BAB 13 Deja Vu

18 12 8
                                    

Arav datang ke kantor dengan wajah yang sumringah. Hal tersebut tak luput dari Kenzo. "Yang jatuh cinta, tebar senyum terus!" sindir Kenzo.

Arav hanya tersenyum lalu melaksanakan pekerjaannya. Tiba-tiba layanan menjadi sangat sibuk. Gangguan masal terjadi hingga membuat para agent tak ada kesempatan untuk mengobrol.

Setelah gangguan selesai, kondisi layanan menjadi kondusif kembali. "Akhirnya bisa napas juga," gumam Arav.

"Rav, mau ngopi nggak loe? Udah mulai sepi lagi nih layanan," ujar Kenzo, menoleh ke bilik Arav.

Arav menoleh. "Loe mau log out?"

"Istirahat," jawab Kenzo.

"Ya udah nitip satu."

Arav masih menerima panggilan telepon karena belum memasuki jam istirahat.

Kenzo kembali setelah tiga puluh menit dengan membawa dua gelas kopi. Dia memberikan satu gelas pada Arav.

Arav hanya mengacungkan satu ibu jari pada Kenzo sebagai ucapan terima kasih. Dia masih berbicara dengan pelanggan yang membuatnya cukup pusing dengan ocehan pelanggannya itu.

Satu sambungan selesai. Sambungan lain terhubung lagi. Seketika, Arav memaki pelanggannya, tentu dia menekan tombol AUX agar pelanggan tak mendengar umpatannya.

"Kenapa?" tanya Kenzo.

"Lagi ada pelanggan nggak loe?"

"Nggak ada."

Arav menekan tombol load speaker, hingga Kenzo dapat mendengar suara dari line telepon Arav. Kenzo hanya terkekeh mendengar suara tak senonoh dari pelanggan yang menghubungi Arav. Suara desahan dua orang dari aktivitas di atas ranjang.

"Kepencet kali ya, Rav?" tanya Kenzo.

"Nggak usah menghubungi call center jika emang lagi begituan!" keluh Arav, "hari ini, kenapa layanan nggak enak banget sih? Gua dapet dua penelepon aneh. Yang pertama, nggak ada masalah internet, terus nelepon cuma ngasih tahu bahwa modemnya dimodif jadi burger. Eh, pelanggan kedua, lagi mesum malah nelepon ke sini!" gerutu Arav.

Arav mendecak. Hati yang bahagia karena hubungan dengan April berjalan lancar. Namun, saat di kantor harus menghadapi pelanggan aneh. Hal tersebut sedikit mengurangi kebahagiaannya.

"Namanya juga pelanggan, ada-ada aja tingkahnya, Rav. Masih mending yang seperti itu daripada dapat pelanggan yang suka marah-marah. Lagian, baru kali ini kan dapat pelanggan kaya gitu?"

Arav mengembuskan napas pelan. Dia berpikir sejenak lalu menoleh pada Kenzo. "Kayanya, ini bukan pertama kali deh. Sebelumnya, gua pernah mengalami ini. Dapat telepon aneh yang menginfokan modem dihias seperti burger. Lalu, telepon dari pelanggan yang lagi begituan. Bukannya gua udah pernah cerita sama loe ya?"

Kenzo tampak berpikir sejenak. "Nggak pernah. Gua malah baru lihat loe kesel kaya gini sama pelanggan."

"Masa sih? Kayanya pernah deh!"

"Mungkin déjà vu kali loe!" sahut Kenzo.

Arav terdiam. Dia merasa hal itu pernah terjadi. Dia menggeleng pelan dan tak lagi mempermalahkan pemikirannya. Lalu melanjutakan kembali pekerjaannya.

*

*

*

Keesok malam, Arav menunggu April di taman. Namun, kekasih yang ditunggu tak menampakan batang hidungnya. Hingga pukul 10 tiba, April tak kunjung datang.

Arav mencoba mendatangi rumah April. Namun, rumah tersebut tampak kosong, tak ada cahaya dari rumah tersebut, bahkan lampu taman pun mati. Gerbang rumahnya pun di kunci.

April's Voice Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang