14. Kallister

1.6K 96 6
                                    

Sore hari suasana di kamar Kael cukup ramai, karena kemarahan empunya yang terus memojokkan Kallan, sampai menghajarnya habis-habisan.

Pria itu menyalahkan keberadaan Kallister yang lagi-lagi muncul dan membuat masalah. Ia kesal pada Kallan yang dirasa tidak becus dalam mengurus Kallister.

Bugh!

Satu pukulan melayang di pipi kanan Kallan. Setidaknya satu pukulan ini bukanlah apa-apa di bandingkan dengan apa yang telah di perbuatanya.

Kesal karena adiknya tak membalas, ia sampai mencengkram kerah baju Kallan, dan kembali melayangkan pukulan telak di wajahnya.

"Sudah berapa kali aku bilang hah! Kenapa Kallister bisa datang lagi?! Bukannya kamu bilang dia sudah lenyap kenapa masih ada sialan!"

Jika saja itu Kallister, sudah jelas dia tidak akan tinggal diam, dan membalas perbuatan Kael dengan setimpal.

Kallan kesal di perlakukan dengan kekerasan, sampai akhirnya ia menendang tubuh Kael. Pria itu sampai mundur dua langkah.

Dengan napasnya yang menderu, Kallan mengatakan. "Kak asal lo tau, aku gak bisa kondisikan tubuhku sendiri! Kalo Kallister datang aku bisa apa?"

Tatapan kesalnya masih tertuju pada Kael, ia juga lelah karena terus-terusan di perlakukan begitu kasar oleh kakaknya.

Ah, tidak hanya oleh sang kakak, tapi ayahnya juga berlaku demikian. Kallan mencengkram kerah bajunya sendiri, seolah marah pada dirinya sendiri.

"Tubuh ini, tubuh ini yang terus kakak salahkan?! Aku nggak bisa sepenuhnya menguasainya kak! Bukannya aku lemah! Tapi memang kita ada di satu tubuh! Jadi aku tidak bisa mengontrol kapan Kallister datang dan pergi sesuka hati!"

Kallan menjambak rambutnya sendiri dan mengacak-acaknya, ia frustasi. "Kamu pikir aku nggak gila dengan keberadaan Kallister hah?!"

"Dia! Si sialan Kallister ini," tunjuknya pada dirinya sendiri sambil menekan dadanya cukup keras.

"Setelah bikin beberapa orang mati dalam keadaan paling mengerikan. Dia justru main pergi begitu saja,"

"Dia bikin aku gila kak, kamu tau sendiri aku takut melihat banyak darah! Tapi Kallister..." Ucapan Kallan menggantung. Lelaki itu menggeleng samar, tatapannya kosong menatap Kael yang berdiri menatap nyalang padanya.

"Dia sama gilanya kayak kamu!"

"Aaaarggh! Sialan! Lagian kenapa harus aku yang di lahirkan memiliki kepribadian ganda hah?!" Kallan mengacak-acak rambutnya, saking frustasinya ia berteriak begitu kencang dalam kamar Kael.

Ingatan tempo hari, masih menyiksa pikirannya, darah, daging, tangan terpotong, dan potongan kepala tanpa mata. Ingatan mengerikan itu masih berkelebat di pikirannya. Dan itu semua karena perbuatan Kallister.

Kallan kesal, dirinya sudah bolak-balik ke psikiater untuk memusnahkan kepribadian gandanya yang bernama Kallister. Tapi usahanya mustahil, jiwa Kallister benar-benar pintar dalam memanipulasi seseorang.

Dan itu yang paling dia takutkan. Kallan takut... Kalau tubuhnya sepenuhnya akan di kuasai Kallister. Apalagi jiwa Kallister muncul tanpa ia duga.

Kael mengambil pisau lipatnya. Ia memutarnya begitu lihai di antara kedua jemarinya. Senyuman liciknya terukir, ia menunjuk adiknya sendiri dengan ujung pisau lipatnya.

Dalam hitungan detik, Kael langsung melemparkan pisau itu ke kepala adiknya. Namun yang teertancap pisau adalah papan target yang ada di belakang kepala adiknya.

Kallan ambruk. Ia terduduk di lantai, meraup wajahnya kasar. Ia menangis seperti anak kecil, ia benar-benar ketakutan dengan tindakan kakaknya sendiri.

Kael menynunggingkan senyum, merendahkan. Ia merajut langkah menghampiri adiknya, dan menepuk pundak kiri adiknya dua kali. "Kamu terlalu lemah Kallan."

KAELVOSSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang