04. Ghosting Gone Wrong

18 11 0
                                    

Yo, Readers! 🎉

Selamat datang di dunia "Swear it Again"!
Happy reading, and enjoy the ride!🚀

Di sudut Fixate Café, suasana terasa lebih tegang dari biasanya. Baskara mengamati Adela yang berdiri di depannya, seolah ragu-ragu untuk melanjutkan kalimat yang belum dia ucapkan. Keduanya terdiam sejenak, terjebak dalam lautan kenangan yang mengalir deras.

Adela menarik napas dalam-dalam, mencoba mencari keberanian untuk berbicara. "Kar, aku... aku pengen minta maaf. Maaf atas semua yang terjadi sebelumnya," ucapnya pelan, suaranya nyaris tenggelam oleh suara kopi yang diseduh di belakang barista.

Baskara menatapnya, merasakan emosi campur aduk yang sulit dijelaskan. Dia tahu, mereka berdua punya sejarah yang kompleks, tapi kata-kata itu terasa seperti dua sisi koin yang sama. Di satu sisi, ada rasa lega mendengar permohonan maafnya, tapi di sisi lain, ada juga rasa sakit yang sulit untuk diabaikan.

"Nggak perlu minta maaf, Del. Kita udah sama-sama tahu kenapa semuanya bisa jadi kayak gini," jawab Baskara, berusaha terdengar tenang.

Namun, di dalam hatinya, rasa sakit itu tetap ada. Dulu, mereka adalah pasangan yang saling mendukung dan memahami. Sekarang, kenangan itu terasa seperti bayangan gelap yang selalu mengikutinya.

Adela menggigit bibirnya, tampak menahan air mata. "Tapi, Kar... aku merasa bersalah. Aku tahu, aku tiba-tiba menghilang dari hidupmu tanpa penjelasan yang jelas. Itu nggak adil buat kamu."

Baskara mengangguk pelan, mencoba memahami perasaannya. "Iya, memang berat buat gue waktu itu. Tapi kita sama-sama tahu bahwa kita udah berubah, kan?"

Kembali ke Kenangan Lama

Setelah hubungan mereka mulai merenggang, Baskara ingat saat-saat di mana Adela perlahan-lahan mulai menjauh. Ada banyak pertanda yang mungkin dia abaikan, seperti saat Adela mulai jarang membalas pesannya atau saat mereka tidak lagi menghabiskan waktu bersama seperti dulu. Baskara berusaha untuk tidak berpikir negatif, mencoba meyakinkan diri bahwa semua itu hanya fase.

Tapi pada satu titik, semuanya berubah. Suatu malam, Baskara menunggu pesan dari Adela yang tidak kunjung datang. Dia ingat betul bagaimana dia terus menerus mengecek ponselnya, berharap ada notifikasi dari Adela. Kekecewaan itu semakin mendalam ketika pagi berikutnya, dia masih belum menerima kabar darinya.

"Halo, Adela? Ini aku, Baskara. Kenapa kamu nggak bales pesan aku? Ada apa? Kita perlu bicara," pesannya terlihat mencolok di layar, tapi tidak ada balasan.

Hari berlalu menjadi minggu, dan Baskara semakin merasa terpuruk. Rasa bingung dan kesedihan bercampur aduk dalam pikirannya. Dia merasa seperti terjebak dalam labirin, tidak tahu ke mana harus pergi atau apa yang harus dilakukan.

Kenyataan pahit itu baru terasa saat teman-temannya, termasuk Raiden dan Felix, mencoba menghiburnya. "Bro, lu harus move on. Jangan sampai dia ghosting lu kayak gini," kata Raiden dengan nada serius.

Baskara tahu, tapi setiap kali dia berusaha untuk melupakan Adela, rasa sakitnya justru semakin menguat. Dia ingin percaya bahwa perasaannya akan sembuh seiring waktu, tetapi rasa sakit itu terus menghantuinya.

Kembali ke Masa Sekarang

"Kenapa kamu menghilang, Adela?" Baskara bertanya, suaranya bergetar. "Itu yang paling sulit buatku, menunggu kabar dari orang yang aku cintai, dan tiba-tiba semuanya hancur tanpa penjelasan."

Adela menundukkan kepala, tampak berjuang dengan kata-katanya. "Aku... aku tahu aku salah. Banyak hal yang terjadi di hidupku dan aku merasa overwhelmed. Semua terasa terlalu berat, dan aku merasa tidak ada cara untuk menjelaskan semuanya. Jadi, aku pergi."

"Itu bukan cara yang benar untuk menghadapi masalah," jawab Baskara, nada suaranya mulai meninggi. "Lu bisa bilang apa pun. Lu bisa jujur sama gue. Kenapa lu nggak ngelakuin itu?"

Adela menghela napas. "Kar, aku benar-benar takut. Takut kehilanganmu. Takut kalau kamu tidak bisa menerima semua yang terjadi. Jadi, aku memilih untuk menjauh, berharap semuanya akan baik-baik saja dengan sendirinya. Tapi justru aku menghilang tanpa meninggalkan jejak."

Baskara merasakan campuran emosi yang sulit dijelaskan. Di satu sisi, dia ingin memaafkan Adela. Dia mengerti bahwa kadang-kadang orang merasa terjebak dan tidak tahu harus berbuat apa. Namun di sisi lain, sakit hati itu masih membekas dan sangat nyata.

"Lu tahu nggak, waktu lu menghilang itu, gue ngerasa seperti ditinggalin di tengah jalan. Tiba-tiba semuanya jadi gelap, dan gue nggak tahu apa yang harus dilakuin," jawab Baskara, suaranya mulai bergetar. "Rasa bingung itu bikin gue ngerasa sendiri."

Mendengar itu, air mata Adela menetes. "Kar, aku nggak mau kamu merasa kayak gitu. Aku ingin kamu tahu, aku nyesel. Setiap hari aku berpikir tentang kamu. Tapi aku juga takut untuk kembali. Takut kalau semua ini tidak akan pernah sama."

Baskara menatap Adela, merasakan ketulusan dalam kata-katanya. "Del, kita tidak bisa memutar waktu. Kita sudah membuat pilihan kita. Tapi aku hanya ingin jujur. Jujur soal perasaan kita."

"Kalau kita coba lagi, apakah itu akan berhasil?" tanya Adela, matanya penuh harapan.

Di Pihak Lain

Felix, Raiden, dan Gideon yang duduk di meja sebelah mendengarkan percakapan mereka. Felix memandang Raiden, kemudian memutuskan untuk ikut campur. "Gue nggak mau ikut campur, tapi... kalau kalian mau coba lagi, pastikan semua harus jelas. Jangan ada lagi ghosting. Itu hal yang paling menyakitkan."

Raiden mengangguk setuju. "Bener, Del. Kita semua di sini udah pernah ngalamin hal yang sama. Jangan bikin kesalahan yang sama. Komunikasi itu kunci, oke?"

Baskara menatap mereka dengan ekspresi bingung, tapi juga merasa sedikit lega. Ternyata teman-temannya mendukung apapun keputusan yang diambilnya. "Gue akan coba. Tapi gue juga butuh waktu. Waktu untuk benar-benar memahami apa yang gue rasakan."

Adela mengangguk. "Iya, aku siap. Aku nggak mau terburu-buru. Kita bisa mulai dengan berteman lagi. Kita perlu membangun kepercayaan yang hilang."

Baskara merasa sedikit lebih baik mendengar kata-kata itu. Mungkin mereka memang bisa memperbaiki segalanya, tetapi dia tahu ini bukan hal yang mudah. Ada banyak luka yang harus disembuhkan, dan keduanya harus bersedia bekerja keras untuk melakukannya.

Di Pintu Masuk

Setelah beberapa jam berbincang dan membahas perasaan yang belum tuntas, mereka akhirnya memutuskan untuk pergi. Saat keluar dari Fixate, Baskara berbalik dan berkata, "Adela, terima kasih sudah berani untuk bicara. Semoga kita bisa memulai dari sini."

Adela tersenyum, sedikit lebih lega. "Aku juga. Aku berjanji untuk tidak menghilang lagi. Kita akan komunikasi lebih baik."

Mereka berpisah di depan pintu café, dan Baskara merasa ada harapan baru di dalam dirinya. Meski jalannya masih panjang, setidaknya mereka sudah mengambil langkah pertama untuk memperbaiki segalanya.

Di perjalanan pulang, Baskara menghela napas panjang. Dia merasa sedikit lebih ringan. Dalam pikirannya, dia tahu bahwa hubungan mereka tidak akan pernah kembali ke seperti semula. Tapi, mungkin, ini adalah awal baru. Awal yang bisa membawa mereka ke tempat yang lebih baik, bukan hanya bagi mereka berdua, tetapi juga untuk diri mereka sendiri.

TBC—

Jangan lupa untuk vote, follow, dan kasih tahu pendapat kalian di kolom komentar! Setiap vote dan komentar kalian bikin aku makin semangat buat nulis. Let's make this story go viral, guys! 💖

Swear it AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang