Pagi ini aku bersiap pergi ke sekolah tanpa ada harapan akan di jemput Nata. Dari jam enam pagi sudah menyiapkan makanan untuk sarapan di sekolah, karena kalau tidak bersama Nata aku tidak akan sarapan bubur lagi di pedagang kaki lima.
Sebelum berangkat, aku kembali bercermin. Kali ini tidak seperti biasanya, rambutku yang biasa di gerai kini terikat seperti ekor kuda. Baru menyadari kalau penampilan seperti ini lebih terlihat segar dari pada sebelumnya.
Aku sudah tidak peduli ketika sedari tadi ponsel berbunyi, dari mulai panggilan masuk sampai pesan WhatsApp yang masuk. Siapa lagi kalau bukan Nata Mahatma. Sekarang giliranku, bukan maksud untuk balas dendam tapi rasa kecewa masih mendominasi tak kunjung juga reda.
Menuruni setiap anak tangga, melewati ruang tamu, dari samping mata aku melihat ayah yang sedang duduk di meja makan tanpa bunda. Baru melihatnya saja rasanya sudah melelahkan, apalagi kalau berhadapan langsung.
Tidak ada sapaan, padahal ayah melihatku langsung. Sudah biasa Sarah, apa yang kamu harapkan?
Keluar dari rumah dan menuju gerbang depan untuk menunggu ojek online, keningku berkerut ketika melihat taksi terparkir rapih di sana. Tidak lama setelah itu, turun sepasang kaki yang dibalut sepatu converse. Dilihat dari sepasang kaki kemudian ke atas sampai sang pemilik wajah terlihat.
Nata Mahatma dengan tas yang tersampir di bahu sebelah kiri, berjalan keluar dari taksi menghampiri ku.
"Sarah."
Kenapa ketika Nata memanggilku Sarah seolah candu. Enak terdengar di telinga dan aku ingin mendengar dan mendengar nya lagi.
Boleh gak satu kali lagi Nata?
"Sarah?"
Seolah mengabulkan permintaan ku, Nata kembali memanggilku. Mungkin karena aku hanya melihatnya saja tidak merespon apa-apa.
"Ayo berangkat sekolah."
"Tapi sekarang naik taksi dulu ya?" Lanjutnya.
Semalam juga aku tidak melihat Nata membawa motor, dan sekarang pun sama?
"Sarah, mau yaa?"
Mengerjapkan mata, aku menggeleng. Maaf-maaf saja tapi aku sudah memesan ojek online.
"Terima kasih, Nata. Tapi aku sudah pesan ojek online."
Nata menggeleng, dia menatapku sendu. Mungkin karena nada bicaraku terasa berbeda atau gestur tubuhku yang tidak terlalu bahagia ketika bertemu dengannya.
"Sama aku aja, kamu belum sarapan kan? Kita sarapan dulu di tempat biasa." Bujuknya.
"Aku sudah sarapan."
Tidak lama setelah itu, ojek online pesananku datang. Memilih meninggalkan Nata, aku naik ke atas motor setelah memakai helm. Pagi ku kali ini terasa berbeda dari biasanya.
Selama perjalanan Nata mengikuti ku dengan taksi dari belakang sampai tiba di sekolah. Setelah di sekolah pun sama, aku berjalan cepat menuju kelas dengan Nata di belakang melakukan hal yang sama, padahal arah kelas kami jelas berbeda tapi Nata setia mengikuti ku.
Jangan sampai aku luluh begitu saja dengan tingkahnya!
"Sarah, tunggu dulu."
Dengan langkah lebarnya, Nata mendahului langkahku, oh lebih tepatnya menghalangi langkahku.
"Beneran sudah sarapan?" Tanya Nata, bahkan dia mencekal lenganku.
Kalau boleh jujur, aku belum sarapan dan hanya membawa bekal saja untuk sarapan. Begitu tahu kebiasaanku sampai rasanya dia tidak percaya kalau aku sudah sarapan di rumah. Dan memang pada kenyataannya aku belum sarapan, ini hanya sekedar meminimalisir kedekatan aku dan Nata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Whitout You
Teen FictionBagi sebagian orang mungkin memang benar kalau sebaik-baiknya tempat pulang adalah rumah yang berisikan keluarga yang hangat. Sejauh apapun kedua kaki melangkah, pada akhirnya kita akan kembali ke rumah. Rumah yang harusnya menjadi tempat berkeluh k...