Takdir Yang Tak Terelakkan

51 4 7
                                    

Dengan raut wajah datar, Yoga keluar dari lift dan melihat Han ada di depannya.

Kedua alis Yoga menekuk karna Han dengan santai duduk di tengah-tengah ruangan persegi itu.

"Kita bisa bertarung setelah orang-orang yang ada di babak sebelumnya selesai. Kenapa kita tidak berbincang dulu?" Tanya Han.

Yoga menghela nafas lalu dia duduk dan bersandar di dinding.

"Yoga, kenapa kamu memilih berubah? Dengan bakat yang kamu miliki, kamu bisa menjadi pembunuh professional?" Tanya Han.

"Awalnya begitu. Tapi setelah kalah dari tuan Arga aku menyadari sesuatu yang lebih penting dari ego ku sendiri. Aku tidak ingin ada orang yang menderita lagi seperti ku saat aku menjadi ternak oleh ayahku sendiri di Dunia Bawah," ucap Yoga.

"Aku terobsesi dengan tuan Arga karna awalnya juga akh butuh sosok yang harus di hormati seperti Tira. Aku siap melakukan apapun sebagai bawahannya, tapi tuan Arga sendiri mengatakan kalau dia ingin aku menjadi temannya,"

Yoga menunduk dengan mata berkaca-kaca.

"Aku bersyukur bisa hidup sekarang. Yang di katakan tuan Arga memang benar, mau sejahat apapun kita, pasti ada satu orang yang sedang menunggu atau mengkhawatirkan kita sebagai orang yang berharga. Dong-Hyun Han, aku yakin orang seperti itu juga ada di dalam dunia mu,"

Alis Han berkedut mendengarnya.

Han tersenyum lalu terkekeh.

"Aku awalnya terkesan mendengar cerita mu. Tapi kalimat terakhir yang kamu katakan sungguh sebuah lelucon yang tidak lucu sama sekali," kata Han tersenyum lebar.

"Tidak, aku yakin pasti ada satu orang. Aku tidak tau apakah kamu belum bertemu dengannya, atau sudah bertemu tapi kamu tidak menyadarinya," sahut Yoga membalas tatapan Han yang terlihat marah.

"Mau taruhan?" Tanya Han kembali tersenyum lebar.

"Katakan," sahut Yoga.

"Jika yang kamu katakan itu benar, seharusnya orang itu akan ada di saat aku akan mati. Tapi kalau kamu atau aku yang benar, Apa hadiahnya?" Tanya Han menyeringai.

"Jika aku salah, aku akan ikut ke neraka dengan mu. Apa itu cukup?"

Han yang masih tersenyum lebar, memejamkan matanya.

"Menarik, tapi kurang. Kalau aku benar, aku ingin kamu bunuh diri di depan Arga. Meskipun aku akan mati, setidaknya aku bisa melihat wajah keputusasaan nya untuk yang terakhir kalinya,"

Yoga terdiam sejenak lalu mengangguk.

"Aku setuju,"

*******

Di tengah suasana menegangkan itu, semua orang melihat ada sebuah lift muncul, lalu Yoga keluar berjalan dengan santai dari sana.

"Lah anak monyet!! Gua kira elu udah mati!! Gua udah nangisin elu yah!!" Teriak Risa menunjuk ke arah Yoga.

"Gua ga butuh air mata kalian," ucap Yoga dengan arogan membuang wajahnya.

"Si bangsat!!! Gua tembakin pala elu yah!"

Rama langsung bangkit menahan Risa yang menggila.

"DOKTER HAN!! DOKTER HAN BANGUN!!" Teriak Vivi menangis mengguncang tubuh Han.

Bibir Vivi gemetar semakin kuat karna tangan Han terasa dingin.

"V-vivi.." panggil Arga sambil berjalan perlahan mendekatinya.

Vivi berbalik dan memeluk Arga. Vivi menangis keras di dalam pelukannya dan mengingat kalimat terakhir yang Han katakan padanya.

"Aku yakin kamu akan menjadi dokter yang hebat. Tapi maaf, aku tidak bisa melihatnya. Selamat tinggal dokter muda. Kuharap kita bisa bertemu lebih cepat," bisik Han saat dia menyandera Vivi.

Kisah Kami (Part 12)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang