Setelah makan malam, suasana tetap meriah.
Mereka tidak langsung meninggalkan meja makan, malah mereka memilih untuk terus duduk di sana, berbincang hangat ditemani makanan ringan dan minuman cola.
Di tengah meja, ada kacang, kue tradisional, ciki-ciki, dan aneka jajanan pasar sisa acara tujuh bulanan siang tadi.
Ruangan dipenuhi tawa dan cerita, membuat malam itu terasa begitu intim dan akrab.
Muhammad, sambil mengunyah kacang, melontarkan protesnya.
"Parah lo, Mal! Punya anak dua nggak kabar-kabar.." katanya, memasang wajah pura-pura kecewa.
"Iya, parah nih," Jendral menambahkan sambil mengangguk setuju. "Jadi nggak enak nggak ngasih apa-apa ke kalian."
Jamal hanya tertawa kecil, lalu menggeleng. "Udah, nggak usah repot-repot. Gue aja santai."
Jendral langsung menyela dengan nada bercanda, "Gue bukan nggak enak sama lu, tapi sama bini lu!"
Semua meledak dalam tawa, dan suasana makin hangat.
Rahmat yang penasaran, bertanya, "Anak lu yang pertama umur berapa, Mal?"
"Empat tahun," jawab Jamal santai. "Begitu kita pindah ke Banyuwangi, dua bulan kemudian langsung positif."
"Wuihh, tok cer!" celetuk Hendra sambil tertawa, menambahkan suasana hangat di ruangan.
Windy, yang selalu perhatian pada teman-temannya, bertanya lebih serius, "Di Banyuwangi lu kerja apa? Anak bini lu berkecukupan nggak?"
Jamal mengangguk, mengingat masa-masa awalnya di sana. "Syukur deh, cukup. Pas awal-awal sih gue kerja di Bank. Tapi gue resign, apalagi pas bini gue hamil tua, kasian. Tau sendirikan, kerja di Bank masuk jam delapan pagi, pulang jam sepuluh malam. Berat."
Jusuf yang penasaran menimpali, "Terus lu kerja apa, Bang?"
"Ya gue buka usaha," jawab Jamal dengan senyum penuh keyakinan. "Rumah gue kan deket tempat wisata, jadi gue bangun resort utang itu 1M, tapi syukur udah lunas sekarang. Sekarang Banyuwangi lumayan rame wisatawan karena double trip Banyuwangi-Bali gitu, jadi syukur resort gue rame terus udah balik modal."
"Wuihh, boss dong lu sekarang." sahut Jendral sambil menepuk pundak Jamal.
"Kalau kapan- kapan kita main ke rumah lu, gimana?" Tanya Jendral.
Jamal mengangguk. "Boleh."
"Kebetulan tuh, gue bisa bikin konten. Nanti gue bantu promosi deh." Timpal Hendra dengan antusias, "Terus ada apalagi?"
Jamal hanya tersenyum, memainkan alisnya sedikit jahil. "Kebetulan di deket Baluran juga banyak peternak sapi pinggir laut, terus gue beli tanah terus buka peternakan juga. Sekarang, syukur udah ada tiga ratusan sapi lah."
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Tersesat Ke Desa Gaib Gunung Suralaya ✓
Teen FictionMuhammad buka jasa open trip ke Gunung. Dia pergi bersama delapan teman kampusnya. Perjalanan naik gunung yang di gadang - gadang bakalan menyenangkan malah jadi menyeramkan ketika mereka terjebak di perkampungan gaib. Apakah mereka bisa kembali? ⚠...