#10 : Perjodohan

8 2 0
                                    

Kalo gue udah kasih hati gue ke lo, siapa pun jadi nggak menarik di mata gue,

-Rayna-

Sejak hari itu, di cafe waktu itu, Rayna perlahan menghindari Bryan. Sebenarnya saat Bryan mengatakan itu, Rayna sepenuhnya mengerti. Maksud Bryan saat itu adalah ingin tetap bersama Rayna tanpa ada status yang jelas. Namun, Rayna pura-pura tak mengerti. Saat pamit ke toilet saat itu, Rayna menangis. Rayna tak ingin dekat dengan seseorang yang tak pernah bisa serius dengan hidup. Terlebih perkara hati.

Buble chat tampak menumpuk di room chat WhatsApp miliknya, di sana tertera nama Bryan. Di bar call history pun sama, ada beberapa panggilan tak terjawab dari Bryan. Sengaja, Rayna tak ingin terhubung dulu dengan Bryan. Rayna merasa Bryan seperti mempermainkan perasaannya. Beberapa kali ia dibuat baper, tetapi sekalinya mengungkapkan justru cowok itu memberikan mixed signal.

Saat ini, Rayna tengah menangis menatap foto-foto Bryan dan dirinya di layar ponsel. Sesekali air matanya jatuh karena rindu. Sudah beberapa hari tak ada komunikasi.

Suara pintu kayu berdecit pelan ketika seseorang hendak masuk ke kamar Rayna. Suara itu memecah kesunyian, membuat Rayna terkesiap karena mendengarnya. Buru-buru ia menghapus air matanya. Namun, Kak Azka terlanjur tahu bahwa adiknya saat ini baru saja menangis.

"Lo nangis, dek?" tanya Azka cemas.

"Nggak, mana ada," elak Rayna. Ia buru-buru mematikan layar ponselnya yang di sana terpampang foto Bryan.

Dengan cekatan, Azka berhasil mengambil ponsel adiknya dan melihat apa yang menjad penyebab Rayna sedih. Meski layar ponsel itu dikunci, Azka selalu tau password untuk membukanya. Rayna berusaha mengambil kembali ponselnya yang sekarang telah ada di tangan kekar Azka. Tubuh Azka yang tinggi tidak memungkinkan Rayna untuk meraih benda pipih itu. Akhirnya, Rayna hanya bisa pasrah dan terduduk lesu di pinggiran kasurnya.

"Oh, cowok ini yang hari itu pernah dateng. Cowok model begini lu tangisin? Masih gantengan juga gue kemana-mana, dia apain lo sampai nangis gini?" ujar Azka dengan nada skeptis.

"Apa, sih, Kak? Selalu aja ikut campur urusan gue," ucap Rayna kesal.

"Eh, bocil. Asal lo tau, ya, prinsip kakak di seluruh dunia itu sama. Nggak ada yang boleh nyakitin lu selain gue, kakak lu. Jelaslah jadi urusan gue, lo adek gue bego!" ucap Azka dengan tegas, matanya tajam. Seolah sedang menunjukkan tidak ada yang boleh menyakiti Rayna.

"Prinsip apaan coba yang lu anut itu, nggak jelas!" sindir Rayna. "Gue menghargai perhatian lo, Kak. Tapi, gue pengen nyelesaiin semuanya sendiri."

"Alamat rumahnya di mana? Biar gue samperin, enak aja udah bikin adek gue nangis nggak ada tanggung jawabnya. Mau gue ajak duel sekalian, udah lama tangan Kakak nganggur pukulin orang," Azka berkata dengan suaranya yang berat, kini wajahnya dipenuhi kemarahan. Tangannya mengepal kuat, seolah tak sabar untuk bertemu Bryan dan menghajarnya.

Dengan emosi, Rayna berkata, "Kak! Lo nggak bisa, ya, kayak gitu ke Bryan. Nggak semua masalah itu harus pakai kekerasan. Cukup, ya, gue nggak mau ada perkelahian itu!"

"Oke, tapi tunggu aja kalo ke rumah ini lagi. Siap-siap aja," balas Azka.

"Kak?! Ih, pergi nggak lo dari kamar gue?! Nyebelin banget, sih!" usir Rayna dengan melempar bantal ke arah Kakaknya agar segera hengkang dari kamarnya.

♡♡♡

Hari ini, minggu. Rayna sengaja tak keluar untuk jogging seperti biasa. Padahal, Bryan sudah menghubunginya untuk olahraga bersama seperti biasa. Namun, Rayna mengabaikannya.

Can I Be Yours?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang