"Meski berat, melupakan semuanya dalam waktu singkat itu adalah kemustahilan,"
-Rayna-
Rayna terbangun dari tidurnya dengan rasa berat yang menyelimuti dadanya. Suara detakan jam dinding di kamarnya terasa seperti palu yang menghentak-hentak kepalanya, mengingatkan bahwa waktu terus berjalan meski hatinya terhenti pada satu titik. Sudah berhari-hari sejak ia terakhir kali melihat Bryan, dan rasa rindu yang membara di dalam hati hanya membuatnya semakin terpuruk. Setelah kejadian di rumah sakit, hidupnya seolah terjebak dalam pusaran kesedihan yang tak berujung.
Rayna duduk di tepi tempat tidurnya, memandangi jendela yang menghadap ke taman. Di luar sana, hujan turun dengan derasnya, sementara Rayna hanya bisa merasakan kesepian. Seolah alam tau apa yang sedang dirasakannya saat ini. Setiap detik berlalu terasa seperti beban yang semakin berat. Kenangan bersama Bryan menghantuinya—senyumnya, tawanya, bahkan candaannya yang selalu bisa membuatnya merasa lebih baik. Namun sekarang, semua itu hanya tinggal kenangan.
"Meski berat, melupakan semuanya dalam waktu singkat itu adalah kemustahilan," gumam Rayna pelan. Ia menyadari, tidak mudah untuk melupakan semuanya, terlebih kenangan bersama Bryan.
Sejak hari dimana Bryan memutuskan semuanya, kehidupan Rayna kembali kelabu. Aktivitasnya hanya terus berada di kamar bersama semua kanvas miliknya. Rayna jadi sering mengurung diri dengan melukis sebagai sarananya untuk meluapkan semua emosinya.
Hingga, suara ketukan pintu terdengar. Rayna langsung tahu jika itu Azka, kakaknya. Sebab mendengar cara mengetuknya berberda dengan yang lain.
Rayna dengan langkah berat membukakan pintu, di sana berdiri Azka dengan membawa senampan makanan dan minuman untuk adiknya, Rayna.
Saat Azka masuk, Rayna mengunci pintu lagi. Ia membiarkan Azka meletakkan makanan itu di nakas samping tempat tidurnya. Sedang, ia kembali dengan aktvitas melukisnya.
"Lo kenapa, sih, Dek? Akhir-akhir ini gue ngerasa lo kayak lagi sedih," tutur Azka. Ia mendekat pada Rayna yang masih bergeming sembari tetap melukis.
"Percuma juga gue cerita ke lo, Kak. Lo juga dukung perjodohan gue sama Julian. Itu yang buat gue sedih," balas Rayna.
"Jadi, lo nggak suka sama Julian? Kenapa? Dia mapan, ganteng, baik. Dimana sisi Julian yang nggak lo suka?" tanya Azka bingung.
"Julian terlalu over protective, Kak. Dia pernah mukul Bryan sampai pingsan hanya gara-gara Bryan ngajak gue pacaran," ungkap Rayna.
"Itu yang gue nggak suka dari dia, sayangnya gue nggak ada bukti kuatnya," sambung Rayna, nada suaranya rendah. Kesedihan masih terdengar dari caranya berbicara.
Azka tampak berpikir, lalu berkata, "Gue bisa bantu lo apa, Dek? Gue nggak mau lo jatuh di tangan orang yang ambisius dan terlalu mengekang lo kayak gitu. Gue Abang lo, nggak pernah sebegitunya!"
Rayna menoleh, nyaris tak percaya dengan apa yang diucapkan oleh kakak yang sudah ia anggap orang paling menyebalkan di dunia itu.
"Lo percaya sama gue, Kak?" tanya Rayna penasaran.
"Iya, karena lo adek gue. Gue nggak mau lo menjalani semua itu karena terpaksa. Gue coba bantu ngomong sama Mama, ya?" balas Azka sembari mengacak-acak rambut Rayna.
"Makasih, Kak! Kali ini tolong gue, Kak. Gue nggak nyaman sama Julian," ujar Rayna sembari berhambur memeluk Azka erat.
♡♡♡
Julian menatap pintu kamar Rayna yang tertutup rapat. Sudah berjam-jam ia menunggu, berusaha membujuknya untuk keluar. Namun, semua usahanya sia-sia. Ia mengetuk pintu dengan lembut, mengeluarkan suara yang penuh harap.

KAMU SEDANG MEMBACA
Can I Be Yours? [TERBIT]
Ficção Adolescente[CERITA LENGKAP] Terbit di Teori Kata Publishing Adelia Rayna Putri, mahasiswi cantik Desain Komunikasi Visual dan Arsenio Bryan Adhitama, mahasiswa Sastra yang dipertemukan Tuhan di Pekan Seni Kampus. Karya seni mereka, lukisan Rayna dan puisi Brya...