Keringat membasahi wajah pucatnya, mengalir di sepanjang pelipis, bercampur dengan helaan napas yang terputus-putus. Mata Zayliee tertutup rapat, seolah berusaha melarikan diri dari kenyataan yang terus mengintai dalam tidurnya yang gelisah. Kepalanya sesekali bergerak, seperti menolak bayang-bayang yang menghantui. Hingga tiba-tiba, manik rusanya yang selalu tampak tenang itu terbuka lebar, napasnya tersengal, dadanya naik turun seiring ketakutan yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Untuk kesekian kalinya, ia tak mampu meraih kedamaian dalam tidurnya. Sosok dari kehidupan sebelumnya terus memburunya, terutama wajah bundanya yang penuh kekecewaan. Seolah wajah itu tercetak jelas di lorong-lorong pikirannya, menggema dengan tuntutan dan perih yang memaksa Zayliee mengingat luka-luka lama yang belum juga sembuh.
"Apa yang harus kulakukan?" bisiknya lirih, suaranya hampir tenggelam di antara embusan napasnya yang belum sepenuhnya stabil. Jemarinya yang gemetar menyentuh ujung hidungnya dengan canggung, berusaha meredam kegelisahan yang menguasai. Rasanya, ia ingin meledak, melontarkan ribuan kutukan kepada Jagsha, yang menjadi sumber segala kegundahannya yang tiada henti.
Suasana hening yang menyesakkan tiba-tiba pecah oleh ketukan halus di pintu, lembut namun cukup untuk menyentaknya kembali ke realitas. "Apa Den Ayu sudah bangun?" suara Banuwari merayap masuk, penuh kehati-hatian dan hormat. Pintu kamar Zayliee terbuka perlahan, memperlihatkan Banuwari yang melangkah masuk dengan langkah yang nyaris tanpa suara.
"Den Ayu mendapat sebuah surat," lanjutnya, Banuwari menyerahkan gulungan kertas dengan sikap yang penuh hormat.
"Dari siapa?" tanya Zayliee, mencoba menyembunyikan badai emosi yang berputar di dalam dadanya. Kegelisahan perlahan menjalar dalam dirinya, meski ia berusaha tampak tenang.
"Yuwaraja," jawab Banuwari singkat, namun cukup untuk membuat jantung Zayliee berdegup lebih kencang, seolah waktu melambat di sekitarnya.
"Apa isinya?" tanyanya dengan suara yang dipaksakan tenang, tangannya terulur untuk meraih gulungan kertas itu.
"Hamba tidak berani lancang membacanya, Den Ayu," jawab Banuwari dengan kerendahan hati, sementara Zayliee mulai melepaskan pita emas yang melilit gulungan itu, jari-jarinya masih sedikit bergetar.
Kertas kuning itu perlahan membuka, menampilkan isinya di hadapan Zayliee. Namun seketika itu juga, mata Zayliee menyipit, terkejut dan kebingungan menghampirinya. Astaga, tulisan apa ini? Setelah sekian lama hidup di dunia yang asing ini, baru kali ini ia menyadari betapa dirinya benar-benar buta huruf di tempat ini. Bagaimana mungkin ia tak menyadari hal itu sebelumnya, bahkan ketika melihat selembaran kemarin? Apa mungkin karena saat itu ia teralihkan oleh lukisan Satya Manembah dan kana yang bercerita tentang isinya, hingga ia tak menyadari kebodohannya.
"Apa kau bisa membaca?" tanya Zayliee cepat, sembari meletakkan kertas itu di atas kasur dengan gerakan yang tergesa.
"Bisa, Den Ayu," jawab Banuwari penuh kepatuhan, wajahnya menunjukkan kebingungan yang tak berani ia ungkapkan.
"Kalau begitu, ajarkan aku membaca," perintah Zayliee, suaranya tetap datar, meski ada nada keputusasaan yang terselip di ujungnya.
"A-apa?" Banuwari terlihat terkejut, matanya melebar.
"Sepertinya benar kata para tetua... arak itu sungguh tidak baik. Semua pengetahuanku seolah terkuras habis setelah meminumnya," Zayliee beralasan, tangannya terangkat menyentuh dahinya dengan dramatis, menyembunyikan kegelisahan yang sesungguhnya.
"Separah itukah, Den Ayu? Apakah perlu hamba panggilkan tabib?" tanya Banuwari dengan nada khawatir yang semakin jelas, membuat Zayliee tersentak.
"Eh, tidak perlu," jawab Zayliee cepat, melambaikan tangannya dengan gerakan yang terlalu cepat untuk terkesan santai. "Cukup ajarkan ulang saja. Aku pasti akan segera mengingatnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Panggung Kraton: Mahkota Untuk Sang Selir
HistoryczneKetika dunia panggung dan layar menjadi bagian dari hidupnya, Zayliee Avyanna tak pernah menyangka hidupnya akan berubah dalam sekejap. Aktris papan atas yang terkenal dengan kemapuan aktinya yang tak pernah gagal, tiba-tiba menemukan dirinya terban...