"Asahi"

263 51 5
                                    



























PRAAANKKKK!

Suara pecahan vas yang terbanting cukup keras itu menggema dengan sangat nyaring, ukurannya vas yang cukup besar bahkan bisa dengan mudah dibanting oleh lengan kurus Asahi yang kini tengah meremas rambutnya kedua dengan tangannya sendiri.

Suara nafas berat yang memburu terdengar begitu keras dari Asahi, buku tangan asahi sampai memutih saking kerasnya ia meremas rambutnya sendiri dan menariknya tanpa merasa sakit.

"Asahi... Asahi udah sa...," seorang wanita yang lebih tua dari Asahi datang dengan terburu buru mencoba menahan kedua tangan Asahi dan melepaskan cengkramannya. "Sa... ini kakak, tenang yaaa... ayo kita ke kamar." Ucap wanita itu dengan selembut mungkin, memberikan usapan digenggaman tangan Asahi yang perlahan melonggar.

Sementara di sudut ruangan lain, seorang wanita yang jauh lebih tua hanya berdiri dengan kedua tangan dilipat didepan dada menatap Asahi yang mengamuk sejak tadi.

"Bawa dia ke kamar dan suruh dia minum obatnya," ucapnya lalu berlalu pergi begitu saja meninggalkan darah dagingnya sendiri yang tengah terlihat sanagat hancur akibat ulah seseorang yang dipanggil mama itu.



Asahi sudah berbaring dikasurnya, ada sedikit luka dilengan Asahi akibat pecahan vas yang terpental ke arahnya namun sudah diobati oleh manajernya yang sejak tadi merawatnya.

"Mau kakak temenin tidur?"

Asahi menggeleng, ia lebih memilih menutup seluruh tubuhnya hingga kepalanya dengan selimut. Rasa kantuk efek obat penenang yang ia minum rupanya sudah beraksi membuat Asahi tak lama terlelap.


Pagi datang terasa begitu cepat, Asahi membuka matanya dengan perasaan hampa seperti itulah kehidupan Asahi selama beberapa tahun ini. Ia hanya terlihat seperti manusia lainnya saat berada didepan publik. Selebihnya Asahi tidak lebih dari mayat hidup, tanpa harapan, tanpa pilihan, dan tanpa kebebasan.

Hanya butuh waktu beberapa menit untuk Asahi bersiap, ia sudah duduk disofa kamarnya menunggu manajernya datang. Asahi sudah tidak punya keinginan untuk melawan jalan hidupnya, ia sudah mulai terbiasa dikekang sampai rasanya hidupnya bukan miliknya sendiri.

Asahi pernah melawan, mencoba hidup seperti orang lain. Tapi Asahi kembali kesini, tidak pernah ada tempat untuk dirinya diluar sana ia hanya harus bertahan disini entah sampai kapan.





Menatap jendela besar dari ruangan kerjanya yang berada di lantai yang cukup tinggi. Jaehyuk belum berniat memulai pekerjaannya pagi ini, padahal ada banyak data pasien yang harus ia evaluasi. Jaehyuk menatap sebuah billboard iklan produk kecantikan yang terpajang tepat didepannya, menampilkan wajah yang selalu Jaehyuk rindukan, wajah yang selalu menjadi bayang bayang Jaehyuk sampai ia bisa berada diposisi ini.

"Mungkin gak ada salahnya kalau saya coba."

Jaehyuk fokus dengan pikirannya sendiri, hingga suara pintu yang terbuka membuat Jaehyuk terkejut.

"Hayo ngelamunin apa itu?" Ucap Rose meletakkan sebuah kotak bekal diatas meja Jaehyuk dan duduk disofa yang ada disana. Jaehyuk segera menghampiri mamanya dan duduk disamping Rose.

"Gak ada kok ma, makasih ya bekalnya tadi lupa bawa."

Rosè tersenyum mengangguk menjawab ucapan anak sulungnya itu. "Kalo ada masalah dan butuh bantuan bilang yaa sayaang ke mama atau papa," ucap Rosè dan memberikan usapan lembut di kepala Jaehyuk.

Dengan senyum diwajahnya Jaehyuk menggangguk membuat Rosè sangat senang.

"Ma, acara Gala Dinner yang waktu itu mama ceritain jadi?"

MY FAVORITE NERDY || JaesahiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang