8. Wide Awake

528 111 18
                                    




Haruno Sakura itu cantik. Meski Sasuke tidak pernah memuji Sakura secara terang-terangan, Sasuke mengakui dari dasar hatinya, kalau Sakura memiliki keindahan dan pesona yang membuat banyak orang terpikat padanya, ingin memanjakannya dan memberikannya semesta.

Karena Haruno Sakura itu cantik, sudah wajar kalau ada banyak pria yang berusaha mendekatinya. Sasuke yang sudah berteman lama dengan Sakura pun terbiasa melihat berbagai macam pria, miskin dan kaya, tampan dan buruk rupa, tua dan muda, berusaha memikat Sakura. Mereka jatuh bangun di hadapan Sakura, berusaha membuatnya jatuh cinta.

Terkadang, upaya orang-orang itu berlalu tak diindahkan oleh Sakura. Terkadang pula, bagi beberapa yang beruntung, Sakura akan menaruh perhatian pada mereka dan membagikan afeksi yang menurut Sasuke, untuk apa Sakura menaruh hati pada orang-orang seperti itu?

Sasuke sudah terbiasa melihat pria berusaha masuk di hidup Sakura. Sebagai teman dan tameng Sakura, Sasuke sudah biasa melihat orang-orang berusaha mencuri perhatian sahabatnya tersebut dan berujung tersingkirkan. Sasuke akan menyingkirkan mereka yang menurutnya tak pantas, tepatnya.

Karena sudah terbiasa melihat pria mendekati Sakura pula, Sasuke seharusnya tidak merasakan apa pun dan baik-baik saja. Tapi sialnya, Sasuke tidak seperti itu. Ia tidak pernah merasa seperti itu. Setiap kali Sakura dekat dengan pria lain, Sasuke merasa seperti berdiri di ujung jurang dengan angin bertiup kuat menyapu tubuhnya, hendak menjatuhkannya.

Perasaan itu muncul lagi ketika Sakura kembali berniat dekat dengan pria lain--pria yang omong-omong, bernama Akasuna Sasori.

Kenapa dia selalu seperti ini? Sasuke mempertanyakan dirinya sendiri. Apa dia memang begitu posesif terhadap Sakura? Apa jangan-jangan dia--

Getaran ponsel di atas meja menarik perhatian Sasuke yang sedang menata penampilannya di cermin sambil merenung.

"Halo, Ibu. Ada apa?" Sasuke menjawab panggilan dari Mikoto.

"Sasuke, apa kabarmu?"

"Aku baik, Ibu. Ada apa? Aku akan berangkat bekerja sebentar lagi, jadi jangan berbelit-belit." Sasuke tahu Mikoto, wanita itu tidak meneleponnya semata-mata untuk menanyakan kabarnya.

"Apa pekerjaan lebih penting dari berbincang dengan ibumu sendiri?"

"Kuputus, ya?"

"Tunggu, Sasuke! Anak kurang ajar! Ibu mau bertanya perkembangan hubunganmu dan Shion? Bagaimana hubungan kalian sejauh ini?"

"Tidak ada yang berkembang. Hubungan kami layu dan mati."

"Jangan bicara sembarangan!"

"Aku serius," sahut Sasuke. Sasuke lalu mengambil jasnya dari hanger dan memakai benda tersebut. Saat memakai jasnya pula, Sasuke memperhatikan potret dirinya dan Sakura yang menempel di cerminnya. Foto itu diambil saat mereka masih remaja, pulang dari acara kelulusan. Sebuket bunga berada di tangan. Saat itu, Sasuke memberikan kancing keduanya pada Sakura, sengaja agar gadis-gadis tidak mengerubunginya dan meminta benda sakral tersebut.

"Aku tidak menyukai Shion, Bu." Sasuke berucap lagi. "Percuma menjodohkanku dengannya."

"Tapi, Sasuke..., bukannya kalian akrab? Ibu melihat ada potensi di antara kalian."

"Potensi kerja sama untuk membangun negara, mungkin. Potensi untuk menikah seperti yang Ibu bayangkan, sudah jelas tidak."

"Sasukeee..." Suara Mikoto seperti rengekan. "Kau bahkan belum berusaha dekat dengannya, bagaimana bisa kau sangat yakin kau tidak menyukainya?"

I WISH YOU LOVE (SASUSAKU)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang