BAB 21

225 34 1
                                    

Jake melangkah perlahan menuju ranjang tempat Heeseung terbaring. Wajah Heeseung masih pucat, dengan mata yang tertutup rapat seolah tenggelam dalam ketenangan. Jake duduk di kursi yang tersedia di samping ranjang, suara gesekan kecil antara kakinya dan lantai mengiringi gerakannya yang hati-hati. Ia menatap wajah Heeseung dengan penuh kasih, lalu tanpa ragu meraih tangan dingin Heeseung ke dalam genggamannya. Sentuhan itu lembut, namun erat, seolah-olah Jake ingin menyalurkan seluruh rasa khawatir dan cinta yang membuncah di dalam dirinya melalui sentuhan itu.

Jake menghembuskan napas perlahan, melepaskan sebagian dari ketegangan yang masih menggantung di dadanya. Tatapannya turun ke arah perut rata Heeseung, dan tak bisa disangkal, senyum lebar terbentuk di wajahnya. Di balik perut yang tampak tenang itu, kini sedang tumbuh kehidupan baru-bayi mereka. Pikiran bahwa ia dan Heeseung akan menjadi orang tua memenuhi hatinya dengan rasa haru dan kebahagiaan yang sulit dijelaskan. Bayi itu adalah bagian dari mereka berdua, bukti nyata dari ikatan yang tak pernah Jake bayangkan sebelumnya. Hatinya semakin hangat saat membayangkan masa depan yang akan mereka jalani bersama, kini dengan anggota keluarga baru.

Tidak lama setelah itu, Jake merasakan sedikit pergerakan dari tangan Heeseung yang ada dalam genggamannya. Ia menegang sesaat, lalu tersenyum lebih lebar ketika melihat jemari Heeseung yang bergerak perlahan. Seiring dengan gerakan kecil itu, Heeseung mulai mengerjapkan matanya, tanda bahwa ia perlahan-lahan mulai sadar dari tidurnya. Jake menggenggam tangannya lebih erat, seolah ingin meyakinkan Heeseung bahwa ia tidak sendiri.

"Kau sudah lebih baik?" tanya Jake lembut, suaranya hampir berbisik, sementara tangannya yang bebas mengusap rambut coklat Heeseung dengan perlahan. Ada kasih sayang yang mendalam dalam setiap gerakannya, seolah-olah Jake ingin melindungi Heeseung dari segala hal yang membuatnya tidak nyaman. Heeseung masih tampak lemah, tapi ia mengangguk samar, mencoba memahami keadaan sekelilingnya.

"Ada apa dengan aku? Dan di mana kita?" gumam Heeseung dengan suara pelan, matanya berkeliling memeriksa ruangan yang asing bagi dirinya. Bau khas obat-obatan dari rumah sakit menyelinap masuk ke indra penciumannya, membuatnya sedikit mual dan pusing.

"Kita di rumah sakit, sayang," jawab Jake, masih dengan nada yang lembut namun penuh perhatian. Ia ingin memastikan Heeseung tetap merasa nyaman. Namun, alis Heeseung mengerut samar, tanda bahwa ia masih bingung dengan situasi yang ia alami.

"Aku sakit?" gumam Heeseung, lebih bertanya kepada dirinya sendiri daripada kepada Jake. Perasaan lemas dan linglung masih menyelimuti dirinya, seolah kejadian sebelumnya hanyalah bayangan samar di pikirannya.

Jake menggelengkan kepala perlahan. "Tidak, kamu pingsan tadi," jawabnya, dan kali ini ia berdiri dari kursinya, mendekat lebih dekat ke ranjang Heeseung. Mata Jake penuh dengan rasa syukur dan kelembutan saat ia menatap wajah Heeseung yang masih terlihat lelah. "Terima kasih," bisik Jake, hampir tak terdengar, namun jelas penuh dengan emosi. Tanpa ragu, ia membungkuk dan menempelkan bibirnya di dahi Heeseung, memberikan kecupan yang lama dan lembut, seolah ingin menyalurkan perasaan syukurnya melalui sentuhan itu.

Heeseung mengerjap, kebingungan terlihat jelas di matanya. "Terima kasih karena aku pingsan?" tanyanya dengan nada heran, membuat alisnya naik sedikit. Kebingungannya membuat Jake terkekeh pelan, senyum lembut menghiasi wajahnya.

"Tidak, bukan itu," jawab Jake dengan nada geli namun tetap penuh kasih sayang. Ia duduk kembali di samping ranjang dan dengan lembut menyentuh perut rata Heeseung, jari-jarinya menelusuri permukaannya dengan penuh haru. "Terima kasih karena telah mengandung anakku," ujar Jake, kali ini dengan suara yang hampir pecah oleh emosi. Kata-katanya terasa begitu nyata dan penuh dengan makna, seolah-olah ia tak percaya bahwa momen ini benar-benar terjadi.

Mata Heeseung melebar, keterkejutan jelas terlihat di wajahnya. Ia mencoba memastikan bahwa apa yang ia dengar bukanlah mimpi atau salah dengar. "Mengandung? Aku?" tanyanya, hampir tak bisa mempercayai kenyataan yang disampaikan Jake. Pikirannya berputar-putar, mencoba mencerna informasi tersebut.

Jake mengangguk dengan penuh keyakinan. "Iya, sayang. Dokter bilang kamu hamil," jawabnya, suaranya dipenuhi kebahagiaan yang tak terbendung lagi. Air mata mulai menggenang di mata Heeseung, tanda bahwa ia juga mulai merasakan haru yang sama. Tanpa ragu, Jake kembali membungkuk dan menempelkan bibirnya ke perut Heeseung, memberikan kecupan lembut yang penuh kasih.

"Terima kasih, sayang... terima kasih banyak. Aku mencintaimu," bisik Jake sebelum kembali mencium dahi Heeseung dengan perasaan yang begitu mendalam. Ia tahu, momen ini adalah awal dari perubahan besar dalam hidup mereka, sebuah perubahan yang indah dan membawa kebahagiaan baru.

***

"Kamu ingin sesuatu?" tanya Jake, suaranya pelan namun penuh perhatian. Ia melirik sekilas ke arah Heeseung yang duduk di sebelahnya, wajah Heeseung terlihat pucat dan lelah. Jake kemudian kembali memfokuskan pandangannya ke jalan yang terbentang di depan, tangannya mantap di kemudi, namun pikirannya jelas masih mengkhawatirkan kondisi Heeseung. Keduanya dalam perjalanan pulang setelah berkunjung ke kediaman Lee, rumah orang tua Heeseung. Hari ini, mereka baru saja menyampaikan kabar kehamilan Heeseung kepada orang tua Heeseung-sebuah momen yang penuh haru, meskipun Heeseung sendiri masih berjuang menyesuaikan diri dengan kondisinya.

Heeseung menghela napas pelan sebelum menjawab, "Aku tidak lapar," gumamnya nyaris tak terdengar. Sejak keluar dari rumah sakit seminggu yang lalu, nafsu makan Heeseung sangat menurun. Ia juga menjadi sangat sensitif terhadap bau-bauan, dan hampir semua aroma membuatnya mual. Jake bahkan harus mengganti parfum favoritnya, parfum yang selama ini ia pakai setiap hari, dengan yang lebih lembut dan netral, hanya agar Heeseung bisa merasa nyaman di dekatnya. Jika tidak, Heeseung akan segera menjauh, enggan mendekati Jake sama sekali.

Jake melirik lagi ke arah Heeseung, matanya menunjukkan kekhawatiran yang tak bisa ia sembunyikan. Selama seminggu terakhir, setiap pagi Heeseung selalu merasa mual, dan hampir semua makanan yang berhasil dimasukkan ke dalam mulutnya akhirnya dimuntahkan lagi. Keadaan itu membuat Jake ingin segera membawanya kembali ke rumah sakit untuk diperiksa lebih lanjut. Namun, ibu mertuanya, Lee Amera, menenangkan Jake dengan mengatakan bahwa ini adalah hal yang wajar terjadi di awal kehamilan, terutama di trimester pertama. Meski begitu, sulit bagi Jake untuk tidak merasa khawatir ketika melihat Heeseung begitu lemah dan tampak tak bersemangat.

Sambil mengemudi perlahan, Jake meletakkan tangannya di atas perut Heeseung yang masih rata, usapannya lembut, dengan gerakan naik turun yang berulang-ulang. Jake ingin menyalurkan rasa nyaman dan perlindungan melalui sentuhan itu, meskipun ia tahu Heeseung mungkin masih merasa tidak enak badan.

Jake tersenyum kecil, memahami kesulitan Heeseung, namun tetap ingin membantunya agar tidak terlalu tersiksa dengan kondisinya. "Bagaimana kalau kita coba yang ringan saja, ya? Sup ayam, mungkin? Aku akan membawamu ke tempat yang bagus, mereka punya sup yang enak dan tidak terlalu berbau," bujuk Jake, kali ini dengan nada yang lebih lembut dan penuh harap. Jake tidak ingin memaksa, namun ia juga tahu bahwa Heeseung butuh nutrisi yang cukup, terutama dalam masa-masa awal kehamilannya ini.

Heeseung terdiam sejenak, matanya tertuju pada jalanan di luar jendela. Setelah beberapa detik, ia menghela napas dalam dan mengangguk perlahan, menyerah pada permintaan Jake. "Baiklah," jawabnya pelan, meskipun dalam hatinya ia tahu bahwa dirinya mungkin akan kesulitan menelan apa pun nanti.

Melihat anggukan kecil itu, Jake tersenyum lega, seolah beban berat terangkat dari pundaknya. "Terima kasih," ujarnya, kemudian meraih tangan Heeseung dan mengecupnya lembut. Gerakan itu membuat Heeseung merasa sedikit tenang, meskipun ia masih merasa mual.

Selama perjalanan, Jake menjaga laju mobil agar tetap perlahan dan stabil, sesuatu yang selalu ia lakukan ketika Heeseung bersamanya. Ia ingin memastikan bahwa Heeseung merasa nyaman selama perjalanan, dan bahkan sampai ke detail kecil seperti tidak membiarkan sabuk pengaman terlalu kencang di tubuh Heeseung agar tidak menekan perutnya. Setiap keputusan Jake sekarang selalu terkait dengan kondisi Heeseung dan bayi mereka, dan meskipun Heeseung sering merasa sedikit kesal dengan sikap protektif suaminya itu, ada rasa syukur dan hangat yang menjalar di hatinya. Ia tahu Jake sangat peduli, dan sikap itu membuatnya merasa aman dan dihargai.

Di balik semua kelelahan dan ketidaknyamanan yang ia rasakan, Heeseung tak bisa menyangkal betapa bahagianya ia karena Jake begitu peduli. Perhatian Jake yang luar biasa, dari hal-hal kecil hingga yang besar, membuat Heeseung merasa dicintai dengan cara yang berbeda dari sebelumnya. Saat mereka melaju di jalanan yang sepi, Jake sesekali mencuri pandang ke arah Heeseung, memastikan bahwa istrinya itu baik-baik saja. Dalam hati, Jake bertekad untuk selalu ada di sisi Heeseung, apapun yang terjadi. Heeseung dan bayi mereka kini adalah prioritas utamanya, dan ia tidak akan membiarkan apa pun mengganggu kebahagiaan kecil yang kini mulai terbentuk dalam kehidupan mereka.





TBC...

From God to Me Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang