#11 : Fakta Baru

10 4 0
                                    

"Walau sesakit ini, nyatanya masih nggak membuat rasa ini pudar begitu saja,"

-Rayna-

Pagi ini matahari lumayan terik, terlebih sekarang jam di pergelangan tangan Rayna menunjukkan pukul 11 siang yang mana cuaca sudah mulai tak bersahabat. Tangan Rayna penuh dengan buku-buku referensi untuk tugas makalahnya. Derap langkahnya sengaja dipercepat agar cepat sampai di gerbang kampus, sebab driver taksi online sudah menunggu di sana.

Tiba-tiba, langkah Rayna terhenti. Matanya menyipit ke arah parkiran kampus yang mana di sana ada Bryan dengan seorang perempuan. Mereka tampak asik berbincang, hingga Bryan juga sesekali tampak tertawa.

Rasa nyeri menjalari dada Rayna. Ia merasakan sakit di hati kecilnya. Seperti ada anak panah yang menembus dan menciptakan luka di sana. Rayna terdiam sejenak, lalu menyadari sesuatu.

Harusnya gue biasa aja. Toh, gue sama Bryan selama ini juga nggak ada status. Punya hak apa gue cemburu? batin Rayna.

Rayna berusaha menyangkal perasaannya, meski begitu tubuhnya memberikan reaksi yang berbeda. Air matanya lolos begitu saja.

Apa, sih, gini doang nangis! Cengeng bener, batin Rayna, kemudian bergegas pergi meninggalkan tempat.

Rayna masuk ke dalam taksi, saat mobil melaju, air matanya sudah tak terbendung lagi. Hingga, supir taksi yang menyadari itu memberikan sekotak tisu untuk mengelap air matanya. Sebenarnya Rayna malu harus menangis tak pada tempatnya seperti ini. Tetapi, bagaimana lagi. Reaksi tubuh tak pernah berbohong.

Dalam perjalanan, pikiran Rayna melayang ke momen-momen kebersamaan yang singkat itu bersama Bryan. Tatapannya kosong, tetapi pikirannya riuh. Hingga, tak sadar taksi yang ditumpanginya telah masuk ke pekarangan rumah elit Rayna.

"Neng, sudah sampai," ujar supir itu mengingatkan Rayna.

Rayna terkesiap, "Hah? Cepet banget, Pak,"

"Iya, dari tadi Neng ngelamun," supir itu menyahut.

"Ya ampun, makasih, loh, Pak,"

Rayna turun dari taksi itu, lalu masuk dengan keadaan bingung. Mata sembabnya terlihat jelas dengan rambutnya yang sudah sedikit berantakan.

Saat membuka pintu ruang tamu, di sana terdapat Julian yang sedang asik bermain ponsel. Mendapati Rayna yang sangat berantakan, membuat cowok itu sigap dan menghampiri Rayna.

"Lo kayaknya nggak baik-baik aja, lo nggak apa-apa, kan, Ray?" tanya Julian khawatir.

Rayna mengerutkan dahinya, pandangannya mulai kabur. Tubuhnya kehilangan keseimbangan. Akhirnya, Rayna terjatuh dan untungnya Julian dengan refleks yang bagus menopang tubuh Rayna. Cowok dengan postur gagah itu membawa tubuh Rayna ke sofa ruang tamu dan berteriak memanggil pembantu di rumah Rayna untuk membawakan minyak angin.

"Rayna, bangun Ray," Julian tampak cemas sembari memberikan aroma minyak angin itu ke hidung Rayna.

Orang tua Rayna sedang pergi keluar, dari tadi sebelum Rayna datang hanya ada dirinya dan pembantu.

Rayna membuka matanya perlahan, semerbak aroma minyak angin menyeruak menusuk hidungnya. Mendapati sosok Julian yang tepat berada di dekatnya membuat Rayna terkejut dan segera bangun.

"Lo, kok, bisa ada di sini?" tanya Rayna penasaran.

"Lagi nyari lo, tapi lo masih belum pulang, ya, gue tungguin lo disini," ungkapnya.

Can I Be Yours? [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang