Honda Civic hitam itu berhenti tepat di depan kedai bernuansa modern itu. Black Bone pukul tiga sore tentu saja tidak seramai akhir pekan, tapi Joss bisa melihat segerombolan pria tengah merokok di area depan kedai dan terbahak-bahak membicarakan hal-hal berbau porno atau tidak penting yang membahana sampai parkiran. Dengan langkah pasti Joss mendatangi gerombolan pria itu, lantas matanya langsung bertaut dengan seorang pria yang sudah ia kenali wajahnya.
"Ikut aku, aku meh ngomong," ujar Joss nihil ekspresi, ia tidak sedang memerintah, alih-alih menyampaikan pengumuman pada orang-orang di sana.
Pria cungkring dengan hidung bengkok itu merenyukan rokoknya pada asbak, lalu terkekeh. "Dasar homo, masalah kecil ae dibesar-besarkan," sahutnya lalu tertawa terkekeh-kekeh, disusul oleh teman-temannya yang lain.
Mendengar cemooh itu, Joss pun menarik napas dalam; mencoba menemukan kewarasan di belakang kepalanya. "Ikut aku dan kita ngomong atau ta obrak abrik meja ini," ujar Joss penuh penekanan.
Semua orang di meja itu saling berpandangan dan melempar tanggung jawab segala keputusan pada Andreas. Mereka bisa saja mengeroyok Joss di tempat ini dan memulai huru-hara, tapi pastinya mereka akan kehilangan tempat tongkrongan serta mengundang masalah yang lebih besar.
"Ikut aja, Yas," kata salah seorang temannya yang berkacamata tebal, lantas menunjuk Joss dengan dagu, "lagian dek ne wis kena SP 2, dek ne mana wani gebukin kowe."
Joss diam saja dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Matanya lurus memandang Andreas dan mengabaikan empat orang lainnya di meja itu. Sementara Andreas yang menjadi sorotan semua orang pun menimang-nimang sesaat. Sebelum akhirnya berdiri dan mengambil jaket kulitnya yang tersampir di kursi.
"Yo, wes ayo..." ujarnya, lantas mengikuti Joss yang mendahuluinya menuju mobil hitam yang terparkir di tepi jalan.
"Ndak papa, Yas! Kui badan ne tok sing gede, dalamnya tetap homo!" Seseorang berteriak dari meja dan Joss mendengarnya dengan jelas semua gelak tawa yang berkumandang di meja itu. Emosi pria itu kini benar-benar ditahan setengah mati, hingga akhirnya ia dan Andreas masuk ke mobil dan akhirnya mereka pun pergi dari sana.
"Ke mana?" tanya Andreas saat mobil keluar ke Jalan Kaliurang lalu bergerak menuju arah universitas mereka.
"Jembatan Baru," jawab Joss singkat tanpa penjelasan, lalu berbelok ke arah Monjali dari perempatan. Sekilas, sudut matanya melihat ke arah pos polisi dan menyadari seorang polisi mengikuti mobil yang ia kendarai dengan motor besar. Joss terus berkendara melewati bundaran Yujiem dan polisi itu berhenti tepat tidak jauh dari sana, lantas mulai mengarahkan arus lalu lintas ke arah lain.
Mobil akhirnya menepi dan berhenti tepat di tengah-tengah jembatan. Joss menarik rem tangan dan langsung keluar dari mobil disusul Andreas yang terlihat sama sekali tidak curiga dengan tempat tersebut. Dalam hati Joss bersyukur, orang-orang seperti ini memang punya otak yang tak lebih pintar dari kecebong sekali pun.
"Meh ngomong opo kowe?" tanya Andreas sinis, mencoba mengambil alih dominasi.
Joss diam sesaat, memandang ke sekitar dan menyadari jembatan mulai sepi karena jalan ditutup satu arah, seperti yang diharapkan.
"Kowe ngopo taruh suratnya Gawin di mading?"
Mendengar pertanyaan itu, Andreas sontak terbahak. "Halah, ternyata dek ne wis ngadu to. Hahaha. Ra penting banget pertanyaanmu, cuk!"
"Jawab aja, aku pengen tahu," sahut Joss, mengepalkan kedua tangan di sisi tubuh.
"Yo, biar wong-wong ngerti lah kalau dek ne doyan homo!" jawab Andreas dengan ekspresi jijik, "salah dek ne ngopo baper karo aku, padahal aku pura-pura baik tok."
Suara gigi Joss bergemeretak, menahan amarah yang kian mendidih. "Jancuk..." umpatnya dengan napas memburu.
"Ngopo kowe?" Andreas berkacak pinggang mencoba sok berani meski tak urung gentar melihat tubuh Joss yang tak ubahnya gorila, "Berani kowe mukul aku, hah? Berani?"
"ASU!"
BUK!
Satu tinju langsung bersarang pada pipi Andreas dan laki-laki itu terpental jatuh ke atas jembatan beton. Sempoyongan, Andreas pun mencoba mengangkat tubuhnya dan mengelak dari serangan lanjutan tapi sepakan kuat kaki Joss telah keburu menghantam perutnya.
"Arrgghh!"Joss melihat Andreas yang terkapar dan mengerang kesakitan dengan perasaan puas. Lalu berjongkok di sisi tubuh pria itu dan menarik rambut laki-laki itu kuat untuk memaksa mereka saling bertatapan. Joss bisa mencium bau darah yang menetes di sudut bibir Andreas dan rasa girang itu tak bisa ia sembunyikan dari ekspresi.
"Goblok!" maki Joss lalu menyeringai dan mata menyalak garang, "kowe pikir aku takut mukulin wong hanya karena wis kena SP 2?"
Joss melemparkan kembali kepala Andreas ke benton lalu terbahak seperti kerasukan iblis.
"Mati kowe sekarang."
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
[Joss x Gawin] Happiness
Fanfiction[COMPLETE] "Se-Sek! Sek! Sek! Aku mau maem ayam gepreknya dulu! Aku laper!" "Hah?" "Nanti nasinya keburu dingin, aku ndak suka." Joss bengong. Gawin mendorong tubuhnya hingga tersingkir ke sisi lain kasur, lantas meloncat turun dari kasur. Menyambar...