06. Bucin or Move on

15 11 0
                                    

Yo, Readers! 🎉

Selamat datang di dunia "Swear it Again"!
Happy reading, and enjoy the ride!🚀

"Kadang, jalan yang kita ambil bukan tentang siapa yang kita tinggalin, tapi tentang bagaimana kita belajar melepaskan yang pernah kita perjuangkan."
Adelaide Gillian

Hari sudah berganti beberapa kali sejak obrolan terakhir Baskara dengan teman-temannya di Fixate. Meski rasa ragu masih menyelimuti hatinya, Baskara tahu bahwa waktunya untuk mengambil keputusan sudah dekat. Dia harus menentukan, apakah masih ada tempat untuk Adela dalam hidupnya, atau apakah sudah saatnya untuk benar-benar melepaskan dan move on.

Sore itu, Baskara memutuskan untuk nongkrong di Fixate sendirian. Biasanya dia selalu datang ke sana bareng geng, tapi kali ini, dia ingin punya waktu sendiri untuk merenung. Kopi hitam favoritnya terhidang di depan, tapi pikirannya jauh melayang ke segala arah.

Grup Chat - Penghuni Asli Fixate

Felix: "Yo, ada yang mau ngopi sore ini? Fixate?"

Raiden: "OTW gym bro, next time deh."

Gideon: "Gue ada urusan nih, tapi besok bisa."

Felix: "Oke, gue kira mau nongkrong rame lagi. Kar? Lu dimana?"

Baskara: "Lagi di Fixate sendiri."

Felix: "Sendirian? Seriusan lu?"

Baskara: "Yup, lagi pengen mikir aja, bro."

Felix: "Pasti mikirin Adela lagi nih, kan?"

Baskara: "Mungkin, wkwk."

Baskara menutup chat dan menyandarkan kepalanya di kursi. Dia tahu, semua temannya penasaran dengan keputusannya. Dan jujur, dia juga masih belum menemukan jawabannya. Ada bagian dari dirinya yang masih nggak bisa ngelepasin Adela, tapi ada juga bagian lain yang merasa hubungan mereka sudah terlalu jauh untuk diselamatkan.

"Bucin atau move on, ya?" gumamnya pelan pada dirinya sendiri. Kata-kata itu terngiang-ngiang di kepalanya. Bagaimana kalau dia masih bucin sama Adela, tapi perasaannya nggak lagi sama? Di sisi lain, kalau dia mencoba move on, apa dia bisa melakukannya tanpa rasa penyesalan?

Di Tempat Lain

Sementara itu, di sisi lain kota, Adela sedang nongkrong di café lain bersama Abigail. Setelah obrolan mendalam mereka beberapa hari yang lalu, Adela merasa lebih lega, tapi perasaan ragu itu tetap ada. Di hatinya, masih ada secercah harapan bahwa mungkin, hanya mungkin, dia dan Baskara bisa menemukan jalan untuk kembali bersama.

"Jadi, gimana sekarang?" tanya Abigail sambil menyeruput smoothie mangga yang baru dipesannya. "Lu udah yakin mau balikan sama Baskara atau masih ragu?"

Adela menghela napas panjang. "Gue juga nggak tahu, Bi. Sebagian dari gue ngerasa kalau gue udah terlalu lama ninggalin dia. Gue nggak mau jadi cewek yang tiba-tiba balik cuma karena gue butuh closure."

Abigail mengangkat alis. "Closure? Atau lu masih punya rasa sama dia?"

"Ya, dua-duanya," Adela mengakui. "Gue nggak bisa bohong. Gue masih mikirin dia, masih inget semua yang pernah kita lewatin bareng. Tapi apa itu cukup buat kita balik lagi? Apa mungkin semuanya bisa jadi kayak dulu lagi?"

Abigail menatap temannya dengan serius. "Gue rasa, kalau lu ngerasa ada yang harus diselesaikan, selesain. Tapi jangan balik ke situasi lama cuma karena lu kangen sama yang dulu. Lu harus pastiin kalau perasaan lu sekarang itu beneran buat dia, bukan cuma buat kenangan lu."

Adela terdiam. Kata-kata Abigail menohoknya dengan tepat. Mungkin memang itu yang perlu dia lakukan—bukan mencari cara untuk kembali ke masa lalu, tapi memahami apa yang dia rasakan sekarang.

Kembali ke Fixate

Saat Baskara sedang asyik merenung, tiba-tiba ponselnya bergetar. Sebuah pesan dari Adela muncul di layar.

Adela: "Kar, ada waktu buat ngobrol lagi nggak? Gue rasa kita masih harus bicara."

Baskara: "Boleh, kapan lu free?"

Adela: "Sekarang gue di dekat Fixate. Kalau lu lagi di sana, gue bisa mampir."

Baskara: "Lagi di Fixate sekarang. Datang aja."

Beberapa menit kemudian, Adela masuk ke Fixate. Suasana sedikit canggung di antara mereka berdua, tapi mereka mencoba untuk tetap tenang. Baskara meneguk sedikit kopinya saat Adela duduk di depannya, membawa segelas iced latte.

"Ada apa?" Baskara bertanya, mencoba terdengar santai.

Adela menggenggam gelasnya erat, seakan mencari kekuatan dari dinginnya es di dalam latte itu. "Gue udah mikirin semua ini, Kar. Gue nggak mau ngegantungin perasaan kita kayak gini. Jadi gue mau ngomong jujur."

Baskara menatap Adela dengan penuh perhatian. Dia bisa merasakan ketegangan dalam suara Adela. Mungkin ini saatnya mereka berdua benar-benar berbicara jujur.

"Jujur, gue masih mikirin lu," kata Adela perlahan. "Tapi bukan berarti gue pengen kita balik kayak dulu. Gue nggak yakin kita bisa balikin semua kayak semula. Gue cuma pengen kita clear. Gue pengen kita sama-sama tahu di mana posisi kita sekarang."

Baskara terdiam, merenungkan kata-kata Adela. "Gue ngerti. Gue juga udah mikir lama soal ini. Gue nggak mau ngebohongin diri gue sendiri. Jujur, gue masih punya rasa buat lu, tapi perasaan itu udah nggak sama kayak dulu."

Adela terkejut mendengar kata-kata Baskara. "Lu beneran ngerasa kayak gitu?"

"Iya," jawab Baskara sambil mengangguk. "Gue masih peduli sama lu, Del, tapi gue nggak bisa terus hidup dalam bayangan masa lalu. Kita udah banyak berubah. Gue berubah, lu juga berubah."

Mata Adela mulai berkaca-kaca, tapi dia tersenyum kecil. "Gue ngerti, Kar. Mungkin kita emang butuh waktu buat ngerti ini semua. Gue cuma mau bilang makasih, karena udah jujur sama gue."

Baskara merasakan beban yang perlahan terangkat dari pundaknya. "Gue juga makasih, Del. Gue nggak mau ninggalin semuanya tanpa kejelasan. Apapun yang terjadi, kita udah ngelakuin yang terbaik."

Keduanya terdiam sejenak, menikmati momen damai yang jarang mereka dapatkan akhir-akhir ini. Meski perasaan mereka tidak lagi sama, setidaknya ada kedamaian yang muncul dari percakapan ini. Mungkin, perpisahan mereka tidak lagi terasa pahit, tapi lebih seperti penutupan bab yang perlu diselesaikan.

"Jadi, kita sepakat?" tanya Adela dengan senyuman kecil.

Baskara tersenyum balik. "Iya, kita sepakat. Bukan soal bucin atau move on, tapi lebih ke menerima apa adanya sekarang."

Setelah percakapan itu, Baskara dan Adela berpisah dengan perasaan yang jauh lebih ringan. Mereka sadar bahwa meski cinta mereka mungkin tidak lagi sama, setidaknya mereka bisa meninggalkan semuanya dengan cara yang lebih baik—dengan kejujuran dan kedamaian.

TBC—

Jangan lupa untuk vote, follow, dan kasih tahu pendapat kalian di kolom komentar! Setiap vote dan komentar kalian bikin aku makin semangat buat nulis. Let's make this story go viral, guys! 💖

Swear it AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang