#14 : Sebuah Kesalahan

17 5 0
                                    

"Tekanan batin ini mungkin wujud dari rasa bersalah yang terlalu lama mengendap dalam hati,"

-Bryan-

Bryan menatap layar ponselnya berkali-kali, tiada notifikasi dari siapa pun. Hanya notifikasi pesan dari Nesya yang sejak tadi memenuhi ruang chatnya. Bryan berharap, Alex akan menghubunginya. Namun, Bryan tahu betul. Harapannya itu tak akan pernah jadi kenyataan. Sebab, Bryan sangat mengenal Alex. Sore ini Bryan mencoba untuk menemui Alex di basecamp, menjelaskan semuanya dan meminta maaf padanya.

Saat membuka pintu basecamp, di sana hanya ada Randy dan Galang yang sedang asik bermain PS.

"Woi, Bro! Dah lama lo nggak kesini!" seru Randy ketika Bryan masuk.

"Alex mana?" tanya Bryan, matanya menyapu seluruh ruangan utama basecamp.

"Lah, nanya kita. Alex aja dah lama nggak kesini, di chat juga centang satu dari seminggu yang lalu. Lo tau nggak dia di mana? Tiba-tiba aja ngilang tuh bocah," ujar Galang, matanya masih saja tertuju pada layar televisi.

"Nggak coba ke rumahnya?" tanya Bryan lagi.

"Ngapain? Biarin, mungkin sibuk kali sama tugas dan pacarnya," sahut Randy.

"Ya, kali gitu doang sampai nggak ke basecamp," balas Galang.

"Gitu, ya?" seloroh Bryan.

"Lo lagi nggak ada masalah, kan, sama Alex?" tanya Galang penuh selidik. Laki-laki yang selalu mengenakan outfit ala rapper itu tampak mulai serius, hingga stik PS-nya di letakkannya begitu saja. Matanya menatap lurus Bryan.

Bryan menunduk, ada kebenaran yang sebenarnya ingin ia sampaikan. Namun, Bryan terlalu takut jika teman-temannya yang hanya tinggal Galang dan Randy ini juga turut meninggalkannya seperti Alex.

"Jangan bilang emang bener lo ada masalah sama Alex?!" tanya Randy mengulangi pertanyaan Galang.

Tidak ingin menyembunyikan apa pun lagi, kebenaran selalu pahit. Namun, jika tak dikatakan, Bryan takut semua itu juga akan menjadi bumerang di akhir suatu saat nanti. Akhirnya, Bryan menceritakan semuanya. Galang dan Randy yang sejak tadi menyimak dibuat geleng-geleng kepala karena apa yang diceritakan Bryan.

"Bodoh! Kok, bisa lo kayak gitu?! Mana predikat cowok paling romantis se-antero kampus? Mainin perasaan cewek itu bisa disebut romantis, hah?!" caci Galang. Emosinya mulai meluap karena kesal.

"Semua puisi-puisi itu, yang selalu lo agung-agungkan di atas panggung. Semuanya bohong! Ga habis pikir, gue," timpal Randy.

"Gue nggak ada maksud mainin perasaan Rayna dan Nesya, guys. Gue cuma bingung sama perasaan gue sendiri, gue juga tersesat. Gue nggak tau harus gimana," bantah Bryan.

"Pantes Alex marah sama lo sampai mukulin lo, semua itu Alex lakuin, ya, mungkin bisa bikin lo sadar," ucap Randy dengan nada yang dingin, tatapannya tajam.

"Gue sampai nggak bisa berkata-kata lagi, Bro. Solusinya satu, lo harus bisa ambil keputusan. Pilih Rayna atau Nesya. Jangan temuin kita bertiga kalau lo masih kayak gini!" kata Galang tegas, matanya menatap Bryan penuh kekecewaan. Seolah memberi ultimatum terakhir sebelum pergi meninggalkan basecamp menyisakan Randy dan Bryan.

Can I Be Yours? [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang