Nabila tersenyum kecil, lalu mematikan telepon tanpa membalas kata-kata terakhir Paul. Nabila segera mengirim pesan kepada grup WhatsApp yang berisi Syarla dan Salma, meminta mereka untuk menutupi kebohongannya jika Paul bertanya. Mereka berdua setuju, dan Nabila akhirnya merasa lega. Malam itu, dengan hati yang bercampur aduk, ia menatap langit-langit kamarnya, memikirkan apa yang akan terjadi besok.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Keesokan harinya, seperti yang sudah direncanakan, Nabila dijemput oleh Angga. Mereka bertemu di parkiran minimarket sesuai instruksi Nabila malam sebelumnya. Nabila tersenyum saat melihat Angga yang sudah menunggunya.
Namun, tanpa sepengetahuan mereka, di seberang jalan, Paul duduk di dalam mobilnya, mengamati setiap gerakan mereka dengan mata penuh amarah dan kekecewaan.
"Bener dugaan gue," gumam Paul pelan namun penuh emosi. "Mereka ketemuan. Sialan."
Paul memutuskan untuk mengikuti mobil Angga dari belakang. Mereka berhenti di Gultik Raja, tempat biasa Nabila dan Angga makan. Dari dalam mobilnya, Paul memperhatikan setiap detail. Nabila yang terlihat santai memesan makanan, mengobrol, bercanda, dan tertawa dengan Angga, seolah-olah tak ada yang salah.
Kemarahan Paul semakin memuncak. Tak mampu lagi menahan diri, ia keluar dari mobil dan menghampiri mereka. Langkahnya tegas, suaranya menggema dengan penuh kemarahan.
"Nabila Jasmeen Sankara. Pulang dan ikut aku sekarang!" ucap Paul, suaranya tegas, membuat semua orang di sekitar menoleh.
Nabila yang sedang minum langsung tersedak. "Paul?" Ia terkejut, wajahnya pucat. "Kok bisa di sini?" tanyanya dengan nada kebingungan.
Paul tidak menjawab pertanyaan itu. Ia menatap Angga tajam, amarahnya semakin memuncak.
Paul yang sudah tidak bisa lagi menahan emosinya, langsung meluapkan kemarahan kepada Angga. "Lo bodoh, tolol, atau gimana sih? Lo gak ngerti bahasa manusia? Udah gue peringatin buat jauhin pacar gue, Angga!" serunya dengan nada penuh amarah. Orang-orang di sekitar mulai memperhatikan, tapi Paul tidak peduli.
Angga, yang sejak tadi diam, mencoba menjawab dengan nada yang sedikit gemetar. "Gue masih sayang sama di-"
Namun, sebelum ia bisa menyelesaikan kalimatnya, Paul dengan cepat memotong. BUG! Suara tinju menghantam wajah Angga, keras dan penuh emosi. Angga terhuyung ke belakang, terkejut oleh pukulan itu.
"Bacot, sampah!" kata Paul dengan marah, wajahnya memerah, napasnya tersengal karena kemarahan yang tak terbendung.
Nabila yang menyaksikan kejadian itu, hanya bisa terpaku. Tubuhnya gemetar, lidahnya kelu, tak mampu mengeluarkan sepatah kata pun. Paul menoleh ke arahnya, tatapan penuh kekecewaan menghujam tajam ke dalam matanya.
"Ikut aku," ucap Paul dingin. Nada suaranya penuh otoritas, seolah menolak segala bentuk pembelaan. Dia langsung menarik tangan Nabila dengan kuat, tanpa memberikan kesempatan bagi Nabila untuk berbicara atau menjelaskan apa pun.
Nabila terdiam, kepalanya dipenuhi rasa bersalah dan kebingungan. Tanpa bisa melawan, ia mengikuti Paul yang terus menariknya pergi. Tubuhnya bergerak, tapi pikirannya kacau, merenung dalam-dalam tentang apa yang akan terjadi selanjutnya. Perasaan Nabila campur aduk antara takut dan bingung menghadapi reaksi Paul yang begitu meledak-ledak.
Di belakang mereka, Angga masih terduduk, memegangi wajahnya yang kini terasa nyeri akibat pukulan tadi. Pandangannya kosong, dan situasi itu meninggalkan luka tak hanya di fisik, tetapi juga di hatinya.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Paul membuka pintu mobil dengan gerakan cepat, menarik Nabila masuk tanpa sepatah kata pun. Suasana tegang, dan suara pintu mobil yang dibantingnya menambah tekanan yang tak terlihat. Di kursi penumpang, Nabila duduk terdiam. Baru kali ini ia melihat Paul begitu marah, dan jujur saja, rasa takut mulai menjalar ke seluruh tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Queen and A Big Boy
FanfictionPaul Rafka Kavindra, seorang lelaki "kaya raya" yang tertarik dengan seorang Nabila Jasmeen Sankara. "Jangan marah-marah terus" Ucap Paul kepada Nabila dengan lembut "Berisik, emang lo siapa berani ngatur-ngatur gue?!" Ucap Nabila dengan penuh emos...