Seorang gadis berusia 19 tahun menatap jengah pintu kamar, bukan kamar tidur, melainkan kamar inap milik Ayahnya yang terbaring di ranjang rumah sakit.
Kaluna Zeyya Anzala, nama yang cantik sama seperti pasrasnya. Akan tetapi tidak dengan kelakuannya yang melenceng jauh dari kata cantik.
"Shit, lama banget Bunda, pergi beli makanan apa gosip dulu?!" Kelakuan seperti ini yang membuat kedua orangtuanya selalu menggelengkan kepalanya.
Anza, panggilan yang cantik untuk gadis urakan sepertinya.
Gadis itu kembali menatap Ayahnya- Hasbi Albasya, yang terbaring di ranjang yang tidak sempit juga tidak luas. "Ayah ihh, Bunda lama banget," gerutunya seakan mengadu.
Namun, tak lama setelah itu terdengarlah suara pintu yang terbuka. Muncul seorang wanita dengan beberapa kantong kresek ditangannya.
"Lama banget, Bun. Ngapain ajaa sihh?" ucap Anza dengan kesal.
Jihan Lesyaka- Bundanya menggelengkan kepalanya. "Sabar nak, orang itu sabarnya harus luas. Jangan marah-marah." Suara lembutnya mengalun, Jihan menghampiri putrinya yang cemberut.
"Lagian Bunda lama, Anza udah nahan laper dari pagii," kesalnya sambil mengambil alih kresek yang ada ditangan Jihan.
"Siapa coba yang ngga mau makan?"
Anza meringis mendengar penuturan Bundanya. "Anza kan ceritanya lagi ngambek sama Bunda," ucapnya dengan senyum malu.
Jihan menggelengkan kepalanya. "Kamu itu, udah besar bukannya makin dewasa malah tambah jadi anak kecil. Bingung Bunda ngadepin kamu, lama-lama Bunda masukin pondok biar belajar dewasa," tuturnya yang mendapat delikan tak suka dari Anza.
"Gamau, Anza pokoknya kalau dimasukin pondok bakal marah, ngambek, bikin ulah, bikin stres Kyai disana, rusuh tiap hari, mogok makan, centil sama santriwan, apalagi? Banyak pokoknya!"
Jihan terkekeh. "Ada-ada aja kamu, kalau yang kamu sebutin tadi, Bunda sih ngga kaget. Tapi bener mau mogok makan?"
Anza yang sedang melahap ayam bakar ditangannya pun menggeleng sambil tersenyum malu.
Jihan menepuk kepala Anza pelan. "Dasar, kakinya turunin nak, kebiasaan!" tegur Jihan.
Anza berdecak. "Ngga nikmat kalau makan tapi kakinya ngga begini Bunda," jawabnya.
"Terserah, Bunda mau lihat Ayah dulu," pasrahnya.
Anza mengacungkan jempolnya.
"Habis ini tidur siang, nanti sore ada tamu yang mau jenguk Ayah. Jaga sikap kamu nanti, dia sahabat Ayah yang dari pesantren. Awas kalau kamu aneh-aneh!" ucap Jihan memberi peringatan, setelah mendapat anggukan Anza, Jihan kini menghampiri suaminya.
Selang beberapa menit, Anza selesai dengan aktivitasnya. Selesai mencuci tangan, Anza membaringkan tubuhnya di kasur.
Keluarga Anza memang bisa dibilang memiliki kekayaan yang lebih dari cukup, jadi memesan kamar vvip sudah biasa bagi mereka.
"Bunda jangan gangguin Anza tidur ya! Awas aja kalau nanti bangunin Anza!" ucapnya tanpa melihat Jihan.
Sopankah begitu wahai anak muda?
Jihan hanya bisa menghela nafasnya, ingin memarahi pun tidak ada gunanya. Tau sendiri sifat anak semata wayangnya itu, bahkan Hasbi sang suami pun ikutan pasrah.
Anza menatap tembok, memeluk guling dengan nyaman. Bibirnya mulai terpatri senyuman, biasa, gadis itu melakukan kebiasaannya sebelum tidur. Halu.
Yah, kebiasaan yang unik.
•••°°°•••
Tubuh yang terguncang pelan, membuat gadis itu mendengus. "Bundaa, Anza tadi kan bilang, jangan gangguin Anza tidur!"
"Bangun dulu, temen Ayah udah mau datang. Siap-siap dulu sana, pake jilbab! Bunda tadi udah beliin didepan," ucap Jihan.
Anza mengucek matanya. "Ishhh, kenapa harus pake jilbab? Panas, Bun!" kesalnya.
"Pokoknya kali ini harus pake jilbab, nggak ada bantahan!" tegas Jihan.
Anza langsung cemberut mendengar ucapan tegas Bundanya, kepalanya menoleh kearah Ayahnya. "Ayahhhhh," rengeknya dengan manja.
Hasbi terkekeh. "Kali ini harus pake jilbab," ucapnya membuat tubuh Anza lunglai lemas.
"Nggak asik orang tua."
"Astaghfirullah, Anza!" tegur Jihan.
Anza menggaruk kepalanya. "Hehehe, asik kok Bun," ringisnya sambil berjalan cepat menuju kamar mandi.
BRAKK!
Sontak Hasbi dan Jihan mengucap istighfar saat mendengar pintu kamar mandi tertutup dengan kencangnya.
"Anak kamu itu, Mas!" Jihan menghampiri sang suami sambil menggelengkan kepalanya.
"Anak kita, Sayang!"
"BUNNN, SHAMPO NYA HABISS, MINTA TOLONG AMBILIN YAAA!"
Jeritan dari dalam kamar mandi membuat kedua pasangan itu kembali beristighfar. "Bocah ituu, astaghfirullah." Hasbi menatap Jihan.
Jihan terkekeh. "Nurun siapa Anza itu, Mas?" ucapnya sambil berlalu mengambilkan shampo.
Kurang-lebih setengah jam Anza menghabiskan waktu didalam kamar mandi, gadis itu keluar dengan pakaian yang berbeda dari biasanya.
Dari yang terbuka, kini gadis itu memakai abaya yang terlihat sangat cantik dan cocok ditubuhnya.
"Bunda, ribet banget ini sumpah!" gerutunya sambil berjalan menghampiri Bundanya.
Hasbi menahan tawa melihat tingkah putrinya. "Kamu habis ini pasti harus terbiasa, tiap hari harus pake gamis," ucapnya yang mendapat delikan tajam Anza.
"Ayah aja sana pake gamis! Gila aja Anza tiap hari pake gamis, bisa-bisa mati kepanasan."
Jihan yang sedang memakaikan jilbab putrinya pun menyentil pelan mulut Anza. "Omongannya hih, ngga baik!"
Anza mengerucutkan bibirnya. "Lagian Ayah tuhh, Anza kan gabakal pake gamis tiap hari!."
"Ckk, tapi bener kata Ayah kamu. Habis ini kamu bakalan pake gamis tiap hari," ucapnya membela suami.
"Ihh Bundaa!!"
![](https://img.wattpad.com/cover/379332031-288-k663783.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Rembulan Bintang
SpiritualGadis cantik yang sangat unik, mempunyai sifat jahil, tengil, sopan santun yang sangat minus, urakan dan hilangnya urat malu harus dijodohkan dengan seorang Gus tampan yang memiliki sifat kalem, lembut tutur juga hatinya, dan yang pasti akhlaknya pa...