Matahari begitu terik sepertinya.
Bukankah seharusnya sekarang masih malam?
Kamu melihat ke sekelilingmu. Tempat yang begitu asing. Bunga mawar dan biru di sekitarmu terlihat begitu cantik, mengapa ya?
Sepertinya jenis mawar ini berbeda dari yang ada di Kekaisaran. Mawar mawar ini terlihat lebih hidup dan harumnya lebih pekat.
Apa kamu boleh berada di sini? Lagipula, bagaimana dan kenapa kamu bisa ada di sini? Seharusnya kamu telah terlelap di alam bawah sadar.
"Halilintar!" Suara yang begitu familiar. Tapi kamu tak menyukai suara itu, bagaimana ini apakah kamu akan menoleh?
Eh tidak perlu deh, kan yang dipanggil bukan kamu
"Burungnya di sana, Halilintar! Sini cepat!" Ketika kamu menoleh ke belakang, Taufan sedang melepaskan sepatunya, bersiap naik ke sebuah pohon besar.
Kamu mengerutkan dahimu, berjalan mendekat perlahan, "Apa yang kamu lakukan di sana, Taufan!" Kamu mulai berlari kecil saat dia benar benar naik ke atas pohon itu.
Beberapa meter, tiba tiba saja kamu terbentur sesuatu. Rasanya seperti penghalang kaca transparan yang menghalangi. Kamu mencoba memanggil Taufan, menyuruhnya turun dari sana, tapi dia seperti tak bisa mendengarmu.
Entah dia mendiamkan kamu, atau benar tak mendengar kamu.
Beberapa saat, seseorang memanggil Taufan. Lagi, suara itu terdengar sangat familiar untukmu. Mungkin karena memang itu suaramu.
"Turun, Taufan! Biar aku saja yang naik!" Orang itu benar benar mirip seperti dirimu, bahkan bisa jadi itu adalah kamu sendiri.
Tinggi, bentuk wajah, bentuk tubuh, suara, fitur wajah dan segalanya benar benar seperti kamu.
"Turun, hei!"
Meskipun begitu, dia melihat ke atas, melihat Taufan dengan wajah yang sangat khawatir. Pohon itu memang tinggi, kalau jatuh, bukannya mustahil kalau ada salah satu sendi yang akan terkilir.
Kamu diam melihat keduanya. Tak ada kalimat yang ingin kamu keluarkan, kamu tak lagi peduli dengan kaca transparan, mengapa kamu ada di sini, dan sebagainya. Kamu hanya peduli siapa orang yang begitu mirip denganmu, dan mengapa dia begitu perhatian pada Taufan.
Begitu Taufan turun, Halilintar dua mengecek beberapa sisi tubuhnya, kemudian menyuruh Taufan menunggu di bawah pohon karena alat piknik mereka tertinggal di tempat lain.
Alat piknik?
Burung yang menjadi tujuan Taufan naik ke atas pohon adalah sebuah burung Dara. Di tangan Taufan, burung itu tenang sekali kelihatannya. Taufan membuka salah satu kakinya, mengecek sebuah luka yang ada di sana.
Setelah itu, Taufan hanya mengelus-elus kepala burungnya dengan senyuman yang tanggung.
Pernahkah kamu melihatnya tersenyum seperti itu? Pernahkah senyum itu ditujukan untukmu? Mungkin saja pernah, hanya saja kamu terlalu tidak peduli untuk menyadarinya.
"Yang Mulia, apa yang Anda lakukan di sini?"
Kamu sedikit tersentak, "Kamu bisa melihatku?"
Taufan tidak menjawabmu, dan kamu agak jengkel dengan hal itu, "Di mana ini? Dan siapa orang yang mirip denganku itu?"
"Orang itu adalah Anda, hanya saja dia mengerti caranya menyayangi orang lain yang berusaha untuknya"
Kamu terdiam,
"Anda tidak seharusnya ada di sini, Yang Mulia"
"Aku juga tidak ingin ada di sini"
Beberapa saat Taufan tidak berbicara, kamu akhirnya duduk di tempatmu, mengusap wajah dan mengutuk situasi ini. Kamu tidak tahu ada di mana, dan apa yang sebenarnya terjadi, kamu bahkan tidak tau cara kembali.
Jangankan cara kembali, cara bisa ada di sini saja kamu tidak tahu.
"Mengapa Anda membenci saya?"
Kamu tidak terkejut mendengar pertanyaan itu. Sebenarnya, kamu tidak bisa dibilang benci, kamu hanya waspada, terlalu waspada mungkin.
"Aku tidak membencimu"
"Bohong"
Wajar kalau Taufan mengira kamu berbohong, "Aku bersungguh-sungguh"
"Yang Mulia. Saat saya sampai di Kekaisaran Emilien, saya kira saya tidak akan lagi bertemu dengan orang orang yang hangat. Saya takut, takut jika saya tak bisa menyesuaikan diri, takut jika saya tidak berguna dalam perjanjian damai"
"...Saya takut tidak menjadi siapa siapa. Meski begitu, saya berusaha agar saya bisa dekat dengan semua orang. Saya berusaha mengerti tugas saya, saya mencoba menjalankan kewajiban saya"
"...Yang Mulia, baru sebentar saja saya ada di Kekaisaran ini, tapi sepertinya saya tak akan mampu berjalan bersama Anda lain kali"
Kamu mengerutkan dahimu, merasa bahwa pembicaraan kalian agak melenceng dari perkiraanmu.
"Apa maksudmu, Taufan Iris?"
"Anda tidak pernah menyakiti saya secara langsung, terimakasih. Tapi mental saya sangat lemah, Yang Mulia" Taufan menggeleng pelan, "Saya tidak pernah menerima tekanan, saya merupakan orang yang lemah, bisakah Anda memaafkan saya?"
"Sebenarnya kamu bicara apa?"
"Jika saya pergi jauh sekali dari hidup Anda, apakah Anda akan menerima saya? Apakah Anda akan berhenti menepis saya, atau berusaha membawa saya kembali? Saya sangat ingin tahu"
"...Nyatanya, meski tak pernah benar benar mengenal Anda, saya jatuh hati pada Yang Mulia. Maafkan saya"
Kamu berdiri, menggedor-gedor pembatas kaca itu dan berteriak memanggil nama Taufan. Kali ini, lagi lagi Taufan seperti tak bisa mendengarmu. Halilintar dua yang datang dengan sebuah keranjang makanan menghampiri Taufan, mengatakan betapa lelahnya dia berjalan kembali.
Setelah itu, Taufan menyuruhnya duduk di sebelahnya, bersandar pada bahu Halilintar dua sambil menutup mata.
Tersenyum.
Kamu memukul pembatas itu semakin kuat, ingin penjelasan lebih atas pengakuan Taufan Iris tadi,
"TAUFAN IRIS!" Kamu terus memanggil namanya hingga suaramu serak, tapi kemudian, tubuhmu mulai menjadi tidak kasat mata.
Kakimu tidak lagi terlihat dan kamu terus memanggil namanya.
Di akhir, dia menengok, kemudian membisikkan sesuatu, "Tuhan tidak selalu melarang manusia untuk menjadi egois"
Tak, jendela kamarmu terbuka saat kamu bangun dengan keringat di sekujur.
Mimpi yang mengerikan, ya, Halilintar? Melihat dengan mata sendiri kamu yang lain, yang menggunakan nurani.
Kata orang penyesalan itu adanya di akhir, kata orang karma itu datang bersama penyesalan.
Kata orang, kelak kamu akan menjadi seorang Tiran.
KAMU SEDANG MEMBACA
ECHOES FROM THE FORGOTTEN || BL HALITAU FANTASY AU-Boboiboy Elemental Ship
FanfictionDi Dunia ini, kita nggak sendiri. Dalam dimensi waktu yang lain, ada diri kita yang lain juga. Kehidupannya bisa berbeda tipis, atau bahkan berbeda seratus delapan puluh derajat. Taufan Iris mempelajari konsep baru soal 'penjelajah' yang katanya pe...