Aksa, Galuh dan Radit menghampiri Altan yang tersenyum kemenangan atas apa yang tah dia lakukan terhadap keluarga Larasati Abdillah.
"Al, kenapa lo ngomongin adiknya Haidar di hadapan tuan Anggara?? Lo gak takut tuan Anggara kesel dan marah sama lo??" Tanya Aksa penasaran mengapa Altan melakukan hal itu di depan tuan Anggara.
"Lo pernah dengar kan, jika kekerasan tidak diperbolehkan maka lawanlah dengan ucapan. Dan itulah yang gue lakukan kepada Haidar dan ini lebih menarik bukan?"
"Jadi maksud lo hal yang bikin seorang Haidar kalah yaitu dengan membahas adiknya di depan Ayah nya??" Ucap Radit dengan penasaran.
"Ya betul sekali, selama ini Haidar selalu buat perkara sama Arios dengan alasan adiknya. Lalu kenapa kita gak bales dengan bahas adiknya! Dan lo tau?? Kaya nya ada sesuatu yang menarik tentang adiknya Haidar".
Senyuman manis dan seringai di wajahnya nya terlihat jelas oleh ketiga sahabatnya, mereka tahu bahwa Altan sekarang sedang tertarik dan pasti akan menggali lebih dalam masalah adiknya haidar untuk menjadi kartu as dia melawan Haidar juga Ardefia.
"Al, gue saranin untuk jangan usia Haidar lewat permasalahan adiknya apalagi harus libatin ayahnya ke permasalahan kita sama Arios". Aksa mencoba memberikan pendapat kepada sahabatnya itu agar dia tak salah langkah apalagi mencampuri urusan keluarga orang lain.
"Kenapa?? Lo takut kalau Altan bisa kalahin Haidar dengan cara ini???" Tanya Galuh dengan tatapan meminta jawaban kepada Aksa yang akhir- akhir ini selalu berbeda pendapat dengan mereka.
"Gue cuma gak mau urusan kita melibatkan keluarga, lo pikir deh kita emang anak berandalan tapi bukan berarti gak punya hati dalam hubungan keluarga kita"
"Gue setuju sama apa yang di bilang Aksa, gak seharusnya kita libatin keluarga Haidar dalam permasalahan kita Al". Ungkap Radit membenarkan apa yang dikatakan Aksa.
"Lo lupa dit??? Gue Altan!!!! Gue emang egois, dan akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kepuasan!" Ucap Altan dengan lantang.
"Kenapa sih lo malah jadi sama kaya si Aksa, dari dulu Arios kan emang seperti ini! Gagah dan berani bukan hanya buat jadi jagoan, heran sama lo berdua!" Galuh terlihat jengkel dengan kedua sahabatnya yang bertentangan pendapat dengan dia juga Altan, dia tak suka dengan perbedaan pendapat seperti ini.
"Udah, jangan bahas ini lagi. Gue gak mau cuma perkara kecil doang persahabatan kita jadi retak, mending kalian nikmati pesta malam ini oke" ucap Altan dengan melangkah pergi meninggalkan sahabatnya, begitupun dengan Galuh yang langsung pergi menyusul Altan berbeda dengan Aksa dan Radit yang tetap berada di posisi mereka saat ini tanpa mengikuti kedua sahabatnya itu.
Sedangkan dilain sisi, Anggara Larasati Abdillah kini tengah berada di luar ruangan dan memilih jauh dari keramaian pesta yang sedang berlangsung meriah di dalam.
Haidar menghampiri sang Ayah yang sedang termenung dengan pemikiran nya saat ini.
"Ayah" ucap Haidar memanggil sang Ayah, Ayah nya pun langsung menoleh kepada putra nya itu dengan senyuman yang dipaksakan.
"Ayah baik- baik saja Haidar, lebih baik kamu mengikuti pesta yang sedangkan diadakan saja dibanding menemani ayah"
"Ayah boleh berkata seperti itu, tapi aku tahu hati Ayah hancur saat bertemu dengan Altan. Bagaimana mungkin Ayah baik- baik aja sedangkan sorot mata Ayah mengungkapkan segala nya"
"Ternyata Ayah tak pandai berbohong ya, apalagi berbohong sama kamu. Ayah akui, rasanya sakit ketika Ayah harus menerima uluran tangan dari penyebab kecelakaan adik kamu. Tapi Ayah berusaha tegar dan berusaha seakan - akan tidak terjadi apa- apa. Tapi nyata nya??? Hati Ayah sakit jika mengingat nama itu apalagi bertemu langsung dengan nya" ucap sang Ayah dengan nada pilu.
"Haidar, apa kamu yakin dengan jalan yang kamu tempuh saat ini???"
"Untuk apa Ayah menanyakan hal yang sudah menjadi pasti?? Apa Ayah merasa salah memberikan kebebasan atas keinginan Haidar?"
Ayah nya menggeleng dengan apa yang Haidar tanyakan kepadanya, "Nak, Ayah memberikan kebebasan untuk kamu karena Ayah tahu bahwa kamu itu mampu. Selama ini kamu yang berjuang, maka apa salah nya jika Ayah mendukung perjuangan kamu. Tapi ingat Haidar bahwa dendam hanyalah sebuah kepuasan tanpa bisa memperbaiki keadaan. Dan berusahalah untuk ikhlas dengan apa yang tengah menjadi ujian" ucapnya dengan memegang bahu Haidar uang setia mendengarkan apa yang dia katakan padanya.
Haidar hanya menatap kosong apa yang dikatakan Ayah nya, dia menunduk seakan mengerti bahwa apa yang dikatakan sang Ayah adalah sebuah kebenaran yang Haidar ketahui.
"Haidar tahu betul itu, tapi biarlah Haidar mendapatkan kepuasan itu. Walaupun mewujudkan nya penuh dengan perjuangan dan hasilnya hanyalah kepuasan sesaat tapi izinkan Haidar merasakan nya" jawabnya dengan senyuman lembut yang hanya akan dia tunjukkan kepada orang yang dia sayangi termasuk kepada Ayahnya.
"Berjuanglah dengan apa yang saat ini kamu usahakan, Ayah akan selalu mendukung keputusan kamu. Tapi ingatlah untuk siapa kamu melakukan ini?? Apa kamu tidak mau bertemu dengan adik kamu????"
"Aku pengen ketemu sama dia, tapi setiap melihatnya terasa sakit dan sesak. Mungkin terdengar lemah, tapi inilah sosok aku yang tak tega melihat penderitaan nya" ucap Haidar menahan kesedihan yang dia pendam.
"Rasanya memang sakit nak, tapi ingatlah dengan keberadaan kamu mungkin saja akan ada sebuah keajaiban dengan naluri ikatan batin diantara kalian. Dia lebih butuh kamu berada disisinya, pasti itulah yang dia inginkan jika keajaiban itu terjadi"
"Nanti Haidar akan menjenguk dia, dan Haidar minta izin ke Ayah untuk memperkenalkan dia ke sahabat Haidar. Bagi Haidar mereka sudah seperti keluarga, jadi Haidar ingin mereka mengetahui adik yang selama ini menjadi tujuan hidup Haidar"
"Silahkan nak, jadikanlah mereka sebagai saudara kamu, berbagilah cerita hidup bersama mereka untuk meringankan beban kamu"
Haidar hanya tersenyum dengan apa yang dikatakan Ayahnya, bagi dirinya Ardefia memanglah seperti saudara yang selalu ada untuknya.
Lalu apa salahnya jika dia berbagi cerita hidup nya dengan sahabat- sahabatnya yang selama ini menjadi keluarga kedua untuknya.
" Ayah, Haidar ada sesuatu yang harus di selesaikan. Haidar izin pamit dulu ya Ayah" ucapnya dengan meraih tangan sang ayah dan mencium tangan nya
"Iya, hati- hati! Ayah percaya sama kamu Haidar" ucap sang Ayah yang membuat Haidar menganggukan kepala nya dan langsung meninggalkan sang Ayah.
"Gue gak akan diam aja dengan apa yang dilakukan Altan ke keluarga gue, udah cukup gue diam dengan perlakuan dia yang semakin hari semakin menjadi. Altan mari kita mulai bendera perang kita malam ini!!!" Batin Haidar memaki.
Bersambung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kertas Putih Kita
Teen FictionTawa kian menggema terdengar di telinga, tawa dari seorang perempuan berhijab dengan senyuman manis. Kulit putihnya kontras dengan sinar matahari di kala pagi "Kenapa kamu suka dengan kertas putih?" tanya seseorang. "Kertas putih itu bersih tanpa n...