ⅩⅥ : Mastering Water

10 8 1
                                    

           

            
             DEDAUNAN pohon menari-nari riang setiap kali angin menyentuh dan membelainya. Udara di hutan terasa sangat lembut dan dingin di kulit. Setiap kali Dersilio menarik napas, ia dapat merasakan udara yang segar.

Panasnya matahari sudah tak terasa lagi, kini hanyalah sinarannya saja yang tak membakar kulit.

Dersilio yang mengenakan pakaian zirahnya sedang menunggangi kudanya sambil tersenyum-senyum seperti orang yang lagi dimabuk cinta. Tanpa memperdulikan apa yang ada di sekitarnya.

Rambut putihnya terlihat berkilau ketika disinari cahaya matahari. Helm Armet-nya ia genggam di tangan kiri, sementara tangan kanannya mengendalikan tali kudanya.

Kudanya melangkah begitu santai. Namun, tiba-tiba kudanya berhenti melangkah dan meringgik keras membuat Dersilio tersadar dari lamunannya yang indah.

Ternyata, seekor ular jatuh dari atas pohon dan mendarat di kepala kuda milik Dersilio. Kuda itu tak henti-henti meringgik keras seakan meminta Dersilio untuk membuang ular itu dari kepalanya.

Melihat itu lantas tangan besar Dersilio mencekam leher ular tersebut, mengangkatnya dari kepala kudanya. Mata biru indah pria itu meneliti ular itu dari ekor hingga kepalanya.

Ular yang berwarna hitam dan memiliki sisik berwarna merah, jika terkena cahaya pasti akan berkilauan.

Di Floke, dan beberapa kota atau daerah lainnya percaya pada mitos 'ular pembawa sial'. Menurut cerita masyarakat, dahulu selalu banyak ular yang mendatangi suatu tempat sebelum ada sebuah bencana atau kejadian buruk berlaku di tempat itu.

Seperti ribuan tahun lalu, saat masa kepimpinan raja ke-dua di kerajaan Edchester, raja yang bernama Gaius Rune. Suatu hari ada puluhan ular entah dari mana datangnya tiba-tiba memasuki kota Floke. Berkeliaran di setiap penjuru kota membuat banyak rakyat ketakutan.

Beberapa hari setelah kejadian itu, raja Gaius Rune diserang penyakit sehingga meninggal. Bukan hanya satu kejadian, ada banyak lagi kejadian buruk yang terjadi.

Makanya, banyak masyarakat yang menganggap ular adalah hewan pembawa malang dan diceritakan secara turun temurun.

Dersilio kembali tersadar dari lamunannya. Ular yang dipegangnya masih berada di dalam genggamannya.

Secara mengejut ular tersebut menyemburkan desis marah dari mulutnya membuat Dersilio terkejut dan langsung membuang ular tersebut ke tanah.

Ular hitam bersisik merah itu langsung meluncur cepat di atas tanah. Menjauhi dirinya dari Dersilio yang ia anggap berbahaya.

Melihat ular tersebut menghilang dari pandangannya, Dersilio mengembalikan perhatiannya pada kuda kesayangannya. Ia sedikit membungkukkan badannya dan membelai kepala kudanya itu, juga memastikan bahwa ular tadi tidak mengigit kuda tersebut.

Setelah memastikan tiada bekas gigitan, Dersilio kembali menegakkan tubuhnya.

Tatapan kosong ia tunjukkan. Ia menatap lurus kedepan. Memikirkan tentang ular tadi. Sebenarnya, ia tak percaya dengan mitos itu, namun tidak ada yang tak mungkin. Seharusnya, ia waspada saja.

Dersilio menghembuskan napas dan menggelengkan kepalanya sebelum menarik tali kudanya membuat kuda itu menggeram dan melangkah perlahan. Menelusuri hutan– melangkah menuju ke markas militer.











































          
                "SEBENARNYA aku tidak seberapa mahir tentang mantra...." ujar Aura. Ia menopang dagunya dengan tangan di atas meja. Jari telunjuknya mengetuk-ngetuk pipinya perlahan. Wajahnya menampilkan riak bosan. Ia seperti suka tidak suka berada di ruang tamu rumah Laevuna itu dan membaca mantra-mantra yang ada di dalam buku hitam milik Laevuna.

Annovra's Adventures [OG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang