Bab 18: Dalam genggaman kegelapan

5 2 0
                                    

MALAM mencekam setelah lenyapnya Kirana. Kegelapan kembali menelan ruangan itu, dan hanya napas putus-putus serta detak jantung mereka yang terdengar, mengiri atmosfer yang semakin menyesakkan. Naura masih terduduk di lantai, tatapannya kosong, tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Aluna terisak pelan, tubuhnya lemah setelah melewati semua cobaan ini.

Namun, mereka tidak sempat bersedih lama. Dari balik bayang-bayang terdengar langkah kaki mendekat. Cakra dengan cepat menarik Aluna untuk berdiri. "Kita harus bergerak sekarang, sebelum mereka kembali."

Sebelum mereka sempat bergerak jauh, suara lain bergema di lorong yang gelap. Beberapa sosok manusia muncul dari kegelapan, membawa senter dan senjata tumpul. Hans yang berdiri paling depan, langsung mengambil posisi bertahan, tetapi luka di kepalanya membuatnya sedikit terhuyung.

"Jangan ada yang bergerak kalian semua." Suara serak terdengar dari sosok besar yang memimpin kelompok itu. Mereka adalah sekelompok pria dengan pakaian lusuh, berbanding balik dengan para pria yang mereka temui sebelumnya. Wajah-wajah mereka tertutup sebagian oleh kain hitam. Salah satu dari mereka membawa kantung yang sedikit mencurigakan.

"Kami bukan ancaman," Cakra berusaha berbicara dengan tenang, meski keringat dingin membasahi pelipisnya. "Kami cuma ingin keluar dari sini."

Pria di depan tertawa sarkas, suara tawanya menggema di ruangan sempit itu. "Keluar? Lo kira gampang? Ini bukan tempat buat bocah kayak kalian!" Dia menyeringai, melangkah lebih dekat dengan tubuhnya yang besar, bayangannya menutupi Hans yang masih terhuyung-huyung di belakang Cakra.

"Lo nggak punya pilihan," Cakra mendesis, berusaha menyembunyikan ketakutannya. "Bantu kami, atau biarin kami pergi."

Laki-laki itu tertawa lagi, kali ini dengan tawa yang lebih dingin. "Nggak ada yang keluar dari sini hidup-hidup. Kalian udah terlalu dalam."

Hans, yang masih berdiri goyah, akhirnya melangkah maju dengan amarah yang terpendam. "Kita nggak takut sama lo!"

Namun, sebelum Hans sempat mendekat, pria itu melemparkan sesuatu di tengah-tengah mereka. Sebuah tabung kecil memantul di lantai, mengeluarkan asap tebal yang langsung menyebar ke seluruh ruangan.

"Ini Gas!" teriak Gavin, tapi sudah terlambat.

Asap berbau menyengat langsung menyeruak ke paru-paru mereka. Naura langsung terbatuk keras, matanya memerah. Aluna merasakan pandangannya mulai kabur, dan tubuhnya menjadi sangat lemah. Cakra mencoba menarik Aluna menjauh, tetapi asap itu begitu cepat. Satu per satu dari mereka mulai jatuh ke lantai, kehilangan kesadaran.

Hans berusaha tetap berdiri, tetapi asap yang pekat terlalu kuat. Matanya perlahan-lahan mulai tertutup, tubuhnya ambruk di sebelah Naura yang sudah tergeletak lebih dulu.

Suasana semakin memudar, hingga akhirnya yang tersisa hanyalah keheningan dan ... kegelapan.

•••••

Waktu berlalu, tak ada yang tahu berapa lama.

Aluna terbangun dengan kapala yang berat. Tubuhnya terasa lemah, dan sakit di setiap sendi. Pandangannya buram, tetapi dia bisa melihat dinding yang kusam dan retak di sekelilingnya. Suara tetesan air yang konstan mengiri ruangan itu, membuat suasana semakin mencekam. Dia mencoba bergerak, tetapi menyadari bahwa tangannya terikat ke belakang.

"Di mana... yang lain?" bisik Aluna, suaranya serak.

Kepalanya berdenyut, mencoba mengingat apa yang terjadi sebelum semua ini. Dia hanya ingat asap, lalu... kegelapan.

Terdengar derit pintu terdengar, seorang pria dengan wajah tertutup oleh kain hitam melangkah masuk membawa suntikan. Dia tidak mengatakan apa-apa, hanya mendekat dengan langkah pasti.

Jerat Ambisi : Genius Disciples New VersiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang