Kiss

100 8 3
                                    


Juna menyelonjorkan kakinya. Punggungnya ia sandarkan pada tembok depan kamar tidur Jio. Dari posisinya itu, ia bisa dengan jelas melihat Jio sedang menyiapkan sesuatu di atas meja makan. Rambut yang dulu hanya sebahu, kini terlihat semakin memanjang. Matanya sungguh indah, tetap berbinar meskipun dilihat dari jarak lebih dari dua meter. Bibirnya begitu merekah, membuat Juna sangat gemas ingin mencicipinya.

Dengan segera Juna membuyarkan lamunannya. Mencicipi bibir Jio? Ada apa dengan pikirannya yang tiba-tiba menjadi kotor itu?

Jio bahkan memakai piyama panjang, dan hal itu tak membuat pikiran Juna menjadi bersih.

Pikirannya akhir ini memang didominasi oleh Jio. Efek terlalu lama menjomblo. Sekalinya bertemu dengan wanita, malah wanita seperti Jio.

Sepertinya ia bisa gila jika memandangi Jio terlalu lama. Maka dari itu Juna segera berdiri dan menghampiri gadis itu. Mengambil duduk tepat di depannya sembari berharap agar Mina segera datang atau ia bisa saja melakukan suatu hal kepada Jio.

"Capek banget ya, Juna? Sorry ya, gue minta bantuan lo. Bambam masih ada perlu, Rosie juga lagi ada kelas peminatan. Baru bisa datang habis ini."

Juna tersenyum saat melihat bibir Jio mencebik lucu. Bambam sepertinya memang sengaja tidak bisa datang karena ia tahu, temannya itu ingin ia dekat dengan Jio.

"It's okay. Gue juga lagi kosong. Lagian ada Mina juga yang bakal bantuin."

"Juna..." panggilan dari Jio itu membuat perhatian Juna terfokus seluruhnya. "Elo tuh orangnya emang nggak banyak omong ya?"

"Nggak juga, gue banyak ngomong tergantung lawan bicaranya."

"Kalau sama gue?"

Juna hanya mengedikkan bahu, lantas menyambar minuman dingin yang disiapkan Jio. "Lagi jaim dikit." lelaki itu lantas berlalu meninggalkan Jio untuk mengambil barang lain yang perlu dipindahkan.

Jio hanya tersenyum menanggapinya. Bukannya ia tidak tahu jika Juna sedang mendekatinya. Ia tahu, tapi lelaki itu tidak menunjukkannya secara langsung. Entah sejak kapan juga ia merasa aman berada di sekitar lelaki itu. Terbukti dengan dua minggunya yang lebih banyak dihabiskan bersama. Meskipun hanya beberapa kali mereka bertemu, tetapi hampir setiap malam Juna mengirimkan pesan singkat kepada Jio. Mengatakan hal tak penting yang dapat membuat bibirnya merekah senang. Menurutnya, Juna itu lucu.

Dering ponsel berbunyi dengan nyaring dari dalam kamar. Jio segera bergegas mengambilnya. Siapa tahu itu penting. Tapi sebuah nama yang sudah dihindarinya selama dua minggu ini malah menghubunginya.

Ia merasa aneh. Padahal selama ini Jevan sudah tidak pernah menghubunginya lagi. Apakah ada hal yang penting?

Dengan ragu, Jio mengangkatnya.

"Halo, Ji?" suara berat Jevan terdengar dari balik telepon.

"Iya Jev, kenapa?" dari ekor matanya ia bisa melihat Juna memasuki kamarnya dengan membawa dua buah kardus dengan tulisan 'sepatu'. Memberi isyarat, Juna menaruhnya di dekat lemari.

"Lo pindah tempat tinggal?"

Jio diam cukup lama, matanya dapat melihat pergerakan Juna yang mengeluarkan boks sepatu satu persatu. "Iya, gue pindah. Sewa gue udah habis."

"Kemana?"

Gadis itu menggigit bibirnya. Ia ragu akan menjawab pertanyaan tersebut atau tidak. Tapi ia harus tegas dengan Jevan. Perasaannya selama ini sudah cukup dipermainkan oleh lelaki itu. Meskipun sebenarnya ia tahu, Jevan tidak bermaksud untuk apa yang telah terjadi. "Gue rasa, lo nggak perlu tahu saat ini. Gue masih dalam proses beberes. Jadi mungkin nanti aja kalau semuanya udah kelar."

Love FoolishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang