Elano : 4

752 39 2
                                    

"Kenapa kau menunjukkan ekspresi ketakutan seperti itu kak? Bukannya dulu kau selalu menampilkan ekspresi sombong kepadaku?" Tubuh Zora terasa sangat kaku dan dingin disaat yang bersamaan. Seperti diselimuti oleh balok es yang membeku ditubuhnya.

"Sebut namaku kak, aku tau kau mengingatku" ucapnya.

Lelah menunggu karena Zora hanya diam. Tangan kekar itu mencekik leher Zora hingga membuatnya sesak nafas.

"Aku sudah memintamu secara baik-baik bukan?"

"L-lan-o" Zora kesusahan untuk berucap. Ia menghirup udara banyak-banyak saat tangan itu sudah terlepas dari lehernya.

"Once more.."

"Elano"

"Your so cute baby..." pipi Zora diusap lembut oleh tangan Elano. Laki-laki itu tersenyum. Matanya menatap Zora sayu namun gadis itu dapat melihat kilauan penuh obsesi dari mata itu.

Elano merawat Zora dengan baik. Gadis itu dikompres dahinya sampai malam tanpa henti. Lano juga menyuapi Zora dengan sabar walaupun kadang ada perlawanan kecil dari gadisnya itu.

"Tidurlah, aku akan menjagamu disini" ucapnya setelah melihat jam weker yang menunjukkan pukul sepuluh malam.

"Ti-tidak... kau bisa pergi karena tubuhku merasa baik berkatmu" tolaknya.

Elano merasa marah karena gadisnya mengusir dirinya namun ia juga merasa senang saat gadisnya itu berkata kalau ia sudah baikan karena dirinya juga.

"Kalau begitu..." Lano beranjak dari duduknya ia pun memindahkan Zora ke sisi kasur gadis itu dulu dengan cara menggendongnya lalu ia tidur disampingnya ".....tidur. atau aku tiduri" ucapnya.

Zora terkejut lalu dengan cepat memejamkan matanya. Namun ia masih tidak bisa tidur karena disini sangatlah sempit. Kasurnya hanya muat untuk satu orang saja namun orang disampingnya ini malah dengan tidak sopannya ikut tidur juga. Apalagi badannya sangat besar dan jika dibandingkan tubuhnya mungkin Zora bisa dikalikan tiga.

Merasa gadisnya terus saja bergerak, Lano memiringkan tubuh Zora paksa untuk menghadapnya dan menenggelamkan kepala kecil gadis itu ke dadanya. Menepuk-nepuk punggung kurus gadis itu supaya bisa tidur.

>>>

Keesokan paginya badan Zora terasa pegal karena semalaman ia tidur menyamping. Gadis itu menatap kamarnya sepi. Sepertinya Elano sudah pergi dari apartemennya. Ia berusaha bangkit dari kasur namun kepalanya masih terasa pusing.

Waktu menunjukkan pukul tujuh pagi. Sepertinya tidur malam tadi sangat nyanyak, tidak biasanya Zora bangun kesiangan seperti ini. Walaupun paginya badannya sangat pegal semua.

Tangan kanannya masih memegangi kepalanya terus sambil berjalan menuju kamar mandi.

"Ohh.... Morning sweetie..."

Zora dikejutkan oleh suara serak dari arah dapur. Disana Elano tengah berkutat dengan alat-alat masak. Badannya yang besar membuat dapur itu terasa sempit.

Zora menghampiri laki-laki itu "kenapa kau tidak pergi?" Tanyanya tanpa sadar.

Elano merasa kesal. Apakah gadisnya mengusirnya? Apakah gadis itu lupa siapa yang merawatnya dari malam hingga pagi dan kembali sehat seperti ini?.

"Ah... Emm... Maksudku, apa kau tidak mempunyai urusan lain? Maaf aku merepotkan mu" merasa hawa disekitar mendadak berubah, Zora meralat ucapannya. Ia mendekati Elano, laki-laki itu tengah membuat nasi goreng.

"Tidak, aku akan tetap disini menemanimu sayang.." Elano berbicara sambil tersenyum saat gadisnya berdiri disampingnya.

Zora mendongak saat menatap laki-laki ini. Tubuhnya sangat kecil sebatas dada pria itu.

"Duduklah diruang tamu sayang, ini akan selesai dua menit lagi" ucapannya. Zora menurut, ia mencuci muka terlebih dahulu sebelum pergi keruang tamu.

Zora mengecek ponselnya. Banyak sekali pangilan maupun pesan dari kedua sahabatnya. Ia pun membalas isi pesan mereka satu persatu.

Karena asik dengan dunia Internetnya, gadis itu tidak menyadari tatapan gelap dari sepasang mata elang dihadapannya.

"Bisa kau letakan benda pipih itu dulu sayang, kita akan sarapan" ucapnya. Kata-kata nya memang terlihat sopan namun Zora tau itu adalah sebuah peringatan untuknya sebelum ponsel satu-satunya itu hancur tidak terbentuk.

Apalagi melihat senyuman yang menyeramkan itu. Zora merinding sebadan-badan.

Matanya beralih menatap satu piring berisikan nasi goreng itu. Itu saja. Tidak sda yang lain.

"Kenapa baby?" Tanya Lano.

"Ah tidak" Zora bergerak bangkit, niatnya untuk mengambil piring dan sendok lagi karena ia mengira, satu piring nasi goreng itu dibagi dua tapi Lano lupa membawa piring lainnya.

Elano yang melihat itu cepat-cepat menarik pergelangan Zora untuk tidak pergi dari ruang tamu ini. Alhasil karena tarikannya itu, tubuh Zora terjatuh tepat dipangkuanya.

"Aku suapi" ucapnya.

Zora bergerak ingin pergi dari posisi ini namun pinggang nya diremas erat oleh Elano yang membuatnya meringis.

"Ah tidak, itu untukmu saja dan aku akan buat lagi, kau bisa melepaskan ku" balas Zora.

Tangan besar Lano semakin meremas pinggang ramping gadisnya. Ia tak suka jika Zora terus-terusan bertingkah seperti tidak suka padanya.

Zora yang merasakan sakit di pinggangnya pun kembali terdiam. Kalau ia memberontak pun percuma saja.

Elano mengambil sesendok nasi goreng itu lalu menyuapkannya pada Zora seperti menyuapi bayi dalam gendongan.

Zora sangat tidak nyaman. Ia ingin menghilang dari posisi ini.

"Bagaimana?"

Zora mengangguk "sangat enak"

Elano tersenyum. Ia mengambil satu suapan lagi untuk dirinya sendiri.

Mood Lano pagi ini sangat baik. Menyuapi kekasihnya dalam posisi seperti ini membuatnya senang. Dimana ia bisa lebih dekat dengan Zora.

Sesi suap menyuap mereka berjalan sekitar tiga puluh menit, selama itu Lano menyelipkan obrolan kecil yang Zora tidak paham. Pembahasan tentang politik? Mana mungkin Zora paham. Nilai pendidikan sosialnya saja hanya empat.

"Mau mandi bersama sayang?" Ucap Elano nakal. Ia mengedipkan satu matanya dengan senyum miring yang sialnya membuat laki-laki itu semakin tampan, apalagi rambut acak-acakan yang dari pagi bangun tidur tadi belum sempat ia rapikan.

Pipi Zora bersemu merah. Ia malu. Kenapa laki-laki ini selalu menggodanya. Ia pun menggeleng kuat hingga cengkraman tangan besar Elano yang berada di pinggangnya tadi terlepas. Zora langsung berdiri, melarikan diri ke kamar mandi. Bersembunyi disana dengan pipi yang semakin memerah.

Zora malu bukan karena ucapan Elano tadi melainkan, ia ingat dengan sangat jelas waktu meronta-ronta tadi tangannya tidak sengaja menyentuh sebuah gundukan diantara paha laki-laki itu.

Gadis itu segera mencuci tangannya dengan air, ia takut sekaligus panik. Pipinya masih bersemu merah karena tadi merasakan tonjolan keras yang berukuran panjang,  yang ia sentuh mengunakan kedua tangannya ini.

"Pfftt.... Dasar gadis nakal..." Elano berucap sambil melihat kearah boxernya yang sudah mengembung sangat besar.

.
.
.
Ayo 🤨📸

ElanoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang