Keesokan harinya (Name) atau yang sekarang kita panggil [Name] pun kini tengah berada di ibukota menemani Ah-Ro yang akan bekerja.
Tepatnya bukan menemani sih tapi [Name] asli dulunya suka ikut bersama Ah-Ro untuk menjaga gadis itu dari marabahaya sebagai balas budinya kepada keluarga Ah-Ro yang sudah mau menampung dirinya di dalam keluarga mereka.
"Hmm, kira-kira aku bisa memikat Raja nggak yah?" Gumam [Name] pelan sambil mengikuti Ah-Ro yang berjalan di depan, sedangkan dirinya sengaja berjalan di belakang mengikuti kebiasaan si pemilik tubuh yang selalu bersikap layaknya pengawal pribadi Ah-Ro ketika keduanya di tempat umum.
Ngomong-ngomong soal Shin [Name] yang berasal dari Klan Ohwi, tidak ada yang tahu itu selain Ah-Ro dan Ahn Ji Gon. Jadi masyarakat diluaran sana mengenalnya hanya sebagai seorang kesatria wanita yang berasal dari negeri yang jauh dan juga sahabat dari Ah-Ro.
Identitas sebagai anak dari tetua Klan Ohwi tersembunyi dengan rapat, mungkin hanya beberapa orang saja yang bisa mengetahuinya.
Dan soal Klan Ohwi banyak orang yang tahu tentang Klan tersebut, tentu mana mungkin tidak mengenalnya. Saat Klan tersebut begitu disegani dan terkenal pada masa kejayaannya, namun setelah Klan itu hancur banyak orang yang bertanya-tanya kemana perginya anak dari tetua Klan Ohwi.
Apakah masih hidup ataukah sudah mati ketika tragedi pemberontakan kelam itu terjadi di beberapa tahun yang lalu.
"[Name]," Panggil Ah-Ro, seketika membuyarkan lamunan sang empunya. "Ya?" Sahut [Name] dengan nada datar, mengeratkan genggaman tangannya pada pedang di tangan.
"Kita sudah sampai." Kata Ah-Ro membuat [Name] yang mendengar pun menatap sekitar untuk sejenak sebelum kembali menatap sahabatnya itu.
"Padahal kau tak perlu selalu memberitahuku seperti ini, meski mataku tertutup tapi aku masih bisa melihat dunia dengan jelas seperti dirimu." Kata [Name] sambil mengusap sekilas surai hitam Ah-Ro.
"Ah... Maaf, aku selalu lupa tentang itu." Ucap Ah-Ro sambil tersenyum tidak enak, merasa bahwa apa yang dia lakukan telah menyinggung sang sahabat.
"Sudahlah, tak apa." Ujar [Name] sambil tersenyum, tanda bahwa dia sama sekali tak mempersalahkannya.
"Kau mau menunggu disini seperti biasanya? Atau─"
"Aku ingin berjalan-jalan sebentar, bolehkan?" Sela [Name].
Ah-Ro sontak mengernyit. "Siapa yang bilang tidak boleh? Aku malah selalu memintamu untuk melihat-lihat pemandangan disini, tapi kau selalu menolaknya dengan berbagai alasan ckck." Ucapnya sambil menggeleng-gelengkan kepala, teringat dengan bagaimana [Name] yang selalu menolak untuk pergi dari sisinya. Karena katanya dia bisa saja dalam bahaya, padahal dia sedang ada di tempat umum jadi mana mungkin ada bahaya kan? Pikirnya.
[Name] lantas nyengir. 'Bukan aku sih tapi itu kan si dia dulu yang begitu, kalau aku sih nggak begitu.' Batinnya.
"Yasudah, aku pergi dulu. Kalau ada apa-apa, teriak saja oke?"
"Iya iya! Sudah sana pergi."
[Name) terkekeh pelan dikala melihat wajah cemberut Ah-Ro yang tampak menggemaskan.
Mengusap sekali lagi rambut Ah-Ro sebelum kemudian beranjak pergi dari sana meninggalkan Ah-Ro yang menatap rumit dirinya.
"Dia memang aneh."
_o0o_
Dan disinilah sekarang [Name] berada di sebuah pasar dengan beberapa orang yang sesekali terlihat mencuri pandang padanya.
Mungkin karena melihat dirinya yang menutup kedua mata dengan kain putih membuat orang-orang mengira bahwa dia adalah seseorang yang buta, tetapi dikala melihat dirinya berjalan dengan begitu lancar tanpa bantuan tongkat tentunya membuat banyak orang bertanya-tanya.
Terlebih kala melihat gadis itu membawa pedang di tangannya, beberapa orang yang tahu tentang gadis itupun lantas bergosip dan mengatakan bahwa [Name] adalah seorang kesatria wanita yang memang sedikit unik.
"Meski matanya tertutup seperti itu, namun dia bisa mengayunkan pedangnya dengan sangat tepat."
"Dan rumornya dia bukanlah orang yang buta, tapi entah kenapa dia menutup matanya."
"Aku pernah menyaksikannya bertarung, jadi kalian tak perlu meragukan informasi ini."
"Dia benar--benar hebat lho."
"Sungguh? Aku jadi penasaran."
Dll
[Name] yang tengah di gosipkan pun hanya diam namun ujung telinganya tampak memerah, memang tidak terbiasa jika dibicarakan seperti itu terlebih jikalau ada kalimat pujian untuknya.
Meski [Name] yang dipuji, tetap saja kan sekarang dialah yang menempati raganya. Juga jangan lupa dirinya ini juga tak kalah hebat dengan sang pemilik raga terdahulu.
Di tengah perjalanan tak sengaja [Name] bertabrakan bahu dengan seorang pemuda berwajah tampan yang sayangnya sedikit tertutupi oleh noda kusam pada wajahnya karena tidak terawat dengan baik.
"Ah m-maaf! Saya tidak sengaja." Ucap si pemuda lebih dulu sambil menatap orang yang tak sengaja dia tabrak.
Moo Myung, lelaki itu seketika terdiam saat melihat orang yang ditabraknya adalah seorang perempuan dan dia tengah mengenakan penutup mata tak lupa ada pedang di genggaman gadis itu.
[Name] yang melihat sosok Moo Myung dan Mak Moon yang ternyata ada di samping lelaki itu juga pun sontak hampir terpekik kaget namun untungnya dia dapat menahan diri agar tak kelepasan.
Tersenyum dia pun berkata dengan tenang. "Tak apa, saya juga tidak berhati-hati tadi." Ucapnya.
"Kalau begitu, saya permisi." Pamit [Name] menunduk sedikit sebelum kemudian berbalik dan melanjutkan perjalanannya.
Moo Myung dan Mak Moon yang ditinggalkan pun tampak terdiam dengan Mak Moon yang ternganga lebar ketika melihat rupa gadis barusan.
Meski bagian matanya tertutup tapi jelas sekali kalau gadis tadi memiliki paras yang rupawan.
"Bukankah dia sangat cantik?" Tanyanya sambil menyenggol Moo Myung yang masih diam. "Bahkan suaranya tadi terdengar sangat halus, wah kalau aku menikah nanti. Aku ingin istri sepertinya."
Perkataan Mak Moon itupun sontak menyadarkan Moo Myung dari lamunannya, mendelik jijik pada sang teman yang bisa-bisanya berkata seperti itu dengan percaya dirinya.
"Bangunlah nak, mimpimu terlalu tinggi." Katanya seakan sedang berpetuah sambil menepuk-nepuk pundak Mak Moon dengan wajah iba yang dibuat-buat.
Mak Moon sontak menatap jengkel.
Moo Myung pun lekas melarikan diri sebelum Mak Moon mengamuk padanya.
"Yak!!"
"Hahaha." Moo Myung tertawa puas sambil terus berlari menghindar dari kejaran Mak Moon, sebelum akhirnya dia kena karma dan jatuh tersungkur mencium tanah dengan sangat romantisnya.
Mak Moon yang melihat pun lantas langsung terbahak-bahak sampai dia jatuh terduduk memegangi perutnya yang kram karena tertawa dengan kerasnya.
Moo Myung sontak mengumpat dan lekas berdiri lalu kemudian menendang bokong Mak Moon hingga kini temannya itulah yang tersungkur ke tanah.
Setelahnya dia pun beranjak pergi begitu saja dengan wajah yang memerah karena rasa malu yang ingin sekali membuatnya mengubur diri hidup-hidup.
"Stress, semoga cepat sembuh kalian."

KAMU SEDANG MEMBACA
Hwarang X Reader
RomanceIni adalah cerita tentang seorang gadis bernama (Name) yang mengalami transmigrasi ke tubuh seorang gadis berwajah sama dengannya. Hanya saja mereka berdua berbeda dimensi, ketika yang satu berasal dari dunia nyata. Maka yang satu lagi berasal dari...