19

241 78 4
                                    

A/N

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

A/N. silahkan vote sebelum membaca ..

Pagi baru saja merekah ketika Jamal, Wahyu, dan Jusuf memulai perjalanan mereka.

Langit cerah, namun hawa dingin gunung masih terasa menggigit, menandai awal dari misi besar yang mereka pilih—mencari jalan pulang melalui jalur yang jarang dilalui, bukan jalur pendakian resmi.

Mereka tahu ini bukan pilihan yang mudah.

Jalur ini dulunya adalah jalan yang digunakan oleh warga setempat, namun kini telah tertutup oleh semak belukar dan tumbuhan liar yang tumbuh tak terkendali.

Dengan penuh tekad, mereka memulai langkah pertama.

Jamal dan Jusuf berada di depan, saling bahu-membahu untuk membuka jalan.

Ranting-ranting keras dan semak berduri menjadi penghalang utama, memaksa mereka untuk terus-menerus mematahkan dan menyingkirkan tumbuhan yang menghadang.

Keduanya bekerja tanpa henti, berusaha memastikan jalan yang mereka tempuh cukup aman untuk dilewati.

Wahyu, sementara itu, berada di belakang, mengawasi lingkungan sekitar dengan waspada, memastikan mereka tidak tersesat di dalam hutan yang seolah menelan mereka.

“Hati-hati, bang,” kata Jusuf sambil berusaha mematahkan ranting besar di depannya. “Jalur ini beneran udah nggak bisa dilewatin.”

Jamal menghela napas panjang, tangannya penuh dengan luka kecil akibat ranting-ranting tajam. “Kita harus terus maju, Suf. Ini satu-satunya harapan kita.”

Wahyu yang berada sedikit di belakang mereka memperhatikan dengan saksama.

Langkahnya lebih lambat, memastikan bahwa mereka tetap di jalur yang benar, meskipun jalur itu nyaris tidak bisa dikenali lagi.

Sambil mengangkat beberapa daun yang menggantung di depannya, dia melirik ke arah Jamal dan Jusuf yang masih bergelut dengan semak belukar.

Sinar matahari pagi menembus celah-celah dedaunan, menciptakan bayangan yang bergerak di tanah.

Suara gemerisik dari semak belukar, suara ranting patah, dan napas mereka yang terengah-engah memenuhi udara. Setiap langkah semakin berat, medan semakin curam dan licin.

“Kita benar-benar bikin jalur sendiri, ya?” Wahyu berkata sambil mengamati sekeliling.

Jamal tertawa kecil, meskipun wajahnya dipenuhi peluh. “Sebenernya ini bukan jalur baru. Warga dulu sering pakai jalan ini, tapi udah lama nggak ada yang lewat.”

Setelah beberapa saat, mereka berhenti sejenak untuk mengumpulkan tenaga.

Jusuf duduk di atas batu besar, menghela napas berat. Jamal berdiri di sampingnya, membersihkan debu dan dedaunan yang menempel di bajunya.

Wahyu berjalan mendekat, matanya terus mengawasi sekeliling dengan waspada.

Saat itulah dia merasakan ada sesuatu yang tidak beres.

[BL] Tersesat Ke Desa Gaib Gunung Suralaya ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang