Sasuke sedikit berlari ketika ia melewati lorong rumah sakit menuju ruang rawat dimana istrinya berada saat ini. Ia sebenarnya tahu jika kesehatan Sakura akhir-akhir ini memburuk, tapi ia tidak menyangka kondisinya separah itu hingga harus dirawat inap selama beberapa hari.
Beberapa orang terlihat sedang berbicara serius di depan pintu ruangan. Ibunya yang berambut hitam panjang dengan dress selutut, juga itachi dan seorang dokter yang ia kenali sebagai dokter kandungan Sakura.
Dari raut wajah ketiganya, Sasuke menebak jika sepertinya kondisi Sakura tidak begitu baik.
"Bagaimana keadaannya?" Nafas Sasuke terengah-engah ketika ia menghampiri mereka.
Mikoto sontak melihat ke arahnya dengan mata melotot dan alis yang sedikit terangkat. Ia mendekati putra bungsunya itu dan langsung menampar wajahnya dengan sekali gerakan.
'PLAK'
"KAU KETERLALUAN!" Mikoto berteriak keras. Itachi berdiri di sana sambil menatapnya dengan sorot mata khawatir, tapi ia sama sekali tidak melakukan apapun untuk menghentikan amukan ibunya. "Aku telah salah membesarkanmu, Sasuke!! Kenapa kau begitu tega.."
Sasuke menghela nafas panjang. Ia membiarkan ibunya terus mengamuk sambil memukul dadanya keras-keras. Rasanya sama sekali tidak sakit, tapi ia merasa sesak ketika melihat ibunya sendiri harus menangis karena dirinya.
"Kau keterlaluan.. hiks, kau keterlaluan sekali.." Mikoto jatuh terduduk ketika ia sudah melampiaskan amarahnya. Itachi membantu menopangnya untuk berdiri. Sementara Sasuke masih mematung pada posisinya saat ini.
"Ayo, Kaa-san. Kau butuh istirahat." Ia meraih bahu ibunya dan mengajaknya segera pergi dari tempat itu. "Shisui, tolong beri tahu diagnosis pasien Sakura pada adikku. Terima kasih."
Shisui mengangguk dan mengarahkan Sasuke untuk ikut ke ruangannya yang berada di ujung lorong. Ia mempersilahkan Sasuke untuk duduk terlebih dahulu sebelum memeriksa papan laporan yang berada di atas mejanya.
"Kondisinya cukup buruk, Sasuke-san.." Sasuke menegang ketika dokter itu berbicara dengan suara rendah. "Terjadi berbagai komplikasi selama kehamilan ini. Dehidrasi, tekanan darah rendah, peradangan pada tubuh bagian luar, baru-baru ini terjadi pendarahan di dalam rahimnya.."
"Pendarahan?"
"Tidak banyak. Tapi Nona Sakura memang mengalami sedikit pendarahan pada bibir rahimnya." Shisui sedikit menjeda kalimatnya "Kami mencurigai adanya aktivitas seksual yang berlebihan.."
Sasuke merasa sesak luar biasa. Bahunya naik turun ketika ia mengatur nafasnya.
Sakura pendarahan. Itu berarti dia hampir saja membahayakan istri dan anaknya hanya karena emosi sesaatnya.
"Tolong.. Tolong lakukan sesuatu."
Shisui sedikit tersenyum. Diam-diam ia merasa prihatin pada kondisi mental pria yang ada di hadapannya. "Untung saja nyonya Uchiha membawanya kemari sebelum kondisinya semakin parah. Untuk saat ini kami sudah memberinya vitamin dan beberapa obat penguat janin. Kita akan tetap memantau perkembangannya selama beberapa hari ke depan."
"Ya.." Sasuke mengangguk. Tiba-tiba ia merasa bisa bernafas lagi. "Terima kasih, Aku sungguh berterima kasih."
***
Sakura terlihat lebih pucat dari dari wajah yang Sasuke ingat pagi ini. Wanitanya sedang tertidur di ruang rawat rumah sakit dengan baju pasien. Kenyataan itu otomatis membuat perasaannya campur aduk, sedih, takut, kesal dan sekaligus cemas.
Ia meraih tangan sakura yang berada di dalam selimutnya. Jari-jarinya terasa dingin. Sasuke menempelkan pipi dan bibirnya pada telapak tangan istrinya itu. Berharap bisa membagi sedikit kehangatannya pada tubuh Sakura.
"enghh.." Sakura melenguh. Akhir-akhir ini itu menjadi kebiasaannya ketika ia bangun. Sasuke meneguk salivanya sendiri ketika ia mengingat perbuatannya. Mungkinkah wanitanya begitu kesakitan hingga ia harus melenguh setiap kali membuka matanya?
"Sa-sasuke?"
"Hn" Sasuke hanya mengangguk dan mengusap kepala Sakura dengan lembut. "Bagaimana tubuhmu?"
"Aku baik.." Sakura sedikit tersenyum padanya. "Dimana Kaa-san?"
Sasuke hanya menggeleng kecil. "Mungkin masih ada di ruangan Itachi-nii."
"Aku ingin minta maaf karena sudah merepotkan semua orang." Saat ini Sakura bersiap untuk bangkit. Tapi Sasuke menahan tubuhnya untuk tetap berbaring.
"Jangan terlalu banyak bergerak." katanya dengan suara rendah. "Kau tidak pernah merepotkan siapa pun. Jadi, berhentilah minta maaf."
Sakura berhasil menegakkan tubuhnya pada posisi duduk. Ia bisa mendengar Sasuke menghela nafas dalam-dalam. "Aku juga belum minta maaf padamu secara benar. Aku minta maaf tentang apa-apa saja yang pernah aku katakan padamu."
Sasuke menaikkan sebelah alisnya. "Soal apa?"
"Soal aku yang mengatai diriku sendiri jalang di hadapanmu." Sakura mengigit bibirnya dan meremas baju pasiennya yang kebesaran. "Aku juga merasa itu sangat jahat dan tidak pantas."
Tubuh Sasuke langsung menegang. Harusnya ia merasa lega. Tapi permintaan maaf itu seakan sebagai pengingat pada kesalahan-kesalahannya sendiri. Emosinya yang berlebihan, gairahnya yang meledak, siksaannya pada tubuh Sakura hingga membuat wanitanya berakhir menjadi pesakitan.
Sungguh brengsek.
Sakura membelai bagian belakang rambut suaminya dengan lembut ketika melihatnya menundukkan wajah. "Tolong maafkan aku, Sasuke-kun."
Tangan Sasuke langsung memeluk punggungnya dan membawa Sakura ke dalam dekapannya. Erat dan hangat. "Aku mencintaimu tanpa syarat Sakura. Tolong jangan meragukan perasaanku padamu."
Sakura tersenyum di dalam pelukannya. Ia merasa bisa bernafas lagi setelah mendengar pengakuan Sasuke. Pria itu selalu mencintainya-tanpa syarat. Tidak ada lagi yang perlu ia ragukan dari perasaannya.
"Ya. Aku juga mencintaimu, Sasuke.."
***
Sasuke mendorong kursi roda Sakura menuju ruang utama ketika mereka sampai di rumah keluarga Uchiha. Sakura sejak tadi sudah terkagum-kagum ketika melihat halaman mereka dari luar, tapi ternyata interior dalam rumahnya tidak kalah indah. Sebuah rumah jepang klasik dengan beberapa ornamen-ornamen kuno dari zaman edo. Benar-benar rumah yang otentik.
Sasuke menepuk tangan Sasuke sebentar ketika mereka melewati sebuah pajangan guci yang besar.
"Apa itu asli?"
"Ya?" Sasuke mengernyit bingung. "Maksudmu apakah itu barang bersejarah asli? sepertinya iya, ayahku membelinya dari kolektor."
Sakura mengangguk sambil membuka matanya lebar-lebar untuk mengamati ukirannya.
"Apa kau suka barang-barang seperti ini? Jika kau suka aku bisa membelinya untuk apartement kita.."
"Ya? Ah, tidak-tidak." Sakura menjawabnya cepat. Ia tidak mau Sasuke salah paham dan berakhir menghamburkan uangnya pada hal-hal yang tidak jelas. "Aku cuma baru pertama kali melihat yang seperti ini."
"Hn."
Setelah mereka melewati lorong penghubung pintu utama dan ruang tengah, terlihat Mikoto yang sudah bersiap menyambut mereka dengan celemek di bahunya.
"Oh Astaga!! kalian sudah datang!" Sakura tersenyum. Mikoto buru-buru berjalan ke arahnya untuk meminta sebuah pelukan dari anak menantunya yang manis. "Aku senang sekali, kalian menyetujui permintaanku untuk tinggal di rumah ini sementara waktu."
Mikoto melirik ke arah Sasuke yang berdiri tegak di belakang Sakura. Ia sedikit berdehem lalu membiarkan ibunya yang mengambil alih dorongan kursi roda itu.
Penyebab mereka ada di sini-atau penyebab mereka akan tinggal di sini untuk sementara waktu adalah dirinya sendiri. Tentu saja Sasuke tidak memiliki pilihan lain selain menyetujui tawaran itu. Mikoto benar-benar khawatir mengenai kesehatan Sakura dan bayi mereka. Ia juga sudah tidak percaya lagi jika putra bungsunya mampu menjaga keluarganya sendiri.
Huh dasar laki-laki. Kadang-kadang mereka lebih memilih untuk menuruti nafsunya dibanding mempertahankan akal dan logika. Walaupun Mikoto tahu putranya tidak mungkin se-brengsek itu, tetap saja ia tidak bisa lagi percaya padanya begitu saja.
Setidaknya Sakura harus ada di depan matanya sebagai bentuk pengawasan.
"Halo, Sakura.. " Itachi tersenyum ketika menyambutnya. "Anggap lah rumah sendiri."
Sasuke menepuk bahunya untuk memberikan sapaan. "Tolong bantu aku mengawasi kondisi kesehatannya."
Itachi mengangguk "Ya, tentu."
Sakura sedikit membungkuk dan tersenyum membalasnya. "Terima kasih Itachi-nii"
Keduanya mengekor di belakang ibunya yang sedang mendorong kursi roda Sakura menuju ruangan lain. Ia berhenti tepat di depan sebuah kamar di lantai bawah yang pintu depannya di hiasi sebuah papan nama 'Sasuke'.
Kamar itu agak kekanakan hingga membuat Sakura sedikit tertawa. "Nah sudah sampai. Kau tidak keberatan untuk tidur di kamar Sasuke'kan?"
Sakura mengangguk. "Ya, kaa-san"
"Maafkan aku. Kami tidak sempat menyiapkan kamar yang sesuai dengan seleramu. Kau boleh mengubah dekorasinya sesuai dengan apa yang kau sukai, Sakura.."
"Tidak apa-apa Kaa-san. itu tidak perlu." Sakura meraih tangan suaminya dan menggenggamnya dengan erat. "Lagipula Sasuke juga pasti akan nyaman tidur di kamarnya sendiri."
"Tidak." Mikoto menatap kedua putranya bergantian dan menggelengkan kepala. "Sasuke akan tidur di kamar Itachi mulai sekarang."
"Kaa-san!!"
"Aku tidak mau!"
keduanya berteriak memprotes keputusan sepihak itu.
"Hei, bukannya kita sudah memiliki kesepakatan sejak awal?" Mikoto mendesis sebal. "Kau tidak boleh menyentuh Sakura lagi sampai dia melahirkan. Satu-satunya cara mengendalikan nafsumu adalah dengan tidak tidur bersama dalam satu kamar."
Sasuke memijat kepalanya yang pening. "Aku dan Sakura adalah suami istri. Kau tidak bisa membatasiku seperti itu."
"Benar, aku juga tidak mau tidur dengannya."
Mikoto hendak memprotes lagi. Tapi melihat kedua putranya yang menolak usulannya mentah-mentah seperti ini, membuatnya mengangkat tangan tanda menyerah.
"Baiklah, baiklah." Mikoto mendesah keras-keras. "Kau harus bilang padaku jika Sasuke menganggumu, kau paham sakura?"
Sakura terkekeh dan mengangguk. Sementara Sasuke hanya mendengus kesal. "Tolong jangan membuatku malu Kaa-san!"
Itachi dan mikoto otomatis tertawa melihat reaksi Sasuke dengan wajahnya yang merah padam. Ah, jadi Sakura adalah kelemahannya? Ini pertama kalinya mereka melihat Sasuke yang tersipu-sipu seperti itu.
"Ehem.." Sebuah suara bariton tiba-tiba mengintrupsi mereka. Terlihat Fugaku sedang berjalan ke arah mereka dengan tangan yang dilipat ke depan. "Kenapa berisik sekali?"
"Aku sedang menunjukkan kamar yang akan Sakura tinggali." Mikoto berjalan ke arah suaminya dan tersenyum. "Perkenalkan Sakura, ini adalah ayah Sasuke. Kalian baru pertama kali bertemu kan?"Sakura merasakan ketegangan pada kedua lututnya. Tangannya tiba-tiba gemetar dan berkeringat. Ini pertama kalinya ia melihat ayah Sasuke di depan matanya langsung (biasanya ia hanya melihatnya di televisi).
"Ya." Fugaku menatapnya dengan sorot mengintimidasi ketika melihat sosok Sakura yang meringkuk di atas kursi roda. Wanita itu kecil dan kurus, dengan perut yang agak menonjol. Ah, jadi benar wanita itu benar-benar sedang mengandung cucunya?"Se-senang berkenalan dengan anda tuan."
Fugaku tidak menanggapinya. Ia hanya berlalu sambil meninggalkan mereka begitu saja dengan suasana canggung.
Sasuke langsung mengusap punggung Sakura untuk menghibur wanitanya. "Jangan dipikirkan, Sakura. Ayahku memang bukan orang yang ramah."***
Konflik akan muncul lagi di part selanjutnya ya gengssss..
tolong tungguin aja.
Btw aku udah up sampe part 21 di karyakarsa ya. buat yang mau akses lebih cepet boleh banget
https://karyakarsa.com/HikariHareru17/series/please-let-me-bear-your-child-35401
KAMU SEDANG MEMBACA
Please Let Me Bear Your Child [SasuSaku]
FanfictionHaruno Sakura adalah seorang pelayan kedai kopi dengan gaji murahan yang terjebak pada kemiskinan dan kondisi keluarga yang rumit. Ayahnya ingin menjualnya pada tempat bordil sebagai pelacur tingkat rendah. Kehidupannya hancur berantakan. Namun dite...