14. Amarah

1 1 0
                                    

Setelah semalaman berbincang dengan Bima, aku tersadar kalau selama ini segala permasalahan yang aku alami selalu melibatkan perasaan terlalu jauh. Tenggelam sendirian hingga aku tidak tahu bagaimana caranya untuk bangkit dan memulai semuanya dengan jauh lebih baik.

Selama ini aku terlalu menyiksa diri sendiri.

Masih duduk di sofa dalam keadaan tengah mengumpulkan sisa-sisa kesadaran, minggu pagi ini banyak sekali kegiatan yang harus aku lakukan. Pandanganku melihat ke arah bunda di sebrang sana dengan keadaannya yang masih sama.

Menyingkap selimut, aku bangkit dari sofa berjalan ke arah bunda.

"Good morning." Sapaku, kemudian mencium keningnya.

Menarik kursi di sebelah tempat tidur bunda, aku menempatkan bokong ku disana.

"Tidurnya masih nyenyak ya bund? Rencana mau bangun kapan? Sarah benar-benar kesepian."

"Kalau bunda gak ada, Sarah sama siapa? Nata pun sekarang sudah pergi." Adu ku lagi.

Setelah membenarkan selimut bunda yang tersingkap, aku bangkit dari kursi untuk membersihkan diri.

Sekitar pukul setengah delapan pagi, aku sudah siap semuanya. Hanya tinggal membantu bunda untuk membersihkan diri dan mengganti pakaiannya.

Mengusap tangan bunda sampai ke sela-sela jari dengan hati-hati menggunakan handuk kecil basah. Kapan tangan ini akan kembali mengusap puncak kepalaku lembut?

Setelah kedua tangan bunda, aku mengusapkan handuk kecil basah itu pada bagian yang lain. Semakin diperhatikan aku menyadari kalau tubuh bunda semakin ringkih dari hari ke hari, bahkan wajah itu makin terlihat pucat. Tapi anehnya bunda seperti seseorang yang tengah tertidur lelap, tidak seperti orang yang tengah menahan sakit.

Ku usap lembut wajahnya kemudian membubuhkan lagi kecupan di bagian kening.

"Udah cantik, bunda siapa ini?" Tanyaku bercanda meskipun hanya di jawab dengan keheningan.

Setelah selesai aku kembali bersiap-siap karena hari ini aku akan pergi ke rumah untuk membawa beberapa pakaian ku dan juga bunda.

Setelah menyampirkan tas slempang di pundak, aku kembali menghampiri bunda.

"Sarah cuma pergi selama dua jam aja bunda, mau titip apa?"

Aku terdiam kala melihat wajah bunda yang sama saja. Kapan setiap ucapanku akan di jawab oleh bunda kembali?

Aku berjanji jika suatu saat nanti bunda terbangun, apapun yang bunda inginkan akan aku kabulkan. Meskipun hal paling menyakitkan nya, bunda ingin kembali tinggal bersama ayah, akan aku turuti. Bahkan aku akan menjadi benteng bagi bunda agar tak di sakiti lagi oleh ayah.

Keluar dari ruangan inap, aku di kejutkan dengan kehadiran Bima yang seperti akan masuk ke dalam ruangan bunda, tapi di dahului olehku yang membuka pintu.

"Bima?"

Bima menggaruk belakang kepalanya dan tersenyum canggung ke arahku.

"Mau nganterin ini." Bima mengangkat satu tangannya yang terdapat kresek berwarna putih. Aku terdiam sebentar ketika kresek berwarna putih ini mengingatkan ku pada seseorang yang pernah melakukan hal yang sama.

Whitout You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang