Chapter 2 : Tantangan Baru

117 8 0
                                    

Hari-hari setelah festival sekolah, atmosfer di SMA Kencana Jaya terasa lebih santai, namun ada ketegangan yang sulit dijelaskan antara dua sosok yang belakangan ini sering terlihat bersama: Fabrizio, Ketua OSIS yang dikenal tegas, dan Argafian, cowok berjiwa bebas yang nggak pernah nurut aturan. Meskipun Fabrizio tetap jadi sosok yang dihormati karena aura dominannya, dalam interaksi mereka, ada sesuatu yang mulai berubah.

Di tengah rapat OSIS pagi itu, Argafian tiba-tiba muncul lagi tanpa basa-basi, seperti biasa. Dia duduk di depan Fabrizio dengan santai, mengayunkan kakinya, dan tatapan matanya yang tajam segera terkunci pada Ketua OSIS yang tampak sedang sibuk mengetik.

"Bro, seriusan deh, lo masih sibuk sama laporan?" kata Argafian dengan nada menggoda, memperhatikan betapa kerasnya Fabrizio berusaha tetap fokus.

Fabrizio melirik sekilas, bibirnya mengatup ketat. "Lo gak ngerti ya, Haidar? Gue harus selesain ini biar semuanya beres."

Argafian tersenyum, sedikit lebih mendekat ke arah Fabrizio, menciptakan jarak yang nyaris hilang di antara mereka. "Lo tau kan, hidup gak cuma soal 'beres' doang? Lo juga harus nikmatin prosesnya. Dan, gue yakin lo sadar itu."

Fabrizio menelan ludah, merasakan tekanan aneh dari Argafian. Meski secara fisik Argafian selalu lebih santai, cowok itu entah gimana selalu bisa bikin Fabrizio merasa sedikit goyah. Ada dominasi yang berbeda dari Argafian—seperti dia tahu persis cara mengendalikan situasi, bahkan saat dia yang terlihat paling cuek.

"Gue nggak kayak lo, Haidar. Gue nggak bisa asal lepasin kendali," Fabrizio menjawab, mencoba mempertahankan ketenangannya. Tapi detak jantungnya mulai gak seirama dengan nada bicara dinginnya.

Argafian, seolah paham akan dilema yang berkecamuk dalam diri Fabrizio, mendekat sedikit lagi, nadanya lebih rendah tapi penuh keyakinan. "Kadang lo harus nyoba biarin orang lain ambil kendali. Lo udah terlalu lama ngatur segalanya, Fabrizio. Kali ini, gimana kalau lo biarin gue yang mimpin?"

Fabrizio tersentak sedikit. Kata-kata Argafian barusan bukan cuma ajakan biasa. Ada sesuatu yang lebih dalam di baliknya, dan Fabrizio merasakannya. Dia berusaha keras untuk tidak menunjukkan efeknya pada dirinya, meskipun di dalam, ada dorongan untuk menyerah. Dominasi Argafian begitu halus tapi kuat—membuatnya sulit bagi Fabrizio untuk tetap bertahan.

"Apa lo maksud 'mimpin' acara ini atau...?" Fabrizio mencoba tetap terdengar tenang, meski dia tahu betul bahwa Argafian bermain di level yang berbeda.

Argafian tertawa kecil, lalu berdiri, meletakkan tangannya di meja Fabrizio, memperpendek jarak mereka. "Lo tau apa yang gue maksud."

Fabrizio menahan napas sejenak, tubuhnya kaku di tempatnya. Dia masih punya aura dominan yang kuat, tapi entah kenapa, di hadapan Argafian, ada rasa tunduk yang nggak bisa dia jelaskan.

Setelah beberapa detik diam, Fabrizio akhirnya memutuskan untuk tidak memperpanjang perdebatan. "Kita lihat nanti, Haidar. Kalau lo berhasil bikin gue tertarik, mungkin gue bakal kasih lo kesempatan."

Argafian tersenyum penuh kemenangan, tahu betul bahwa dia sudah mulai memecahkan dinding pertahanan Fabrizio. "Oke, Ketua. Gue tunggu lo siap buat nerima tantangan gue yang selanjutnya."

Dengan santai, Argafian pergi meninggalkan Fabrizio yang masih berusaha menenangkan detak jantungnya. Sementara itu, di dalam hati, Fabrizio menyadari satu hal: meskipun dia tetap memegang kendali di permukaan, Argafian dengan caranya sendiri udah mulai menguasai bagian dari dirinya yang tak pernah dia sadari.

---

Hari-hari berikutnya, interaksi mereka semakin intens. Setiap kali Argafian muncul, Fabrizio bisa merasakan aura dominasi yang begitu kuat dari cowok itu, seolah tanpa perlu usaha, Argafian selalu bisa bikin dirinya luluh meskipun dia mencoba keras untuk tetap dominan.

𝑴𝒚 𝑩𝒆𝒍𝒐𝒗𝒆𝒅 𝑩𝒐𝒚𝒇𝒓𝒊𝒆𝒏𝒅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang