15. Real Talk di Parkiran

0 0 0
                                    

Yo, Readers! 🎉

Selamat datang di dunia "Swear it Again"!
Happy reading, and enjoy the ride!🚀

Hujan masih tersisa rintik-rintik ketika Baskara keluar dari kafe. Kepalanya penuh dengan berbagai pikiran setelah percakapannya dengan Adela. Dia mencoba mencerna setiap kata yang mereka ucapkan. Meski nggak sepenuhnya sesuai harapannya, setidaknya ada kejelasan. Mereka butuh waktu. Adela butuh waktu.

Baskara menatap langit yang masih kelabu. Dia menarik napas dalam-dalam, seakan udara dingin itu bisa sedikit menenangkan hatinya. Di saat yang bersamaan, dia mendengar langkah kaki di belakangnya. Saat menoleh, ternyata itu Felix. Temannya yang paling sering tahu segalanya sebelum orang lain menyadarinya.

"Yo, bro," sapa Felix sambil menyeringai. "Gue liat lu dari dalem. Udah kelar ngobrolnya?"

Baskara mengangguk. "Udah. Tapi, gue nggak tahu ini kelar yang kayak gimana, Lix. Kayaknya masih gantung."

Felix menepuk pundak Baskara, tanda simpati tanpa perlu banyak kata. Dia tahu Baskara bukan tipe orang yang gampang menunjukkan perasaannya, apalagi dalam situasi kayak gini.

"Yah, yang penting udah ngomong, kan? Lu nggak bisa maksa semuanya beres dalam sekali obrolan."

Baskara mengangguk lagi, kali ini lebih lemas. "Iya, tapi... kenapa rasanya kayak masih ada yang belum selesai, ya?"

Felix menghela napas, seolah ikut merasa berat dengan apa yang dialami temannya. Mereka berjalan berdua ke arah parkiran. Mobil Felix sudah terparkir di sana, sementara motor Baskara basah kena hujan yang baru saja reda.

"Nih, mumpung masih hujan rintik-rintik, gue traktir lu ngopi lagi di mobil. Biar lu cerita," ajak Felix sambil membuka pintu mobilnya.

Baskara tersenyum tipis. "Beneran nggak mau ninggalin gue galau, ya?"

Felix tertawa kecil. "Bro, gue udah ngeliat lu setengah mati nahan rasa sama Adela dari lama. Gue nggak bakal biarin lu sendirian abis ngomong sepenting ini."

Baskara nggak banyak bicara lagi. Dia masuk ke mobil Felix, sementara temannya mengambil dua kopi dari kafe untuk mereka bawa. Saat Felix kembali, dia melemparkan salah satu gelas kopi ke pangkuan Baskara, dan mereka berdua duduk diam sejenak, memandangi hujan dari dalam mobil.

"Gue udah bilang sama dia soal perasaan gue," Baskara akhirnya buka suara. "Dan dia ngerti, tapi... dia bilang butuh waktu."

Felix mengangguk sambil menyesap kopinya. "Fair enough. Cewek butuh waktu buat cerna perasaan juga, bro. Lu kan tau dia, nggak gampang buat Adela langsung ngerespon semuanya gitu aja."

"Iya, gue ngerti. Tapi tadi dia bilang kita mungkin nggak bakal balik kayak dulu." Baskara menatap kosong ke depan, mengingat kalimat itu. "Gue nggak tau harus gimana sekarang. Gue ngerasa kayak... stuck."

Felix menatap temannya, lalu menepuk lagi bahunya. "Lu nggak stuck, Kar. Lu baru aja ngambil langkah gede buat ngungkapin perasaan lu. Stuck itu kalo lu nggak ngelakuin apa-apa. Sekarang lu udah jujur, sisanya tinggal waktu."

Baskara menghela napas panjang. Kata-kata Felix ada benarnya, tapi tetap saja perasaan tak menentu itu sulit diabaikan. Ada terlalu banyak ketidakpastian di depan matanya.

"Ya, mungkin lu bener," gumam Baskara akhirnya.

Felix tersenyum puas melihat temannya mulai membuka diri. "Terus, apalagi yang dia bilang?"

"Dia nggak nyesel kenal sama gue." Mata Baskara berbinar sedikit saat mengingat momen itu. "Itu bikin gue lega, Lix. Setidaknya, dia nggak benci gue. Tapi, ya... dia tetap butuh waktu."

"Hmm," Felix menyeringai lagi, kali ini dengan ekspresi sok bijak. "Itu udah pertanda bagus, bro. Cewek kalo masih mau keep things civil kayak gitu, berarti hubungan lu masih ada harapan. Nggak mungkin dia ngomong gitu kalo beneran udah nggak mau ada urusan sama lu."

Baskara mengangguk, meski dalam hatinya masih ada sedikit keraguan. Namun, setidaknya dia bisa sedikit lega mengetahui bahwa Adela masih peduli, meskipun dalam caranya sendiri.

Setelah beberapa menit diam, Felix akhirnya memecah keheningan. "Jadi, lu mau gimana sekarang? Nunggu?"

"Ya, gue harus nunggu," jawab Baskara tanpa ragu. "Gue nggak mau nge-push dia lebih dari ini. Gue udah bilang kalo gue bakal kasih space. Lagian, gue juga butuh waktu buat mikir."

Felix mengangguk-angguk, seolah puas dengan jawaban Baskara. "Nah, gitu dong. Lu juga butuh fokus ke diri lu sendiri dulu, bro. Jangan semuanya buat dia. Lu inget nggak, dulu pas lu lagi bikin konten lu gila-gilaan sampe lu lupa sama Adela?"

Baskara terdiam, lalu tersenyum getir. "Iya, gue inget. Mungkin itu salah satu masalah gue. Terlalu sibuk sama diri sendiri."

Felix mengangkat alis. "Itu bukan salah lu, bro. Kadang kita emang butuh waktu buat grow up. Lu udah grow, sekarang tinggal gimana lu nge-manage semuanya biar balance."

"Easy for you to say," Baskara terkekeh, menyesap kopinya.

"Gue bukannya nggak pernah ngalamin, bro," balas Felix sambil tersenyum. "Gue juga pernah ada di posisi lu. Nunggu seseorang buat kasih kepastian, nggak ada yang salah sama itu. Yang penting, jangan lupa buat tetap jalanin hidup lu."

Baskara menatap temannya, merasa ada sedikit beban yang terangkat. Mungkin Felix benar. Dia sudah jujur soal perasaannya, sekarang waktunya biar waktu yang berbicara.

"Thanks, Lix. Gue butuh denger itu," kata Baskara akhirnya.

Felix mengangkat bahu, senyum kecil di wajahnya. "Sama-sama, bro. You know I got your back."

Setelah beberapa saat, mereka mulai membicarakan hal-hal yang lebih ringan—mulai dari video yang sedang dikerjakan Baskara hingga rencana-rencana Felix untuk channel gaming-nya. Suasana di antara mereka lebih santai, meskipun hujan di luar masih belum benar-benar berhenti.

Namun, di tengah obrolan santai itu, ponsel Baskara tiba-tiba bergetar. Sebuah pesan muncul di layar. Nama yang terpampang di layar membuat jantungnya kembali berdetak lebih cepat: Adela.

Baskara menatap ponsel itu sejenak sebelum membuka pesan tersebut.

Adela: "Kar, gue mikir lagi soal obrolan kita tadi. Mungkin gue juga terlalu banyak mikir, dan terlalu takut buat hadapin perasaan gue sendiri. Gue nggak janji bakal langsung bisa beresin semuanya, tapi gue pengen kita ngobrol lagi. Besok ada waktu?"

Baskara terdiam, membaca pesan itu berkali-kali. Felix, yang melihat perubahan di wajah temannya, langsung bertanya.

"Ada apaan?"

Baskara menatap Felix sambil menunjukkan layar ponselnya. "Dia mau ngobrol lagi."

Felix langsung senyum lebar. "Bro, ini pertanda bagus banget. Dia mikir ulang!"

Baskara masih terdiam, tapi kali ini dengan perasaan yang jauh lebih tenang. Mungkin, memang ini jalannya. Mungkin, dengan perlahan, mereka bisa menemukan jalan untuk memperbaiki semuanya.

"Besok berarti," gumam Baskara sambil mengetik balasan.

Baskara: "Gue ada waktu. Kita ketemu, Del."

Setelah mengirim pesan itu, Baskara tersenyum kecil. Felix menepuk bahunya lagi.

"Nah, ini baru Baskara yang gue kenal. Semangat lagi, bro!"

Baskara tertawa kecil. "Thanks, Lix. Gue nggak tahu gimana jadinya kalo lu nggak di sini."

Felix menyeringai puas. "Tenang aja, bro. Gue nggak bakal biarin lu jalanin ini sendirian."

Malam itu, mereka menghabiskan waktu di mobil, berbincang dan tertawa, sambil menikmati sisa hujan yang akhirnya mulai reda. Hati Baskara mungkin masih sedikit kacau, tapi setidaknya dia tahu satu hal—dia nggak sendiri, dan ada harapan di depan. Mungkin, besok, segalanya akan mulai berubah.

TBC—

Jangan lupa untuk vote, follow, dan kasih tahu pendapat kalian di kolom komentar! Setiap vote dan komentar kalian bikin aku makin semangat buat nulis. Let's make this story go viral, guys! 💖

Swear it AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang