari sebelumnya dan layak untuk mendapat kehormatan yang lebih besar.
"Dia tidak akan menyerah sampai membalas dendam," gumam Lulu sambil mengamati Gracie dengan senyum tipis.
Freya, menghisap rokoknya pelan, matanya fokus pada kedua pemimpin fraksi itu. "Dendam adalah bahan bakar yang berbahaya. Tapi kalau dimanfaatkan dengan baik, itu bisa membuat seseorang jauh lebih kuat."
Di pinggir lapangan, Anin, pemimpin Red Silent, berdiri dengan lima petingginya: Fio, Rona, Muti, Lisa, dan Sisca. Mereka memperhatikan pertarungan dengan penuh minat, masing-masing memiliki aura dingin dan serius. Red Silent dikenal dengan taktik dan kekejamannya di Shirokami High, dan Anin memimpin mereka dengan tangan besi. Setiap pergerakan yang mereka lakukan selalu penuh perhitungan.
Anin tak banyak bicara, hanya berdiri dengan sikap tenang, tetapi pandangannya tak pernah lepas dari Gracie dan Greseel. Ini lebih dari sekadar duel antar fraksi freshman; ini adalah penentu siapa yang akan menjadi ancaman serius bagi kekuasaan yang ada di sekolah.
Saat bel berbunyi, Gracie langsung menyerang dengan agresif. Pukulannya cepat dan keras, menyerang Greseel dengan niat membalas kekalahannya dulu. Tapi Greseel, seperti biasa, tetap tenang. Dia menghindari serangan demi serangan dengan mudah, menunggu momen yang tepat untuk melancarkan serangan balik.
Freya memperhatikan dengan cermat, melihat perbedaan yang jelas dalam cara Gracie bertarung kali ini. Dia lebih cepat, lebih kuat, pikirnya. Kekalahan dulu memang tampak telah mendorong Gracie untuk berlatih lebih keras, membuatnya jauh lebih berbahaya.
Namun, Greseel tidaklah mudah dijatuhkan. Dengan keahlian bertarung yang tajam, dia membalas dengan serangan balik, melontarkan Gracie ke belakang. Sorakan dari anggota The Stars semakin keras, mendukung pemimpin mereka.
Tapi Gracie tidak menyerah. Kali ini, dia bangkit lebih cepat, dengan ekspresi tak kenal takut. Pertarungan ini adalah segalanya bagi Gracie, dia tidak akan mundur sebelum membuktikan bahwa dia bisa menang.
Freya menatap dengan penuh antisipasi. Gracie telah berkembang, dan ini adalah ujian apakah dia mampu menghadapi tantangan lebih besar di masa depan. Gracie ingin rematch ini lebih dari sekadar kemenangan. Dia ingin menunjukkan bahwa dia pantas mendapat tempat di puncak.
Pertarungan antara Gracie dan Greseel semakin memanas, sorakan dari murid-murid makin keras setiap kali serangan menghantam. Gracie, dengan semua dendam dan semangat yang membara, terus menyerang tanpa henti. Greseel, yang biasanya tenang dan penuh strategi, mulai kehilangan keseimbangan di bawah tekanan serangan brutal Gracie.
Akhirnya, dengan satu pukulan keras ke perut, Greseel jatuh berlutut, terengah-engah. Gracie, dengan napas berat dan keringat bercucuran, berdiri tegap di atasnya. Suara sorakan The Rabbits menggema di seluruh lapangan, tanda bahwa Gracie telah memenangkan rematch yang diidamkannya selama ini. Wajahnya penuh kemenangan, dan kali ini, dia benar-benar membuktikan bahwa dia lebih kuat.
Di tribun, Freya tersenyum tipis, membuang puntung rokoknya ke tanah dan menginjaknya. “Gracie sudah mendapat apa yang dia inginkan,” ujarnya pelan. Dia menoleh ke arah para petinggi FreyaNation—Gita, Lulu, Celine, Adel, dan yang lainnya—sebelum berdiri. “Mari kita pergi.”
Mereka berjalan dengan tenang melewati kerumunan murid-murid yang masih sibuk membicarakan kemenangan Gracie. Namun, Freya tidak langsung meninggalkan area lapangan. Pandangannya tertuju pada Anin dan lima petinggi Red Silent yang berdiri tak jauh dari situ, memandang pertarungan dengan ekspresi dingin. Anin, pemimpin yang dikenal licik dan penuh taktik, tidak bisa diabaikan begitu saja.
Freya mendekat bersama para petinggi FreyaNation, langkah mereka penuh percaya diri. Saat jarak semakin dekat, suasana tiba-tiba berubah hening. Murid-murid yang tadinya bersorak kini menahan napas, menyadari betapa tegangnya situasi ini.
Freya berdiri tepat di depan Anin, pandangannya tajam. “Apa alasan kalian datang ke sini dengan seenaknya?” tanyanya, suaranya datar namun penuh ancaman. “Jika kalian hanya menonton, itu tidak masalah. Tapi kalau kalian datang untuk membuat masalah, lebih baik kalian pergi dari wilayah 48School.”
Fio, salah satu petinggi Red Silent, terlihat hendak bicara, namun Anin mengangkat tangannya, memberi isyarat untuk diam. Dia memandang Freya dengan senyum tipis, tidak menunjukkan tanda-tanda ketakutan. “Tenang, Freya,” ujar Anin santai. “Aku hanya bosan dan ingin menonton pertarungan. Freshman di 48School ternyata menarik juga, ya?” ujarnya, tatapan matanya menyapu lapangan di mana Gracie masih dikelilingi oleh anggota fraksinya.
Freya menatapnya beberapa detik sebelum tersenyum kecil. “Jadi kalian hanya penonton hari ini?”
Anin mengangguk perlahan. “Untuk sekarang, ya.”
Freya tidak berkata apa-apa lagi, hanya memutar tubuhnya dan berjalan menjauh, diikuti oleh petinggi FreyaNation. Ketika mereka pergi, Anin dan para petingginya pun mulai beranjak dari tempat mereka, meninggalkan lapangan dengan aura dingin yang biasa mereka bawa.
Suasana lapangan mulai kembali ramai setelah kedua fraksi besar itu pergi, namun ketegangan masih terasa di udara. Murid-murid tahu, ini bukan pertemuan biasa. Anin mungkin mengaku hanya menonton, tapi Freya tidak pernah percaya bahwa pemimpin Red Silent akan terlibat tanpa alasan.
“Jadi, apa menurutmu mereka punya niat lain?” tanya Gita, mengangkat alis saat mereka berjalan keluar dari lapangan.
Freya tersenyum tipis. “Anin selalu punya rencana. Kita hanya harus siap saat waktunya tiba."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
APA YANG TERJADI SELANJUTNYA NIH GUYS APAKAH AKAN ADA PERTARUNGAN FREYANATION VS RED SILENT ATAU HANYA ANGIN LEWAT SAJA?
TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA MAAF YA KALAU ADA YANG GAK NYAMBUNG JANGAN LUPA FOLLOW GUYS