Tangkai Dua

198 43 18
                                    

Taufan ngerebahin diri di kasur. Hari ini bikin capek, apalagi habis disatir sama Pangeran Mahkota yang angkuhnya amit amit itu. Makin capek rasanya.

Kalau keluar dari kamar, riuh pesta masih terdengar. Mereka tu apa nggak capek, ya? Apalagi yang udah kakek kakek, apa nggak sakit pinggang?

Tapi Taufan masih mikirin lagi soal Pangeran Mahkota. Dia tuh apa apaan, sih? Nggak bisa ya jaga image di depan bangsawan lain gitu lho. Seenggaknya pura pura kek, ngapain gitu.

"Kesalnyaa! Memangnya dia pikir dia siapa, sih? Dewa? Enak saja bilang aku mengganggu. Kamu yang angkuh itu yang mengganggu, berengsek" Taufan mukul mukul bantal yang dipegangnya.

"Dikiranya aku tidak punya hati? Aku juga bukannya mau dekat dekat sama dia. Buat apa, sih?" Taufan berjalan ke kamar mandi tanpa berhenti mengomel.

He'eh, terus kena jamsker.

Ternyata Pangeran Mahkota lagi mandi dan ngedengerin Taufan ngomel dari tadi. Dia berjalan maju jadi Taufan harus mundur.

Tiba tiba, Pangeran menggenggam pergelangan Taufan. Taufan kaget, tiba tiba merasakan tekanan yang kuat dari Putra Mahkota.

Dia nggak tau ada Putra Mahkota di situ, memangnya mereka satu kamar? Apa Ini kamarnya Yang Mulia, bukan kamar Taufan?

"M-Maafkan saya, Yang Mulia. Saya kira ini kamar saya" Taufan menunduk

Putra Mahkota cuma diam dengan posisinya, kemudian melepaskan pergelangan Taufan dengan keras.

"Saya akan tidur di sofa" Putra Mahkota memberi arahan. Taufan mengangguk sambil menelan ludahnya, terus bergegas ke kamar mandi.

"GILA" Taufan memegangi pergelangan yang tadi diremas oleh Pangeran "Dia itu monster tau orang, sih!?"

Tenaganya kuat banget, pergelangan Taufan sampe merah. Kakinya lemas karena tekanan tadi, sekarang hampir nggak bisa berdiri jadinya.

Halilintar von Emilien itu...orangnya keras.

✎✎✎...

Pagi ini Taufan udah bertekad mau mempelajari dengan baik hal hal di sini. Kebiasaan mereka pasti berbeda, Taufan harus bisa beradaptasi dengan baik.

Sekitar pukul lima, Taufan menggunakan jubah hangat, bersiap berjalan jalan pagi. Pangeran Mahkota masih ada di sofa, menghadap ke dalam.

Memangnya tidur begitu nyaman, ya?

Pintu mengeluarkan suara kletak yang agak keras saat ditutup. Hanya pelayan yang terlihat di sekitar, semua orang masih tertidur.

Taufan menyisir lorong yang masih temaram hingga sampai di taman bagian dalam Istana. Semburat cerah mulai terlihat saat Taufan duduk di salah satu kursi, menikmati hawa dingin yang masih terasa di sekitar.

Hirup napas yang panjang terdengar dengan darinya. Hari ini entah bagian takdir yang mana yang akan datang padanya, Taufan hanya menyiapkan diri sejak pagi.

"Oh...Selamat Pagi" suara itu membuat Taufan menengok, lalu berdiri secepatnya saat mendapati Putri mendekat

"Selamat pagi, Yang Mulia"

"Eh, jangan formal formal, kita kan keluarga sekarang" Putri menarik lengan Taufan, mereka duduk berdampingan "Boleh aku panggil Kakak?"

"Tentu saja, Yang Mulia"

"Tidak usah formal formal, Kak. Panggil aku dengan namaku, aku Thorn" Taufan cuma mengangguk "Kakak sedang apa di sini?"

"Cuma berjalan jalan sebentar"

Mereka diam kemudian

"Apa Kakak merasa sedih?"

Taufan tidak langsung menjawab, "Mungkin iya, mungkin tidak"

Jawaban yang tidak menjawab pertanyaan Thorn itu meluncur begitu saja. Taufan memang tidak tahu dia senang atau sedih, atau sama sekali tidak merasa apa apa. Dia cuma seperti, oh, baiklah.

"Aku akan memahami Kakak, jadi bahagialah" Thorn memeluk Taufan, kemudian pergi meninggalkannya sendiri.

Pagi itu, Taufan menemukan teman pertamanya.

"Selamat Pagi, Pangeran. Nama saya Solares Everett. Posisi saya sebagai Kepala Pelayan, dan saya yang akan menjadi Pelayan Pribadi Anda. Anda bisa memanggil saya Solar"

Taufan mengangguk. Begitu dia kembali dari taman dalam, Putra Mahkota sudah tidak ada di sofa. Mungkin dia sudah pergi untuk beraktivitas. Tak lama kemudian seseorang mengetuk pintunya, itu Solar.

"Saya akan menemani Anda berkeliling sebentar, silakan ikuti saya, Yang Mulia"

Selama setengah hari, maksudnya BETULAN setengah hari, Taufan cuma berkeliling seperempat Istana Utama. Bayangin setengah hari cuma dapet seperempat bagian, anjay, reflek turu.

Karena lelah (Jelas lah anjir), Mereka pergi ke taman bagian luar dan duduk di gazebo untuk makan camilan.

Solar menjelaskan sedikit banyak soal kebiasaan dan hukum di Kekaisaran Emilien, yang meskipun tidak begitu berbeda dari Kekaisaran Iris, ada satu dua aturan yang Taufan tidak pernah dengar.

"Seharusnya Anda yang menempati posisi Putri Mahkota, mengontrol sosialita dan kehidupan sosial Kekaisaran. Tapi karena situasinya sedikit berbeda, Anda dapat membantu dengan urusan politik eksternal. Apa Anda pernah menangani masalah khusus sebelumnya?"

Taufan mengingat ingat. Sejauh yang dia tahu, selama ini dia dimanjain jadi nggak pernah megang masalah negara sama sekali. Mentok mentok cuma disuruh ngitung pengeluaran. Itupun cuma sekali, katanya takut Taufan kecapean.

"Belum pernah"

Solar mengangguk paham sambil menuangkan teh, "Jika tidak masalah buat Anda, Anda bisa mulai dari membantu saya mendata persediaan darurat untuk rakyat dan sebagainya"

Kalau mendata aja sih, seharusnya bisa

"Kalau begitu, tolong bimbingannya Solar"

"Dengan senang hati, Yang Mulia"


Setengah hari kemudian dipakai lagi untuk berkeliling seperempat bagian lainnya dari istana. Jadi satu hari itu mereka cuma dapet setengah bagian Istana.

Taufan lelah, rasanya mau langsung copot kaki terus turu sampe bulan depan.

Menjelang malam, Solar mengantarkan Taufan ke kamarnya. Lorong panjang yang mulai temaram itu terlihat cantik disinari cahaya lentera petromaks dan cahaya bulan.

Di ujung sana, Taufan bisa melihat Halilintar juga berjalan ke arahnya. Hubungan mereka yang jelas belum akur membuat Taufan sedikit menunduk, dan mereka berdua sama sama berhenti setelah berjalan 5 meter satu sama lain.

"Selamat Malam, Yang Mulia" Taufan tetap menurunkan pandangannya. Tapi Halilintar hanya diam dalam waktu yang cukup lama, kemudian berjalan melewatinya begitu saja.

Setidaknya, seseorang di belakangnya menyapa balik Taufan, "Selamat beristirahat, Pangeran" Taufan menyapanya balik dengan senyuman.

"Yang Mulia akan tidur di mana malam ini, Solar?" Taufan bertanya seiring langkahnya kembali menggema di lorong,

"Putra Mahkota tetap akan tidur bersama Anda hingga Anda diberikan akses menuju Istana Putri Mahkota, Yang Mulia"

Taufan cuma diam menanggapi itu.

ECHOES FROM THE FORGOTTEN || BL HALITAU FANTASY AU-Boboiboy Elemental ShipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang