Irianna Jhessail hanyalah seorang anak yatim piatu biasa yang menghabiskan hidupnya di Panti Beltoun bersama orang-orang yang sudah ia anggap sebagai keluarga. Miss Matilda, sang pemilik panti tiba-tiba jatuh sakit 5 tahun yang lalu. Kehidupan pun s...
Irianna tidak ingat berapa lama mereka berjalan melewati terowongan itu. Tahu-tahu mereka semua sudah muncul di depan pintu yang berada tepat di samping koridor Gargoyle lantai tiga. Pintu itu langsung menghilang begitu mereka keluar dan Professor Dumbledore pun menggiring ketiganya melewati koridor, membawa mereka ke depan patung Gargoyle besar yang nampak mencolok, matanya kuning menyala dan kepalanya bergerak menatap mereka yang baru saja tiba.
"Sherbet Lemon," ucap Professor Dumbledore pada si patung. Tak butuh waktu lama, patung itu kembali bergerak, ia membuka sayapnya lebar-lebar dan kemudian berputar ke belakang, menampakkan jejeran tangga spiral yang menuntun mereka ke ruangan kantor kepala sekolah.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Neville dan Draco menatap takjub, sementara Irianna mengangkat alis antara terkesan dan rasa ingin tertawa.
"Sherbet Lemon? Really?" ucapnya menahan geli, dari sekian banyak kombinasi sandi yang rumit dan elegan, ia cukup terkejut mengetahui kepala sekolahnya memilih jajanan permen murah meriah dari dunia muggle sebagai kata sandi untuk ruangan pribadinya.
Professor Dumbledore menatap Irianna dan terkekeh, "Why not? It's my favourite sweets," ucapnya sambil mempersilahkan mereka menaiki tangga lebih dulu.
"Hai, Albus!" sapa lukisan Armando Dippet ramah.
"Urgh, kau mengganggu tidurku!" ucap salah satu lukisan di sana. Phineas Nigellus Black, tertulis di bingkai fotonya. Wajahnya berubah makin masam saat menyadari kehadiran tiga orang murid di dalam ruangan. Sambil menggerutu kecil pria itu segera beranjak pergi meninggalkan bingkainya.
"Students?? Ah, another stupid-antics around the school isn't? Tsk, dasar anak-anak jaman sekarang...." timpal lukisan Elizabeth Burke, yang lanjut berbicara ngelantur mengenai betapa keren dan hebat penyihir di masa dirinya sambil memuji-muji penyihir berdarah murni—terutama dirinya sendiri.
Ruangan kepala sekolah sangatlah menarik. Berbentuk melingkar indah, ruangan luas itu penuh dengan suara-suara kecil dan dentingan lembut yang lucu. Dekorasinya pun tak kalah menarik, ada banyak foto kepala sekolah terdahulu terpajang menyambut kedatangan mereka dengan respon yang berbeda-beda. Sejumlah instrumen perak aneh berdiri di atas meja berkaki poros, berputar dan mengeluarkan kepulan asap kecil tak berbau. Beberapa sudut ruangan tampak penuh dengan tumpukan buku, rak serta meja-meja berisi barang sihir. Irianna cukup terkejut melihat sang topi seleksi tidur mendengkur di salah satu rak berdampingan dengan sebuah sangkar burung kosong.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.