18. Akhir Bahagia

132 21 1
                                    

"Cabe ne lima belas ya, Joss."

"Oraaaa, tujuh wae. Edan kamu wis wengi iki." (Gila kamu, udah malam ini)

Gawin manyun, lalu menaruh pulpen ke atas meja. "Masih jam enam lho, Joss," sahutnya, tak terima argumen pacarnya itu.

"Sepuluh wis, ndak boleh lima belas pokok e," balas Joss, seraya melipat tangan di depan dada.

"Ish..." Gawin mendecih, lalu menulis angka sepuluh pada keterangan pesanan ayam gepreknya. "Kamu cabe ne piro?"

"Satu wae, males pedes-pedes," jawab Joss, lantas menuai kekehan dari Gawin, "ngopo cekikikan?"

"Wong delok kamu ki badan ne gede tapi ternyata takut karo cabe kecil-kecil ngene," kata Gawin dengan suara masih diselimuti tawa.

Mendengar itu, Joss hanya mendengus lalu mencubit pipi gembul Gawin dengan kedua tangan. "Menengo, meneng...." (Diam kamu, diam...)

Dan, Gawin pun justru tergelak sampai akhirnya Joss berhenti mencubit pipi. Tak lama kemudian, seorang pelayan mengambil pesanan mereka dan sejenak, Joss juga Gawin menikmati waktu di sudut kedai makan itu dalam keheningan.

Warung ayam geprek Bu Rum lumayan sepi hari Minggu ini. Hanya ada tiga meja yang terisi termasuk meja Joss dan Gawin. Mereka baru saja selesai misa di Gereja Kota Baru, jadi Joss tampak rapi dengan kemeja dan celana jeansnya, begitu pula Gawin. Mata keduanya saling berpandangan sejenak, sebelum akhirnya Gawin memecah kebisuan.

"Ngopo eh, Joss, ngeliatin aku gitu," kata Gawin, lalu menendang sepatu kets Joss dan membuyarkan pandangan pacarnya itu.

"Ndak, aku ketoke masih ndak percaya isa tahan pacaran mbek kamu." (Gak, aku kayaknya masih gak percaya bisa tahan pacaran sama kamu)

Gawin memutar bola matanya satu lingkaran penuh. "Harus ne aku sing ngomong koyo kui," sahutnya sinis dan membuat Joss terkekeh.

"Ndak pernah bosen aku sama kamu ki Win," kata Joss, masih terkekeh.

"Aku sing bosen, kamu gawean ne ngomel terus. Capek."

"Lah, dadi ne mau putus?"

Sontak Gawin terdiam, lalu memandangi Joss lekat-lekat. "Yo, ora... bercanda tok, " jawab Gawin lirih seraya mengalihkan pandangan pada jari-jari Joss di atas meja, "lukamu wis kering Joss?"

Joss mengangkat kedua tangannya ke depan wajah, memamerkan bekas luka-luka yang mulai kering. "Ho oh, tinggal ta keleteki" (Iya, tinggal aku kelupasin)

"Ojo to, nanti bekas, elek," sahut Gawin buru-buru seraya memukul tangan Joss, "kamu ki kok isa latihan Muay sampai segitunya. Kamu mukulin samsak atau wong sih?"

"Hahaha, wis ta bilang samsak, ndak percaya. Aku kemarin lagi stres karo tugas, dadi ne butuh pelampiasan," jawab Joss, sembari diam-diam menyilangkan dua jari di bawah meja.

"Tugasmu semester ini isih akeh?"

"Lumayan."

"Tapi kamu wis isa KKN kan semester depan?"

Joss mengangguk-angguk, lalu tersenyum. "Harus ne sih isa. Wis cukup kok SKS-ku."

Gawin kemudian terdiam cukup lama, menggigit-gigit bibirnya sebentar, sebelum akhirnya ia pun berkata, "nek isa semester depan kamu KKN di area dekat Semarang aja piye, Joss?"

"Ngopo?" Joss mengerutkan dahinya samar, merasa ganjil dengan permintaan itu.

"Aku meh..." Gawin mengusap tengkuknya yang berkeringat, lalu dengan sedikit keberanian yang ia miliki ia pun melanjutkan, "....aku meh ngajak kamu pulang ke Semarang sebentar. Sebelum KKN."

Joss terkesiap, lalu menegakkan punggungnya dan mengerjap takjub. "Tenan ne? Kamu meh pulang ke Semarang semester ini?"

Kepala Gawin berayun vertikal, mengamini pertanyaan itu. "A-aku juga... mau nemuin kamu ke Ibu sama Bapak."

Ekspresi wajah Joss sudah cukup menggambarkan perasaan hatinya, dengan senyum terulas begitu lebar dan mata berbinar cerah. Dada Joss berdebar kencang, membayangkan pertemuan pertamanya dengan orangtua Gawin pasti akan jadi momen paling mengesankan di hidupnya.

"Aku ndak tahu kudu ne ngomong apa, aku seneng banget kamu ngajakin aku pulang, Ndut," kata Joss dengan intonasi girang yang sama sekali tak disembunyikan.

Melihat reaksi Joss, Gawin tak urung jua tersenyum. "Ma-makasih lho, aku pikir kamu ndak mau."

"Kok isa kamu mikir gitu, ngawur," balas Joss cepat, menyadari penyakit overthinking pacarnya itu lebih para dari kanker stadium empat sekali pun, "sopo sing ra seneng ketemu calon mertua."

Wajah Gawin sontak bersemu, menyadari perkataan Joss itu membuatnya mengkhayalkan hal-hal di masa depan. "O-ojo ngomong gitu, aku isin," kata Gawin seraya mengibas-ngibaskan tangan ke udara.

"Kamu wis ngomong karo Bapak-Ibumu soal iki?"

Gawin menggeleng. "Durung, soale aku nunggu jawabanmu dulu. Nek kamu ndak mau, yo aku ndak dadi pulang."

Joss menyipitkan mata. "Kok gitu? Yo, pulanglah. Wong si Andreasu iku wis di penjara."

"Ta-tapi kan masih ono teman SMA-ku sing liyo."

Joss menarik napas dalam-dalam, nyaris mengeluarkan rentetan omelan seperti biasanya. Tetapi ia terlalu senang untuk merusak suasana dengan cara seperti itu. "Yo wes to, sing penting aku mau dan kamu pulang karo aku," kata Joss akhirnya seraya mengulurkan tangan untuk mengacak-acak rambut Gawin, "kamu ndak usah takut."

Tak beberapa lama kemudian pegawai warung makan datang membawa nampan berisi pesanan Joss dan Gawin, membuat pembicaraan mereka harus terjeda sesaat. Aroma cabai dari piring Gawin menguar hingga meja sebelah dan membuat beberapa pasang mata melirik ke arah pesanan mereka.

"Ckckck..." Joss menggeleng-gelengkan kepalanya, "iki jenenge cabe geprek, Win. Bukan ayam geprek."

Gawin terkekeh, lalu mengambil sendok dan garpu untuk mereka berdua. "Biarin no, enak," katanya seraya menyerahkan sepasang sendok garpu pada Joss.

"Yo wes lah, asal kamu bahagia," balas Joss, lalu akhirnya mulai menyantap ayam gepreknya sendiri.

"Makasih, Jossie," kata Gawin di sela-sela suapan ayam gepreknya.

Joss menghentikan suapan pertamanya, lalu mengangkat pandangan untuk menatap Gawin. "Ngopo makasih?"

"Udah bikin aku bahagia."

Senyuman Gawin merekah dan sejurus membuat Joss terperangah. Jantungnya berdebar kencang dan sekujur tubuh pun terasa hangat. Joss sontak meletakan sendok dan garpu kembali ke atas piring, lantas menutup wajahnya dengan kedua tangan, mencoba sekuat tenaga menahan seluruh gejolak perasaan yang menggempur dirinya tanpa henti.

"Joss? Kamu ndak papa?"

"Sek, Ndut..." Joss memijit keningnya dan meletakan satu tangan di dada, masih berusaha menenangkan perasaannya sendiri. "Aku koyo e wis cinta banget mbek kamu. Aku deg-degan ndak berhenti-berhenti."

"Hahahaha."

Tawa renyah Gawin berkumandang mengisi suasana di meja itu; membuat semua orang yang melihat mereka langsung menyadari, kalau ada kebahagiaan yang dibagikan di sana.

.

.

[Joss x Gawin] HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang