Elano : 7

6K 210 64
                                    

Elano kembali marah. Gadisnya sangat nakal. Dia pergi saat dirinya tengah mandi untuk membersihkan badan. Tetapi Lano tau betul tempat mana yang Zora tuju.

GPS yang ia tanamkan pada tubuh gadisnya itu masih aktif, dan Zora sama sekali tidak tau.

Elano gila? Tentu saja. Bahkan ia masih berbaik hati saat ini, kalau ia benar-benar gila dan posesif, mungkin Zora tengah mengalami tekanan mental karena dikurung pada sangkar emas ciptaannya.

Waktu sudah larut malam tetapi gadisnya itu sama sekali belum pulang. Jadi ia memilih pergi karena tidak betah dengan suhu diapartemen ini yang sangat panas. Dan mungkin besok bangunan ini akan dihancurkan karena menurutnya sudah tidak layak huni. Toh penghuninya sekarang hanya Zora saja.

Elano mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Sampai rumah pun ia tersenyum melihat ayahnya atau yang dikenal dengan Mr. Tylander tengah duduk diruang tamu menunggunya.

"Kenapa kau habiskan waktumu dengan tinggal di apartemen kumuh itu? Culik saja dia, lalu berbuatlah sesukamu" ucap ayahnya.

"Aku tidak seperti ayah yang mengurung ibu seperti itu, aku akan buat dengan caraku sendiri"

"Terserah, kalau butuh bantuan ayah siap membantu" ucapnya kemudian pergi.

Jackson Tylander. Ayahnya itu sangat mudah diandalkan. Beruntung darah kejam ini diturunkan langsung oleh ayahnya. Elano bersyukur namun kasihan. Bersyukur atas dirinya yang mewarisi darah dari Jackson namun merasa kasihan pula pada Zora. Gadis yang menjadi pusat obsesinya.

Meskipun berusaha dengan cara apapun untuk menghilangkan darah obsesi ini namun, dia akan tetap mengalir sampai keturunan selanjutnya.

Tapi Elano akan menjerat Zora dengan caranya sendiri. Sangat berbeda dengan ayahnya, ibunya saja tidak diperbolehkan keluar kamar dengan alasan, Jackson akan cemburu saat istrinya itu melihat orang lain.

Elano menaiki tangga kamarnya. Ia langsung duduk pada kursi putar dihadapan komputernya yang terus menyala yang menampilkan rekaman kamera pengawas pada apartemen gadisnya.

Disana masih sepi, padahal ini sudah larut malam. Apa gadisnya itu tertidur di rumah sakit untuk menemani si brengsek itu? Kalau iya, Elano akan memberi kejutan untuk gadisnya yang nakal itu. Tunggu saja. Apa gadisnya berfikir kalau ia tidak bisa melebihi batas dari yang tadi?

Elano beralih untuk merebahkan tubuhnya pada kasur empuk. Wajahnya selalu tersenyum sambil membayangkan wajah cantik Zora. Meskipun gadis itu sudah bangkrut dan orangtuanya pun pergi meninggalkannya seorang diri, gadis itu tetap saja cantik. Sangat cantik. Cantik sekali. Sama seperti dulu.

Bedanya gadis itu makin penakut, ahh tidak apa, itu lebih baik bukan? Gadisnya akan semakin takut kepadanya, lalu tidak akan ada pikiran untuk pergi darinya? Yaa itu sangat sempurna.

>>>

Zora kembali ke apartemennya pukul sepuluh pagi. Ia sangat terkejut saat melihat apartemen yang ia tempati sudah hancur berkeping-keping. Bahkan semua barang berharganya ada didalam, tidak mungkin juga Zora memilah kepingan bata yang sudah tak terbentuk itu untuk mencari barangnya satu persatu.

Kaki Zora sangat lemas dibuatnya. Tubuh gadis itu merosot ke aspal jalanan yang sepi. Ia sudah tidak punya tempat tinggal sekarang. Zora harus kemana? Tidak mungkin ia menyewa apartemen lagi disaat ekonominya masih kesulitan seperti ini.

Zora hanya bisa menangis. Perutnya sangat lapar sekarang. Niat hati setelah pulang dari rumah sakit tadi ia akan memasak didapur untuknya sarapan. Tetapi siapa yang tau ini bakal terjadi?.

"Kamu menangisi bangunan kumuh ini kak? Mending tinggal bareng aku, semua fasilitas yang kamu butuh sudah aku siapin" Elano datang dengan wajah sombongnya. Ia juga yang sudah menghancurkan tempat ini supaya Zora meminta tolong untuk tinggal bersamanya. Bukankah ia sudah janji semalam untuk memberi hukuman pada gadis nakalnya itu?

Zora menatap Elano marah. Ini semua pasti ulah laki-laki sombong itu. Zora tidak habis pikir dengan otaknya. Padahal Zora mem-bully-nya dengan sangat kasar dulu, tapi kenapa laki-laki ini masih saja suka padanya. Apa dia sudah gila? Sudah disakiti tapi malah semakin mencintainya secara brutal seperti ini.

Zora mengabaikan Elano. Ia pergi dari laki-laki itu menuju rumah sahabatnya dengan jalan kaki, namun Elano mengejarnya menggunakan mobil dari belakang.

"Ayolah kak, aku punya apartemen bagus dan sangat layak untuk dihuni, tinggallah bersamaku" bujuk Lano dari dalam mobil. Ia melajukan mobil itu setara dengan jalannya Zora.

Zora sama sekali tidak memperdulikan laki-laki itu. Ia semakin mempercepat jalannya atau sedikit berlari untuk menghindari Lano.

Karena kesal. Elano menancapkan gas lalu memblokir jalan yang Zora pakai. Ia keluar dari mobil itu.

"Jangan sampai aku menyeretmu. Ucapan ku semua adalah hal mutlak yang harus kamu turuti kak" ucap Lano dengan nada tegas. Zora sedikit takut dengan nada bicaranya Lano.

Elano menarik tangan Zora tanpa menyakiti gadis itu. Ia membuka pintu mobil dan mempersilahkan Zora masuk.

Zora benci ini. Ia ingin pergi tapi ia juga takut dibunuh. Bagaimanapun tenaga laki-laki lebih besar daripada tenaga perempuan. Apalagi di gang yang sepi ini siapa yang akan menolongnya?

Elano melajukan mobil itu. Ia juga memutar musik pada dashboard mobilnya. Sesekali Elano bersenandung mengikuti lirik dari lagu yang ia putar.

Elano membawa Zora pada sebuah apartemen yang sedikit jauh dari sekolahnya. Karena sedari tadi, Zora hanya melamun sambil menatap keluar jendela. Jadi ia tau jalanan diluar.

Gedung ini sangatlah tinggi dan besar. Mereka langsung menaiki lift lalu Elano menekan tombol di lantai 25. Ia tersenyum senang sambil terus mengandeng tangan Zora, meskipun gadis itu hanya diam saja dengan raut wajah datarnya.

"Ini adalah unit kita dan kamarnya ada disebelah sana" Elano menunjuk keatas dimana didalam ini terdapat dua lantai. Satu untuk ruang tamu, dapur, kamar mandi dan satu lantai lagi untuk dua kamar yang sudah Elano siapkan.

Mata Zora menatapnya dengan marah. Elano tersenyum lalu menepuk-nepuk pucuk kepala Zora pelan.

"Kamarnya ada dua sayang. Apa? Kamu mau sekamar denganku?" Elano menggoda Zora dengan gerakan sekan ingin memeluk gadis itu. Zora dengan gesit pun menghindar lalu menaiki tangga dan memasuki salah satu kamar itu.

Elano tertawa dari bawah. Wajah gadisnya yang memerah itu terlihat sangat lucu. Apalagi gadis itu tadi salah masuk kamar. Zora kembali keluar lalu masuk ke kamar satunya lagi dan menutup pintu rapat-rapat.

Elano ingat. Pasti gadisnya melihat boxer yang berada diatas kasur karena ia lupa untuk menaruhnya di mesin cuci. Tapi itu menguntungkannya karena dapat melihat wajah Zora yang memerah menahan malu.

.
.
.
Maaf up lama ehek...

Elano (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang