Tangkai Tujuh

164 26 7
                                    

Aroma melati berputar di sekitar Taufan.

Udara yang mulai menyejuk membuat teh dengan susu milik Taufan terasa begitu enak dan hangat. Solar menyiapkan segalanya dengan baik, dia terampil dalam bidang ini.

Topik yang dibicarakan tidak terlalu Taufan mengerti, tapi dia masih bisa ikut berbicara dengan sedikit dari apa yang dia tahu.

Meskipun sedikit membuat orang lain merasa tidak nyaman, Nox pintar membawa suasana, dia dapat mengendalikan dengan baik apa yang dikatakannya, itu cukup menjadi perhatian Taufan.

Setidaknya untuk beberapa saat.

"Bagaimana keadaan Blaze Reenberg?"

Taufan sedikit mengenali nama itu. Selain karena Ice de Arnauth waktu itu menyebutkan bahwa dia menikah dengannya, Solar juga menjelaskan sedikit dari biografi orang yang sering membantu strategi militer Kekaisaran.

Agak kaget mengetahui bawa Blaze Reenberg adalah seorang laki laki, terutama karena Ice de Arnauth terlihat begitu menyayanginya.

"Tentu saja dia baik, kita tidak bisa menghadapi kiamat secepat ini, kan?"

Solar tertawa kecil pada lelucon yang menurut Taufan agak seram itu. Mengapa dia membawa kiamat sebagai candaan?

Taufan terus mengikuti pembicaraan mereka, Solar menuntunnya agar mengerti dan lebih mengenal Count Reenberg lewat sana.

Saat matahari sudah lebih menarik selimutnya, barulah mereka beristirahat. Lampu lampu petromaks dan lilin mulai dinyalakan, berbaur dengan kunang kunang yang sekali dua melewati area.

Taufan menyempatkan dirinya untuk membaca buku sebentar. Dengan lilin kepala tiga, penerangannya cukup untuk membantunya melihat kalimat kalimat di dalam buku.

"Anda belum ingin tidur, Yang Mulia?" Solar menyalakan lilin aroma mawar yang Taufan suka, membuatnya lebih rileks saat membaca.

"Belum, sebentar lagi saja" Meskipun Taufan tadinya ingin benar benar membaca buku, tiba tiba dia tertarik lagi dengan Blaze Reenberg itu "Solar"

"Iya, Yang Mulia?"

"Bisa kamu jelaskan lebih banyak soal Blaze Reenberg?"

Solar mengangguk, "Blaze Reenberg merupakan putra bungsu Count sebelum Nox. Sebelum Anda datang, Kekaisaran sempat hangat membicarakannya karena dia menikah dengan Ice de Arnauth. Sama seperti Anda, mereka berdua tadinya dinikahkan secara paksa karena kontrak yang manfaatnya tidak diberitahukan ke publik."

"Sama sepertiku?"

"Sama seperti Anda. Tadinya mereka juga berkelahi terus, siang malam menunjukkan tanda permusuhan, tapi mereka akhirnya jatuh satu sama lain. Seperti yang Anda lihat sebelumnya, Ice de Arnauth sangat menyayangi kekasihnya itu. Dari sana saya punya harapan yang besar untuk Anda dan Yang Mulia Putra Mahkota."

Taufan tersentak sedikit. Memikirkan Halilintar akan bersikap seperti itu sungguh tak terlintas di kepalanya. Solar menyalakan lilin harapan palsu.

"Aku...tidak berpikir hal seperti itu akan ada di antara kami, Solar" Taufan menutup bukunya, menggeleng dengan senyuman.

"Anda tidak akan bisa kembali, Pangeran. Selamanya Anda akan ada di sini, dan Anda perlu menghabiskan hidup Anda dengan baik. Jangan menutup harapan Anda"

Meskipun intonasi Solar begitu yakin, tapi Taufan tetap meragukan hari harinya yang seperti itu. Toh, dia makan dan hidup dengan tenang merupakan standar hidup yang baik juga.

Tidak perlu terlalu halus jalannya.

"Pangeran"

Taufan menunggu Solar melanjutkan kalimatnya

"Meskipun Count bersikap ramah, tolong tetap waspada dengan beliau"

Dahi Taufan agak terlipat mendengar itu. Bukankah Solar sendiri terlihat begitu akrab dengannya?

"Saya belum bisa menjelaskan mengapa, tapi dari pengalaman saya, Anda akan mengerti sendiri nanti nanti"

Kalian berdua diam. Kretek bunyi perapian adalah satu satunya suara selama beberapa saat, hingga kemudian Solar pamit, meninggalkan Taufan sendirian di kamar.

✎✎✎...

Sejuk angin menerpa wajahnya. Taman yang indah, sungguh indah. Tapi Taufan tidak ingat dia ada di sini, bukankah dia baru saja ingin tidur?

Berjalan sedikit menuju hamparan mawar biru dan merah yang bersebelahan, aromanya menarik Taufan dengan kuat. Nyaman sekali berjalan di jalan setapak yang dilapisi rumput itu.

Tapi rasanya sepi sekali. Sebenarnya taman di mana ini?

"Taufan"

Taufan menengok. Halilintar berjalan mendekatinya. Kali ini dengan senyuman yang sungguh tulus sekali kelihatannya. Dia menyodorkan tangan, sementara Taufan tetap membulatkan matanya. Angin tetap berhembus dengan kencang, seluruh tangkai bunga bergoyang mengikuti arahnya.

Beberapa saat tangan Halilintar menggantung di udara, dia seperti baru menyadari keterkejutan Taufan

"Ada apa?" Tanyanya dengan intonasi khawatir. Dia semakin mendekat, kemudian mengelus pipi Taufan dengan lembut. Ekspresi yang menunjukkan kecemasan dan kebingungan "Taufan? Apa aku melakukan sesuatu yang salah?"

Taufan menatapnya lekat sekali, apa apaan orang ini? 

"Mengapa kamu seperti ini?" Taufan menyingkirkan pelan tangan Halilintar

"Apa maksudmu? Memangnya aku kenapa?"

Taufan menggeleng pelan sambil mencerna apa yang terjadi. Dia belum mengerti semua ini.

"Kamu tidak suka dengan taman yang aku buat untukmu?" Halilintar justru semakin menunjukkan kelembutannya

"Ini tidak benar, kamu...berhenti bermain"

"Bermain? Kamu ini bicara apa?"

"Bukan begini caranya menunjukkan ketidaksukaanmu padaku, Yang Mulia"

Halilintar tersentak, kemudian menarik sedikit tangannya. Dia menelan ludah, "Aku kira kamu memaafkanku"

"Apa?"

"Aku minta maaf untuk hari hari itu, Taufan. Berikan aku kesempatan sekali lagi, kali ini bahkan nyawapun akan aku berikan jika kamu memintaku memberikannya padamu"

"Yang Mulia,"

"Bukankah kamu sudah mengatakannya padamu kemarin, aku jatuh padamu, jangan mendorongku agar aku jauh"

Taufan tidak bergerak sedikitpun saat Halilintar memeluknya dengan erat. Hangat yang kamu rasakan dari pelukan Kak Gempa, akhirnya kamu rasakan dari orang ini.

ECHOES FROM THE FORGOTTEN || BL HALITAU FANTASY AU-Boboiboy Elemental ShipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang