TUJUH

307 41 7
                                    

TUJUH

Saat bibir suaminya hinggap di keningnya, Ai sontak memejam pelan matanya. Saat bibir basar suaminya menyentuh dan sedikit menekan keningnya, perlahan tapi pasti, kedua lutut Ai terasa gemetar di bawah sana.

Tahan. Tahann dan sabar, Ai. Pekik batin wanita itu tegas, wanita itu yang mau tak mau, mengiyakan, setuju dan sudah mengatakan, tidak keberatan pada keinginan sang suami yang ingin menikah lagi.

Sudah Ai pelajari. Dia menolak, membangkang, hanya akan merugikan dirinya sendiri. Membuat fisiknya di pukul tanpa pikir panjang oleh suaminya.

"Mass..."Ai mengelus lembut dada suaminya, dan sungguh dada Ai bergemuruh. Seharusnya tidak seperti ini. Harusnya detik ini juga, dia sudah pergi kabur dari hidup suaminya. Ini terlalu menyakitkan, terlalu menjijikkan untuk Ai jalani. Tapi apa boleh buat. Dia hanyaa anak yang berasal dari keluarga miskin. Mana sanggup dia melawan suaminya dengan tangan kosong.

"Ummmm, bentar...."gumam Aram, mssih belum melepaskan sepenuhnya ciumannya pada kening Ai.

Persetujuan Ai, kelembutan Ai bahkan permintaan maaf Ai, membuat perasaannya sangat senang saat ini. Aram juga tak percaya. Semua berjalan sesuai dengan kemauannya, dan rencananya.

Ya. Rencana. Cla... 2 minggu lalu, ingin meminta ijin terlebih dahulu pada Ai, sebelum menyebar undangan, yang langsung di tolak oleh Aram.

Aram yang tidak mau, Ai yang hanya istri keduanya, maksudnya orang kedua dalam hidupnya setelah Cla. Keluar kata yang tidak enak di dengar oleh Cla dari wanita itu---- seperti tadi, berani sekali Ai mengatakan Cla menipunya, Cla adalah perusak dalam rumah tangga mereka.

Dan sial. Amarah, kembali menyulut Aram di saat ingatannya memutar perkataan buruk Ai pada Cla.

Saking marahnya Aram. Aram menarik diri dari kening dan dari dekat Ai.

Membuat Ai bingung sekaligus lega. Tubuhnya sudabh tak di sentuh Aram lagi.

Ai menatap tepat pada mata suaminya,dan melihatnya, membuat tubuh Ai tegang.

Mata suaminya kembali terlihat tajam. Ada apa lagi ini?!

"Mas, ada apa?"tanya Ai lembut dengan senyum tipisnya. Tangannya ingin meraih tangan Aram. Tapi, Aram menghindar.

Cih. Decih batin Ai sinis.

Bagus, aku juga jijik tahu, menyentuh dan di sentuh oleh kamu sedari tadi. Bisik hati kecil Ai sinis

Aram mengusap wajah kasar dan menjawab pelan pertanyaan, Ai.

"Nggak apa-apa, Ai."bohongnya.

"Mas mau mandi, gerah....."tambahnya sambil mengipas dada dengan kerah bajunya.

Dan Ai, sedikitpun tak percaya pada ucapan suaminya. Tapi, walau begitu Ai mengangguk begitu saja. Sungguh, Ai ingin sendiri saat ini.

"Syukurlah. Ai kira ada apa. "Ai mengelus dada lega.

Aram mangguk-mangguk, masih berusaha mengontrol emosinya.

"Mau mandi bareng?"tawar Ai dengan jantung yang ingin meledak di dalam sana. Tolak. Tolak. Aku nggak sudi mandi bareng sama kamu. Bisik batin Ai penuh harap. Yang pura-pura mengajak Aram mandi bareng. Agar aktingnya yang menerima segalanya dengan tangan terbuka semakin di percaya oleh Aram.

Aram menggeleng pelan, mengukir senyum lembut pada Ai. Menjawab pelan tawaran menggiurkan Ai, andai dia sedang tidak kesal pada wanita di depannya. Jawaban akan tawaran Ai. Aram akan langsung membopong Ai ke kamar mandi.

"Udah pukul 11. Mas nggak mau kamu sakit,"sebut Aram lembut seraya membuka kancing bajunya.

Ai membuat gerakan menahan dingin dengan kepala menggangguk setuju akan perkataan Aram.

Menyesal Karena Terlambat MencintaimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang