Involved

89 5 5
                                    



"Shit!"

Dewangga mengumpat pelan saat mendengar bunyi bel yang nyaring membuat Jio menghela nafas lega dan berterima kasih sangat kepada siapapun yang ada dibalik pintu apartemennya. Dengan sigap, Jio segera menyingkirkan tangan Dewangga yang merengkuh pinggangnya. Ia menyuruh Dewangga agar tetap diam atau pergi ke ruang tamu saja. Tetapi lelaki itu bergeming.

Gadis berambut pendek itu mengusap bibirnya yang basah karena ciumannya bersama Dewangga, lantas menata rambutnya sebelum membuka pintu apartemennya.

Seketika jantungnya berdegup kencang hanya karena orang dibalik pintu yang menekan belnya adalah Jevan.

Hey... Apa yang salah dengan Jevan hingga kau jadi segugup ini, Ji?

"Hai," Jevan menyapa dengan melambaikan tangan kikuk dilengkapi senyum anehnya.

"Oh.. hai! Kenapa, Jev?"

Lelaki itu menaikkan sebelah tangannya yang ternyata membawa sebuah kantong plastik. Jio tebak, itu adalah makanan. Dan artinya akan menjadi masalah baginya karena Jevan harus masuk dan Dewangga masih ada di balik pintu dan tak pernah melepaskan tatapannya dari Jio.

"Eumm.. mau masuk?" tanya Jio ragu, berharap Jevan mengerti jika ia keberatan saat bertemu dengan lelaki itu. Tapi ketika kepalanya mengangguk, Jio menghela napas dan mau tak mau membuka pintunya lebar.

Raut wajah Dewangga terlihat begitu santai melihat kehadiran Jevan. Jio menghela nafasnya berat. Ia sekilas melirik wajah Jevan yang terlihat tidak suka. Hey memangnya dia siapa? Kalau dia kekasihnya, barulah wajah itu boleh ditunjukkan saat ada lelaki lain masuk ke apartemennya.

"Siapa Ji?" tanyanya singkat dengan nada yang sedikit ketus. Dewangga meneguk air mineral dari botol, sebelum akhirnya menghampiri Jevan yang masih berdiri di ambang kursi. Tangan besarnya terulur di depan Jevan. Lelaki itu mau tak mau menyambutnya singkat. Ia lalu duduk setelah dipersilakan Jio.

"Aku mau buat minum bentar, kalian bisa ngobrol atau nonton TV aja gih!" Jio segera melangkahkan kakinya menjauhi dua lelaki itu. Tidak bisa dipungkiri, aura apartemennya menjadi aneh. Terlebih Jevan. Tatapan lelaki itu seakan menuntut penjelasan dari Jio.

Maka dengan kesadaran penuh, Jio mengambil buah jeruk dari dalam lemari es. Membelahnya menjadi dua sebelum memerasnya ke dalam gelas. Sengaja memang, ia ingin mengulur waktu untuk sendiri.

"Dia cowok yang lo maksud waktu itu, Ji?" Sialnya, Jevan menghampirinya sampai ke dapur.

Jio tersenyum melihat lelaki itu, "Mau dia atau yang lain, kayanya bukan urusan lo deh!" ditambahkannya senyuman termanis yang ia bisa. Meskipun justru terlihat seperti memaksakan. Ia tidak peduli.

Pikirannya kembali memutar memori saat Jevan seolah tidak menganggapnya penting ketika bersama Lisa tempo hari.

Aduh Jio, memangnya lo mau dianggap gimana sih sama dia?

"Oke."

Jauh dari perkiraannya, Jevan hanya mengucapkan satu kata itu sebelum membantu membawakan nampan berisi 3 gelas es jeruk peras.

"Jadi lo ini temennya Jio?" Jevan mengangguk menjawab pertanyaan Dewangga.

Jevan mengeluarkan dua kotak katsu yang dibawanya tadi, "Sorry gue cuma beli dua. Soalnya gue gatau kalau ada lo."

"Gue gausah Jev, biar dimakan sama Kak–"

"It's okay, gue bisa sharing aja sama Jio."

Mampus. Memang dari dulu itu Dewangga suka cari masalah. Sepertinya kalau dia tidak membuat Jio jantungan sedikit saja, rasanya ada yang salah dengan hidupnya.

Love FoolishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang