TIGA

279 51 4
                                    


TIGA

Airani bangun  dari dudukkannya, tv yang masih menyala dengan volume kecil, tidak lupa dia matikan,  sebelum melangkah menuju kamarnya, wanita itu menghapus air mata yang membasahi pipinya.

Senyum lebar terbit begitu indah di kedua bibirnya dengan kaki yang sudah melangkah mendekati kamar mereka.

Dia tidak perlu menenangkan diri seperti ucapan suaminya. Kan, semua yang dia lihat dan dengar dari mulut suaminya, pasti hanya candaan esktreem suaminya. Suaminya ingin meng-prank dirinya. Kan saling prank antara suami istri bahkan antar sepasang kekasih, sedang viral-viralnya saat ini.

"Mas, Aram..."panggil Airani dengan nada ceria  nama suaminya. Sang suami yang sedang duduk membelakanginya di sofa yang ada di depan ranjang, sambil menatap serius pada layar ponselnya. Anak mereka sultan, masih terlelap di dalam box bayinya.

Mendengar panggilan dari sang istri,  Aram mengalihkan tatapan  dari layar ponselnya. Membalikan badannya kaku kearah asal suara yang ada di belakangnya.

Raut muka Aram yang ceria, dalam sekejap berubah marah, kesal.

Airani memandang dengan senyum lebar wajah tampan suaminya, tetapi hatinya terasa sakit melihat wajah suaminya yang tidak ada keramahan sedikitpun saat ini padanya. Dengan ragu-ragu, Airani melangkah mendekati suaminya. Dia sudah berdiri tepat di samping suaminya saat ini.

Please, Mas. Jangan bercandain aku lagi. Buang raut wajah marahmu. Aku nggak suka di prank seperti saat ini. Please. Ucap batin Airani penuh harapan.

"Mas Aram."panggil Airani lagi sendu. Sambil memilin-milin ujung bajunya.

Airani tertegun melihat sang suami yang air muka dan mikik wajahnya semakin marah saat ini. Airani mengulurkan tangan dinginnya mendekati wajah sang suami. Dia ingin mengelus kening berkerut sang suami. Mungkin dengan elusannya, suaminya yang tempramnetal saat ini, bisa kembali lembut. Tetapi, sekali lagi, Airani harus di hantam oleh fakta yang sangat menyakitkan, di saat tangannya di tepis dengan  lumayan kasar oleh sang suami.

"Sudah mas bilang, tenangkan dulu dirimu,  stabilkan emosimu, buang sifat egoismu, baru temui mas dalam kamar. Biar kita  bisa bicara dengan kepala dingin."mulut Aram berucap dengan nada yang sangat tajam dan dingin. Berhasil membuat sang istri, menutup mulutnya kuat menggunakan kedua tapak tangannya.

Mata sendu Airani, berubah menjadi  penuh tanya, kebingungan serta shock.

Apa suaminya nggak salah? Meminta dia menstabilkan emosinya? Seingatnya, dia tidak mengeluarkan atau menunjukkan emosinya yang menggebu-gebu sedari tadi. Malah, sebaliknya lah, suaminya yang selau menggebu-gebu sedari tadi.

Dalam keheningan singkat yang tercipta, bersamaan dengan Airani yang mendudukkan dirinya di samping sang suami. Masih mencoba berpikiran positif.  Ponsel  Aram tiba-tiba berbunyi dengan keras. Dan Aram, mengangkat cepat panggilan itu, bersamaan dengan Aram yang bangun dari dudukkannya, melangkah mendekati jendela dengan ponsel yang sudah menempel di depan  telinganya. Senyum sendu, muncul lagi  pada kedua bibir dan raut wajah Airani. Suaminya yang berbicara dengan  berbisik-bisik di depan sana, seakan tidak mau, dia mendengar dan mengetahui siapa suaminya menelponnya saat ini.

Melihat sang suami yang sudah selesai dengan ponselnya. Airani dengan cepat, bangun dari dudukkannya, mendekati suaminya yang masih berdiri membalakanginya, menatap pemandangan di bawah sana. Yang langsung tertuju kearah taman besar dan segar rumah mereka.

Airani menjatuhkan dirinya di atas lantai, berdiri dengan tak gentar menggunakan kedua lututnya. Pelan-pelan dan ragu, membawa kedua tangan dinginya pada perut suaminya, memeluk dengan sangat erat pinggang sang suami yang terasa sangat kaku saat ini. Sedetik, dua detik sampai lima detik berlalu, Airani menunggu suaminya membalas pelukannya dengan cara mengelus-ngelus tangannya seperti biasa, tapi kali  ini, tidak Airani dapatkan. Suaminya berdiri bagai patung hidup tanpa suara, membuat Airani takut, tetapi sebisa mungkin, dia berhasil membuang dan menekan rasa takutnya.

Menyesal Karena Terlambat MencintaimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang