Malam itu Kemang diwarnai dengan berbagai macam manusia dengan pakaian yang tidak kalah beragamnya. Oh ... bahkan lampu-lampu yang dipasang untuk menerangi setiap toko punya karakteristiknya sendiri seperti sebuah kedai dengan nuansa khas negara tetangga.
Melihat keramaian seperti ini saja sudah membuat perut Karissa mulas. Mengapa ia setuju tadi, ya?
"Come on ... it's going to be fun!" seru Tina tertahan seraya menarik lengan Karissa untuk berbaur dengan berbagai macam manusia yang ada di sana.
Atau mungkin tidak apa, asal Tina bisa tersenyum dengan ceria seperti ini—senyum yang nyaris sama dengan senyum yang ia tampilkan saat berjumpa dengan si pacarnya yang sangat sibuk itu.
Karissa hanya mengikut ketika Tina menyeretnya ke sebuah penjual satai dengan asap yang menguar ke mana-mana. Karissa jujur jadi khawatir bajunya berakhir berbau asap setelah ini. Karissa hanya menggeleng pelan, ia lalu mengedarkan pandangannya ke seluruh arah, mencoba menepis pikiran-pikiran yang membuatnya semakin tidak betah berada di sini.
Ada anak kecil yang dengan semangat menikmati jajanan di tangannya seraya mengoceh di gendongan ayahnya yang mungkin saja baru pulang dari kantor, ada juga sekumpulan besar manusia yang duduk di sebuah meja besar seraya tertawa puas—mungkin saja mereka baru berbagi cerita tentang suatu hal lucu di kehidupan mereka ... Karissa juga tidak tahu, lalu ada satu pasangan yang berdiri di belakangnya, bersandar satu sama lain, melemparkan sepatah kalimat lalu terkikik pelan.
Apa ia dan William akan seperti itu juga jika mereka masih bersama? Entah kenapa otak Karissa malah bertanya suatu hal yang luar biasa aneh seperti itu.
"Tin, berapa lama satainya jadi?" Karissa bertanya.
Tina menggeleng. "Gak tahu, Kar. Kenapa emang? Lo sesak, kah?" tanya Tina khawatir.
Karissa menggeleng, ia lalu menghela napas sebelum akhirnya menarik napas dan mencium bau sesuatu yang menggugah seleranya. "Di sini ada kerak telor?" tanya Karissa.
Tina yang sedang asyik menonton si penjual satai menyiapkan pesanan menoleh pada Karissa lalu terbahak. "Kenapa sih, Kar? Lo ngidam kerak telor?" Bukannya menjawab, Tina malah melempar pertanyaan lagi pada Karissa.
Karissa tersenyum datar. Satu-satunya makanan jalanan yang mungkin ia konsumsi adalah kerak telor yang sialnya juga kembali mengingatkannya pada William yang baru saja mengantarnya pulang pekan lalu.
Karissa menoleh, mencoba melihat pemandangan lain. Seorang pria dengan kemeja hitam dan kamera di genggamannya terlihat sedang sibuk mencari objek untuk dipotret. Ah ... William pasti akan melakukan hal yang sama jika berada di tempat seperti ini, Karissa lalu tersenyum pelan.
"Lo beneran gak mau satai, ini, Kar?" tanya Tina yang air liurnya sudah hampir menetes saat mengetahui makanan yang akan segera menjadi miliknya itu sudah dalam proses pembungkusan.
"Gak," jawab Karissa tanpa ragu. Pandangannya tetap fokus pada laki-laki yang sedang berbicara dengan penuh senyum pada seorang wanita tua yang menjual gorengan entah apa judulnya.
Karissa memperhatikan lengan pria itu ... digulung santai, perhatian Karissa lalu beralih pada kantung plastik bening dengan—oh my Lord!
"Tin ... itu satai lo udah selesai, kan?" tanya Karissa panik, ia segera menepuk-nepuk bahu Tina yang tatapannya tidak lepas pada potongan ayam yang sudah dibakar dengan bumbu khas itu.
Tina yang baru saja menerima sekantung satainya mengangguk antusias. "Iya, udah, Kar. Ini satainya—"
"Good," potong Karissa.
Karissa lalu ikut tersenyum, menyembunyikan rasa panik yang menjalar ke seluruh tubuhnya. Tanpa basa-basi, ia segera menarik lengan Tina untuk meninggalkan tempat itu segera.
"Ish ... lo mau ke mana, sih?" Tina bertanya dengan dongkol saat ditarik dengan langkah cepat milik Karissa yang entah ingin ke mana.
"Seblak, gue lagi ngidam," jawab Karissa asal.
Pria yang tadi mengingatkannya pada William itu nyatanya William yang ia ingat dan Karissa tidak mau William mendapatinya di sini, tidak saat Tina juga berada di sana. Tingkat kepekaan Tina terhadap perasaan Karissa sudah di level lanjut dan Tina akan mudah mendeteksi apa yang Karissa rasakan pada William dan Karissa tidak mau hal itu terjadi.
Tina tidak boleh tahu—entah sampai kapan. So for Karissa's sake, ia akan mengalihkan pembicaraan.
"Seblak?" beo Tina. "Ini kuping gue gak salah dengar, kan?" Tina bertanya untuk memastikan telinganya tidak sedang mengalami gangguan.
"Bukannya lo anti banget sama makanan yang pedas dan ber-micin, ya?" tanya Tina kemudian dengan wajah yang luar biasa bingung.
"Hm?" Setelah merasa ia sudah cukup jauh dari radar William, Karissa berhenti, tersenyum manis pada sahabatnya seakan-akan tidak ada hal yang baru saja terjadi padanya.
"Oh ... gak, maksud gue tuh gue mau—" Mata Karissa berputar ke mana-mana, mencari toko yang bisa menjadi alasan ia menarik Tina sejauh ini.
Tina menyipitkan matanya. "Lo panik, ya?" tanya Tina curiga.
Karissa tertawa datar. "Siapa tahu ada kerak telor di sini ..." ujar Karissa memberi alasan yang ia harap bisa diterima oleh akal sehat Tina.
"Gak tahu, deh. Kayaknya gak ada." Tina mengedarkan pandangannya kemudian lalu menatap Karissa prihatin. "Lo sepengen itu makan kerak telor?"
Karissa tersenyum tipis, dalam hati ia bersorak girang karena berhasil mengelabui Tina.
Tina memutar bola matanya malas. "Aelah, gak usah bohong. Lo lagi ngehindarin orang, kan?" tuding Tina serius, telunjuknya sekarang mengarah pada Karissa dengan aura yang mengerikan.
Karissa menahan napasnya. Apa ia harus mengaku sekarang? Ia masih belum siap, dan lagi ... ia yakin William akan kembali ke Amerika dalam waktu dekat.
"Gue gak lagi bawa buronan polisi, kan?" Tina lalu tertawa.
Karissa hanya ikut tertawa, wajahnya sudah tidak setegang tadi. Dalam hati ia benar-benar bersyukur Tina tidak menyadari hal itu.
Tina kemudian merangkul lengan Karissa dengan riang. "Kalau lo mau keliling-keliling Kemang Street Food ngomong aja, kali. Gue siap nemenin, kok!" ujar Tina seraya mengerling pada Karissa.
"Hah?" Karissa bersumpah ia tidak mengerti apa yang Tina maksud saat ini.
Tina menaikkan alisnya. "Lo nyeret kita masuk lebih jauh lagi ke dalam, kan?" ingat Tina.
Tina lalu mengangkat tangannya tinggi-tinggi seakan-akan dosen si pemberi tugas baru saja mengumumkan bahwa semua mahasiswa tidak akan diberi tugas lagi. "Ayo cari jajanan lebih banyak!"
Karissa sontak merutuki dirinya sendiri.
***
![](https://img.wattpad.com/cover/378339347-288-k511688.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Unspoken Thing
Short StoryUnspoken things. Hewan, tumbuhan, suasana, kendaraan, dan lainnya yang tidak dapat berkomunikasi dengan manusia tetapi anehnya dapat menyimpan sebuah kenangan, membuat Karissa terkadang benci dengan tempat itu. Namun unspoken things tidak terbatas s...