#23

3.7K 287 42
                                    

Halooo...

Mohon maaf lahir & batin yaaa..Hahaha...udah lewat bulannya ya^^

Maaf benera deh, aku mulai lost feeling sama cerita ini sehingga terjadilah writer blocking (bener ya itu istilahnya?). Aku galau sendiri, gimana caranya mutus cowok sebaik Alex. Uhuk! Sebenernya juga, udah banyak draft buat cerita ini, tapi nyambungin antar drarftnya itu lho yang masih susah. Jadi kalau ini pendek, mohon dimaklumi ya. Geje? ya biasalah...banyak kok hal yang lebih geje lainnya daripada cerita ini. Hihihi..

Btw, ada yang bilang cerita-ceritaku ini kok datar banget di awal ya, bikin orang cuma masukin di library trus bacanya ntar kapan-kapan. Baru setelah "memaksakan diri" membaca beberapa part, kerasa makin asik. Hihihi... Iya nih, emang kebiasaan. Maklum, baru belajar nulis, belum bisa bikin cerita awal yang cetar membahenol gitu dah. Semoga untuk cerita-cerita selanjutnya bisa bikin awal cerita yang bikin penasaran ya ^^

Happy reading ^^

-BJ-

----------

Alex

"Troy?" Kejutan yang tak pernah kuduga akan kudapatkan begitu pintu apartemen Ela terbuka. Troy dengan rambutnya yang mulai gondrong tampak acak-acakan, bertelanjang dada dan celana jeansnya yang menggantung rendah di pinggulnya menampakkan karet boxernya. Untungnya dia masih pakai celana jeans, membuatku cukup lega memperkirakan dia tak melakukan tindakan yang iya-iya semalam.

"Alex?" Ia mengerjapkan mata bantalnya dan menguceknya sekali lagi untuk bisa melihatku dengan jelas.

"Ngapain lo disini?" pekik kami berbarengan.

"Gue yang mestinya nanya, ngapain lo pagi-pagi dengan muka bangun tidur gitu di apartemen cewek gue!" Hardikku. Aku mendorongnya agar menyingkir dan memberikan jalan. Aku sengaja menabraknya cukup keras karena ia bergeming di depan pintu.

"Sialan lo! Pagi-pagi udah ngajak berantem." Suaranya terdengar kesal namun tak melakukan tindakan apapun selain minggir memberiku jalan.

Aku tak menghiraukan ucapannya dan melintasi ruang tamu. Sofa yang tampak berantakan dengan jaket dan kaos Troy tersampir di sudutnya. Bantal sofa warna warni yang sebagian jatuh diantara sofa dan meja. Kaleng softdrink, mug-mug, handphone Troy dan sebungkus rokok berserakan di meja. Aku berbalik dan menatapnya acuh.

"Sejak kapan lo disini?" Bukannya menjawabku, ia malah ngeloyor ke kulkas dan menenggak susu dingin dari kulkas.

"Peduli apa lo?" ia balik bertanya, mengusap kumis susu yang ada diatas bibirnya dengan lengan. Troy lebih senang minum susu atau jus dibanding kopi sepertiku. Tipikal makhluk yang menolak dewasa.

"Jelas gue peduli. Ela itu cewek gue. Hubungan kalian nggak akan pernah sama lagi kayak dulu." Tegasku dingin.

Sejak kecil, kami bertiga kadang-kadang memang tidur bertiga, entah di kamar Ela, di kamar kami, di ruang bermain di rumahku, di rumah pohon yang ada di halaman belakang rumahku, di sofa, dimanapun sih tepatnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sejak kecil, kami bertiga kadang-kadang memang tidur bertiga, entah di kamar Ela, di kamar kami, di ruang bermain di rumahku, di rumah pohon yang ada di halaman belakang rumahku, di sofa, dimanapun sih tepatnya. Sehabis bermain, kalau capek ya kami bisa tidur dimana saja. Tapi masuk SMP, aku sudah banyak tidak hadir dalam kegiatan yang biasa kami lakukan bertiga. Mereka berdua kebanyakan melakukan kegiatan konyol layaknya anak-anak yang tak pernah tumbuh dewasa, sedangkan aku lebih banyak mengasah kemampuanku dalam organisasi sekolah. Aku pun masih sering melihat mereka tidur dalam satu ranjang, walaupun aku tahu mereka tidak melakukan apa-apa.

DioskouriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang