19. Pulang ke Semarang

160 16 3
                                    

Catatan:

Jika kalian ingin membaca versi explicit dari part ini. Silakan untuk membacanya di Privatter dengan mencopas link berikut ini. Link bisa diakses tanpa password, syaratnya hanya follow akun Twitter @ditulisolehame. Jika setelah membaca ingin di-unfollow lagi, silakan saja.

https://privatter.net/p/11135798

.

.

Kereta api Argo Muria dengan pemberhentian terakhir Stasiun Tawang, Semarang, tiba pukul satu tengah hari. Kota Semarang panas setengah mati di pertengahan tahun dan semua orang mengutuk kondisi itu sepanjang hari. Joss dan Gawin turun dari gerbong eksekutif dua dan berjalan menuju pintu keluar. Masing-masing dari mereka memanggul ransel dengan tambahan satu kardus oleh-oleh di tangan kanan Joss.

"Padahal aku wis bilang ndak perlu gowo oleh-oleh to, ngerepotin wae," komentar Gawin saat melihat kardus oleh-oleh yang dibawa Joss.

"Yo, Papa sing tuku piye, mosok ra digowo," (Ya, Papa yang beli, masa gak dibawa) sahut Joss cepat. "Kata ne biar keto apik di depan keluarga besan ngono."

Gawin memutar matanya satu lingkaran penuh, namun tak dapat menyembunyikan semu di wajahnya. "Om Albert tukune opo sih?"

"Mbuh, koyo e bakpia karo gudeg kalengan ngono."

"Ra ono geprek ta?" (Gak ada geprek ya?")

"Yo ra ono lah, Win! Mosok Ayam Geprek dadi oleh-oleh, ra cetho blas."

Bibir Gawin tertekuk ke bawah, langsung manyun mendengar jawaban Joss. "Yo, ta kira ono. Wis to, ra sah ngomel-ngomel."

"Piye ra ngomel nek baru tekan Semarang wae kowe wis golek ayam geprek, Win? Hadah," sahut Joss dengan nada gemas yang nyata, kadangkala Gawin dapat membuatnya kesal dengan berbagai cara.

Akhirnya, setelah bercekcok cukup lama dan bingung pergi ke rumah Gawin yang berlokasi di Tlogosari dengan apa. Mereka pun memutuskan untuk pergi ke sana dengan menggunakan GoCar. Sepanjang perjalanan menuju pulang ke rumah mendadak Gawin cuman diam dan memperhatikan jalanan dengan takzim. Kira-kira sudah lebih dari empat tahun dia tidak menginjakan kaki ke Kota Semarang. Begitu banyak hal telah berubah di kota kelahirannya ini—dari gedung hingga jalan-jalannya; dari manusia hingga hal-hal yang mengikutinya. Gawin sekalipun tak pernah merasakan rindu teramat sangat pada kota ini karena di benaknya hanya ada kenangan buruk, namun setelah ia berada di kota ini lagi Gawin pun tersadar telah banyak bagian dari dirinya yang hilang.

"Mikir opo?"

Joss membuka percakapan setelah mereka saling diam cukup lama. Ia sebenarnya bisa merasakan kalau Gawin sedikit gelisah dengan segala hal yang terjadi. Tapi tak cukup peka untuk mengetahui apa yang sedang pacarnya pikirkan saat ini.

"Ndak papa, ndak mikir apa-apa," jawab Gawin, seperti biasa mengikari segala prahara dalam pikiran sendiri.

"Hmm to, jawaban ne 'ndak papa-ndak papa' mengko bengi-bengi nangis, piye..." (Hmm kan, jawabannya 'gak papa-gak papa' nanti malam-malam nangis, gimana) Joss mendelik, langsung menyadari kalau Gawin sebenarnya berdusta.

Gawin diam sebentar sebelum akhirnya menanggapi, "Rasane wagu pulang neng Semarang. Akeh sing berubah, koyok e aku ndak kenal sama kota ini lagi."

"Yo wis ndak pulang empat tahun mesti akeh sing berubah. Kamu yo podo akeh sing berubah to setelah pergi dari sini," sahut Joss cepat. "Wis lebih bahagia mbe aku, terus saiki wis berani pulang ke Semarang. Artine kamu saiki isa menghadapi masa lalu. Semua mesti berubah, ra ono sing sama terus."

[Joss x Gawin] HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang