"Lo oke? Kelihatannya kayak orang sakaw. Kacau banget." Jio hanya menghela nafas mendengar pertanyaan dari ketua club musik yang diikutinya di kampus. Gadis itu menggigit bibir bawahnya.
Perasaannya kalut. Sudah lebih dari tiga hari dan ia masih belum bisa melupakan apa yang ia lakukan dengan Jevan. Bagaimana bisa dia tidak berpikir panjang dan terlena dengan—ahhh! Jio menepuk kepalanya pelan beberapa kali. Ia harus sadar. Sudah beberapa hari ini juga tugasnya jadi terbengkalai dan pekerjaannya kurang maksimal karena memikirkan kebodohannya itu. Dia bisa menolaknya, seharusnya. Tapi—
"Sebagai kakak ketemu gede, gue selalu ada in case lo butuh tempat buat cerita." Lelaki itu, Okta, sebenarnya Jio sangat mempercayainya, tapi akan sangat buruk jika orang lain tahu tentang apa yang dilakukannya. Dan Jio tidak mau dianggap buruk oleh lelaki yang sudah dianggap sebagai kakaknya itu.
Jio menghela nafas, meminum susu pisangnya, lantas berujar pelan kepada Okta, "Memang ada masalah, Bang. Tapi gue nggak apa-apa sih, mungkin next time gue bakal cerita."
Kepalanya dielus pelan oleh Okta. Sebuah senyuman terbit pada bibirmya, "Oke, lo bisa cerita kapanpun lo mau."
"Terima kasih, Bang."
**
Sepulang dari latihan bersama club musik, Jio melangkahkan kaki menuju gedung fakultasnya. Gadis berambut sebahu itu melangkahkan kakinya riang saat mendapati teman sekelasnya berjalan sendiri sembari memainkan ponsel.
"Hei!" sapanya riang, membuat gadis yang disapanya sedikit berjengit kaget dan mengalihkan perhatian dari telepon genggamnya.
"Yaa!! Lo ngagetin gue!"
"Rosieanne Johanson, lo nggak boleh mainan ponsel saat jalan. Kalau jatuh gimana?"
Gadis yang biasanya dipanggil Rosie itu tersenyum manis, lantas menautkan tangannya pada lengan Jio. "Perhatian banget sih. Kenapa nggak jadi cowok aja biar bisa gue pacarin, Ji?!" dan kalimat yang keluar dari gadis blasteran itu seketika membuat Jio bergidik ngeri. Tangannya menepis pelan tangan milik Rosie yang melingkari lengannya.
"Gue masih suka sama cowok, anjir!"
Keduanya lantas tertawa karena obrolan pagi mereka yang sangat tidak jelas itu. Setidaknya, dengan itu Jio mampu melupakan segala pikiran rumit yang belakangan ini selalu membayanginya.
Namun sepertinya hal tersebut tidak berlangsung lama ketika netranya menangkap figur Lisa yang terlihat resah sedang duduk di sebuah bangku dekat dengan gedung fakultasnya. Keduanya memang satu kampus, namun fakultas keduanya berbeda dan gedung fakultas Lisa berada di kompleks sebelah barat dan jaraknya lumayan jauh dari gedung fakultas Jio.
Mengambil inisiatif, ia berjalan menghampiri Lisa bersama Rosie yang mengikutinya. Toh waktu perkuliahan mereka masih dimulai dua puluh menit lagi. Jadi sepertinya tidak akan masalah.
"Hei!!!" Lisa tersenyum dan berdiri dari duduknya ketika melihat Jio menghampiri. Jio membalas senyumnya.
"Lo kenapa deh suram banget mukanya? Kayak....."
"Gue lagi kangen Jevan, menurut kalian gimana?"
Rosie menatap Lisa dengan tatapan tak suka. Jelas saja, gadis itu sangat membenci Jevan bagaimanapun juga. Ia sudah memberikan banyak cap jelek kepada orang yang sudah menyakiti sahabatnya. Dan Jevan, sudah lebih dari menyakiti sahabatnya.
"Ya menurut lo sendiri gimana?" ketus Rosie.
Sementara Jio hanya terdiam. Gadis itu membenarkan surainya yang terus saja tersapu angin. Ia gugup. Jujur saja. Siapa yang tidak gugup jika bersandingan dengan seseorang yang sudah kau anggap sahabat dan di belakang ternyata kau menghianatinya. Gadis itu menggelengkan kepala tak kentara. Tidak- ia tidak menghianati Lisa. Sudah jelas hubungan mereka bera—

KAMU SEDANG MEMBACA
Love Foolish
RomanceIt's weird, the more I fall for you, the more I'm drawn to your toxic love.