EPILOG

248 41 3
                                    

Jam menunjukkan pukul dua pagi ketika Heeseung terbangun oleh rasa sakit yang tajam di perutnya. Rasa sakit itu datang tiba-tiba, seolah menusuk tanpa peringatan. Dengan napas tersengal, Heeseung mengusap perut besarnya perlahan, mencoba menenangkan dirinya dan bayi yang ada di dalam sana. "Shh..." bisiknya pelan, berharap rasa sakit itu akan segera mereda atau setidaknya berkurang. Namun, semakin ia mengusap perutnya, rasa sakit itu malah bertambah parah, menyerang lebih kuat dari sebelumnya.

"Ahh... ada apa ini?" gumam Heeseung, bibirnya bergetar menahan sakit yang terus meningkat. Matanya mulai berkaca-kaca, tubuhnya bergetar pelan karena tak kuasa menahan kontraksi yang semakin tak tertahankan. Ia menggigit bibir bawahnya, mencoba menahan jerit kesakitan yang ingin meledak.

Dengan nafas terengah-engah, Heeseung menoleh ke arah suaminya yang terbaring di sebelahnya. Jake masih terlelap dalam tidurnya, wajahnya tampak damai, benar-benar tak menyadari apa yang sedang terjadi. "Jake..." bisik Heeseung pelan, suaranya hampir tak terdengar, tetapi tak ada respons dari suaminya. "Ahh... kenapa ini sakit sekali?" ucap Heeseung lagi, kali ini lebih keras, suaranya terdengar patah-patah saat rasa sakit semakin menekan. Keringat dingin mulai membasahi dahinya, mengalir deras hingga lehernya, seiring rasa nyeri yang menyebar ke seluruh perutnya.

Ia mencoba mengatur napasnya dengan susah payah, meskipun tubuhnya semakin melemah. Tangan Heeseung mencengkeram erat sisi kasur, berharap cengkeraman itu bisa membantunya bertahan dari rasa sakit yang datang bergelombang. Setiap tarikan napas terasa berat, seolah ada yang menekan dadanya, membuatnya sulit untuk bernapas dengan normal.

Jake, yang tertidur nyenyak, tiba-tiba merasakan gerakan samar dari sisi tempat tidur. Alisnya berkerut, tubuhnya merespons dengan cepat saat mendengar suara rintihan pelan dari Heeseung. "Sayang? Ada apa?" tanyanya dengan cemas, suaranya langsung penuh dengan kekhawatiran. Jake duduk dengan cepat, lalu menyalakan lampu kamar mereka. Pancaran cahaya langsung mengungkapkan kondisi Heeseung yang tampak pucat pasi.

Mata Jake terbelalak saat melihat Heeseung berkeringat deras, wajahnya dipenuhi rasa sakit yang begitu nyata. "Heeseung, kamu baik-baik saja?" tanya Jake dengan panik, tetapi jawaban Heeseung hanya rintihan kecil, tangannya mencengkeram lengan Jake dengan kuat saat perutnya kembali mengalami kontraksi hebat. "Sakit... Jake... hiks..." isaknya, air mata mulai mengalir dari sudut matanya.

Tanpa membuang waktu, Jake langsung bergerak cepat. Dalam satu gerakan, ia mengangkat tubuh Heeseung ke dalam gendongannya dengan hati-hati namun tegas, memastikan Heeseung tetap nyaman di pelukannya meskipun dia sendiri dilanda kepanikan. Jake melangkah cepat keluar kamar, menuju lantai bawah tanpa memperdulikan pakaian yang masih dikenakan mereka berdua. Pikiran Jake hanya terfokus pada satu hal: membawa Heeseung ke rumah sakit secepat mungkin.

"Ana!" Jake berteriak keras saat mendekati lantai bawah. Ana, yang bekerja untuk mereka sebagai pengasuh Jaeyoon, berlari tergesa-gesa keluar dari kamarnya yang berada tak jauh dari ruang tamu. "Tuan, ada apa dengan Nyonya?" tanya Ana dengan nada panik, matanya membelalak melihat kondisi Heeseung yang tampak kesakitan dalam gendongan suaminya.

"Aku tidak tahu pasti," Jake menjawab cepat, "tapi sepertinya Heeseung akan segera melahirkan. Tolong jaga Jaeyoon selama kami di rumah sakit." Ucapannya jelas, namun terdengar cemas. Ana mengangguk cepat, mematuhi perintah Jake, sementara Jake terus berjalan dengan langkah besar menuju pintu keluar apartemen.

Jake menatap angka di lift dengan gelisah, seolah waktu bergerak lambat sementara suara rintihan Heeseung semakin menusuk hatinya. "Sayang, tahan sebentar, kita akan segera ke rumah sakit," bisik Jake lembut, meski dalam hatinya ia juga ketakutan.

Seorang satpam yang berjaga segera melihat kedatangan mereka dan dengan sigap menyiapkan mobil di pintu utama.
Begitu pintu lift terbuka, Jake bergegas keluar, langkahnya semakin cepat menuju mobil yang sudah siap. Ana, yang membukakan pintu mobil, membantu Jake mendudukkan Heeseung di kursi penumpang dengan hati-hati. Heeseung mencengkeram baju Jake, tubuhnya gemetar hebat saat kontraksi semakin intens.

From God to Me Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang