C H A P T E R 14:BALAPAN DI KOTA LAMA

61 7 1
                                    

Saat ini pukul 22.15 malam. Separuh anggota Phyrgos termasuk seluruh anggota inti Phyrgos kini tengah duduk berdesak-desakan dengan anggota yang lain di pinggir jalan di Kota Lama, Semarang.

Waktu yang seharusnya mereka gunakan untuk tidur, malah di gunakan untuk memenuhi permintaan dari sang ketua geng musuh.

Sebenarnya Hali sudah memutuskan untuk menolak permintaan yang merupakan tantangan itu. Tapi, dirinya tidak ingin nama rumah keduanya itu ternodai oleh kata 'penakut' dan 'pecundang'. Apalagi jika kata-kata itu keluar dari mulut musuh abadi mereka.

Tadi siang setelah selesai kerja kelompok, Taufan dan Hali segera menyusul yang lain yang Hali suruh untuk menunggunya serta Taufan di kamarnya untuk melakukan rapat dadakan setelah mereka mendapatkan bendera perang dari Karsa di dalam kotak yang di terima Hali sewaktu menemani Lucy ke swalayan tadi.

Pintu kamar Hali kunci rapat-rapat agar tidak ada yang membukanya sembarangan. Kemudian, dirinya dan Taufan segera bergabung dengan lainnya yang saat ini tengah duduk membentuk lingkaran di atas karpet bulu dekat dengan tempat tidurnya.

Untuk Senara dan Salsa, mereka sudah di perbolehkan pulang oleh Hali karena tugas kerja kelompok mereka sudah selesai. Tapi, sepertinya mereka menolak untuk pulang lebih awal dengan alasan mereka ingin istirahat dahulu.

"Jadi, gimana, Lin?" Gempa melontarkan pertanyaan sebagai pembuka setelah melihat Hali dan Taufan telah duduk di tempatnya.

"Kayak tanda bendera tadi. Mereka ngadain perang lagi." balas Hali sembari melipat kedua tangannya di dadanya.

Beberapa anggota berdecak mendengar hal itu.

"Mereka kenapa nggak berhenti aja sih? Nggak ada kapok-kapoknya sama sekali. Padahal setiap kali ngajak tawuran, mereka yang selalu kalah." ujar Solar sembari membenarkan posisi kacamata yang bertengger di hidungnya.

"Nggak tahu, tuh. Unik emang geng satu itu. Gua aja heran." sahut Thorn.

"Terus, rencananya gimana?" tanya Gempa menatap Hali membuat yang lainnya mengikuti hal yang ia lakukan.

Hali memegang dagunya dengan jari telunjuk dan ibu jarinya lalu menggerakkan jari telunjuk yang ia tekuk itu naik-turun hidungnya berpikir apa yang seharusnya mereka lakukan. Tetapi, sekelibat ingatan tentang sang ketua Karsa yang mengajaknya untuk melakukan balapan malam ini terlintas di dalam nya membuatnya menatap anggotanya yang lain.

"Mereka ngajak kita balapan malam ini." katanya dengan nada datarnya yang seperti biasanya.

"Dimana?" tanya Ice menyahuti dengan mata yang masih terpejam dengan posisi tidurnya saat ini-duduk.

Ice memang tidur. Tetapi, ia masih bisa mendengar apa yang para sahabatnya itu bahas.

"Kota Lama." jawab Hali.

"Solar. Cepat nyusun strategi. Gua tahu kalo ini ntar ujung-ujungnya ngarah ke jebakannya. Yang lain, siap-siap buat ntar malem. Gua gak yakin kalo ntar endingnya bakal nggak ada terjadi hal buruk. Kalian tahu kan kalo mereka itu bakal make segala cara buat ngalahin kita?" Seluruh anggota inti menganggukkan kepala mereka menyetujui keputusan sang ketua.

"Kalo gitu, segera laksanakan."

"Siap, sedia!" ke enam anggota inti Phyrgos sontak berdiri lalu meletakkan tangan kiri di bahu dan tangan kanan di belakang tubuh kemudian membungkuk yang merupakan bentuk penghormatan di geng besar berlogo burung Phoenix itu.

Tanpa mereka bertujuh sadari, ternyata ada dua orang yang berdiri di balik pintu kamar Hali.

"Balapan di Kota Lama?" gumam salah satu dari kedua orang itu. Sepertinya mereka telah mendengar pembicaraan anggota inti Phyrgos.

HALILINTARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang