Chapter 06

126 25 9
                                    

Malam hari.

Di sebuah danau terlihatlah sesosok gadis bersurai hitam dengan kedua matanya yang tertutup kain putih sedang berdiri di pinggir danau sambil kedua tangannya tertaut di belakang tubuh.

"Apa yang harus kulakukan?" Gumamnya di tengah sepinya kawasan danau yang jarang sekali disinggahi oleh manusia.

{Melanjutkan perjuangan nona Shin [Name] untuk membangun kembali Klan Ohwi} Sahut Zero dengan suara robotiknya yang khas, sedikit mengagetkan si gadis yang sedang termenung.

"Aku memang ingin melakukannya, tapi..."

{Tapi?}

[Name] menggigit bibir bawahnya, satu kebiasaan ketika dia sedang bingung ataupun gelisah.

"Aku merasa tak layak untuk melakukannya." Lirih [Name] sambil menunduk dan menatap kedua kakinya yang terbalut sepatu khas lelaki, guna memudahkannya untuk bertarung.

{Mengapa anda merasa begitu?}

Untuk sesaat [Name] terdiam.

"Klan Ohwi adalah milik [Name] dan aku? Aku hanyalah jiwa asing yang entah bagaimana bisa merasuki tubuhnya."

"Bukankah tidak pantas bagiku untuk melakukan itu? Aku... Aku sudah merenggut kehidupannya, dan bagaimana mungkin aku─"

{Nona tak perlu merasa seperti itu, kematian nona Shin [Name] sudah menjadi takdirnya. Anda tidak harus merasa buruk dan rendah diri untuk sesuatu yang nyatanya sama sekali bukanlah kesalahan nona}

{Nona ada disini sekarang juga karena itu sudah menjadi takdir nona, jadi anda tak perlu menyalahkan diri dan merasa bahwa anda sudah merenggut kehidupannya}

{Nona hanya perlu melanjutkan hidup di kehidupan ini, hiduplah sebagaimana diri nona yang dulu. Tak perlu berusaha menjadi seperti nona Shin [Name], sebab anda berdua jelaslah orang yang berbeda}

{Dan untuk perjuangan nona Shin [Name] membangun kembali Klannya, juga tak usah terlalu anda pikirkan. Jika itu memberatkan anda, maka lupakanlah saja}

Semua perkataan Zero pun membuat [Name] terdiam memikirkannya, ada sedikit kelegaan dihatinya ketika mendengar Zero berbicara dengan bijaknya.

Dia seolah-olah sedang mencurahkan isi hatinya kepada sosok manusia dan bukannya kepada sebuah Sistem yang tidak memiliki perwujudan.

"Terima kasih Zero, aku senang mendengar semua itu darimu."

{Apapun untuk nona}

[Name] tersenyum. "Dan untuk Klan Ohwi, aku akan melanjutkannya. Sebagai tanda terima kasihku kepada gadis itu, untuk tubuhnya yang kini menjadi milikku."

"Akan aku selesaikan, apa yang tak bisa Shin [Name] selesaikan karena kematiannya itu."

{Baiklah, jika nona bilang begitu}

{Katakan saja jika anda memerlukan bantuan dari saya}

"Tentu."

_o0o_

Keesokan harinya.

[Name] yang telah selesai sarapan bersama dengan keluarga tak sedarahnya itupun kini sedang berada di laut yang sama ketika dirinya baru tiba di dunia tersebut.

Tempat itu sering kali dijadikan [Name] untuk berlatih agar kemampuannya tak menjadi tumpul dan lupa bagaimana caranya bertarung dengan pedang.

Menarik nafas sejenak dan menghembuskannya perlahan sebelum kemudian gadis itu dengan segera mengangkat pedangnya dan mengayunkannya dengan sangat piawai.

Sebagai seorang pembunuh bayaran di kehidupan yang lalu [Name] sudah terbiasa berlatih dengan menggunakan berbagai jenis senjata.

Dan tentunya dia bisa menggunakan semua jenis senjata untuk bertarung bahkan kala masih menjadi Choi (Name) pun pernah dirinya mendapatkan misi untuk membunuh seorang samurai yang menyelinap masuk ke dalam negaranya.

Dia bertarung dengan sangat sengit kala itu dengan menggunakan pedang yang tak semua perempuan mampu menggunakannya dengan baik dan sempurna.

Dan sebagaimana seorang tokoh utama, tentunya dia mendapatkan kemenangan telak. Meski mungkin salah satu tangannya nyaris putus saat misi itu ia jalankan, tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini begitu juga dengan (Name).

Jadi ketika melakukan misi tak selalu dia pulang dalam keadaan tubuh sehat tanpa luka apapun, maka dari itu pula banyak bekas luka di tubuhnya yang sering gadis itu tutupi dengan menggunakan kulit palsu atau pun makeup.

Hidupnya itu terbilang cukup keras dan suram juga penuh akan adegan berdarah yang selalu mempertaruhkan nyawanya.

Bersyukur saja karena Shin [Name] hanyalah seorang kesatria yang tak bisa sembarangan membunuh orang begitu saja.

Gadis itu cukup berpendirian kuat dalam prinsipnya yang berupa 'Takkan mengganggu jika orang lain juga tak mengganggunya' dan 'Membunuh jika orang itu memang pantas tuk dilenyapkan'.

Sungguh berbeda sekali dengan Choi (Name) yang tumbuh besar menjadi sosok yang berhati dingin dan kejam, sebab tuntutan dari pekerjaannya dan juga sebagai perlindungan untuk dirinya sendiri yang hanya tinggal sebatang-kara.

Bruk!!

Pedang itupun seketika terlepas dari tangannya dan jatuh ke atas bebatuan yang menjadi tempat gadis itu berpijak.

{Nona, ada apa?} Tanya Zero dikala sang nona nampak teralihkan oleh sesuatu, sehingga membuatnya secara tak sengaja menjatuhkan pedangnya dan itu nyaris saja menimpa kaki gadis itu.

[Name] mengusap sekilas wajahnya. "Bukan apa-apa, aku hanya... Teringat masa lalu yang kurang menyenangkan tadi." Jawabnya sambil tersenyum tipis dan meraih kembali pedangnya yang terjatuh.

{Baiklah}

{Ngomong-ngomong nona... Di arah jam 9, seseorang─}

"Aku tahu, biarkan saja." Sela [Name]. "Selagi dia hanya diam saja disana, aku tak perlu terlalu memikirkannya."

"Lagi pula aku tidak merasakan hawa membunuh darinya, jadi tak usah terlalu di cemaskan."

{Baik}

Segera setelahnya [Name] pun kembali melanjutkan latihannya dengan mengabaikan seseorang yang tengah mengintipnya dari sebrang sana.

'Lihatlah aku sepuasmu, tapi jangan jatuh cinta karenanya.'

'Sebab hatiku sudah memilih dia, seseorang yang mungkin sedikit sulit untuk kugapai.'




TBC

Hwarang X ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang